Headlines
Loading...
Derita Jelata dalam Naungan Kapitalisme

Derita Jelata dalam Naungan Kapitalisme

Opini

Oleh. Desi Anggraeni


Menjalani hidup bagi kalangan menengah ke bawah di era hari ini rasanya teramat sulit. Untuk kebutuhan sehari-hari mereka harus mengatur pengeluaran dengan irit. Porsi makan mereka sedikit tetapi sekuat tenaga menjaga kesehatan agar tetap fit. Sampai-sampai ada istilah, orang miskin dilarang sakit. Istilah itu muncul sebab kemungkinan besar ketidakmampuannya membayar biaya pengobatan yang mahalnya selangit. 

Kesulitan ekonomi yang mengimpit ini, sering kali memicu berbagai macam tindak kejahatan.  Tak jarang dalam kondisi terjepit, terpaksa melakukan pencurian. Hal ini pernah dialami oleh seorang ibu hamil yang nekat mencuri sembako di sebuah toko di jalan G. Obos, Kompleks Tirta Mas, Kelurahan Menteng,  Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangkaraya (Borneonews.co.id, 14-1-2023).


Terdesak oleh kebutuhan ekonomi juga pernah dijadikan alasan penyebab seorang ibu muda berinisial R (22) melakukan pelecehan seksual terhadap anak kandungnya yang berusia 5 tahun. Aksi bejatnya tersebut direkam sesuai permintaan seseorang yang mengiming-imingi bayaran RP 15 juta (detiknews.com, 3-6-2024).


Tersebab ekonomi pula bisa memancing pertengkaran berujung kekerasan dalam rumah tangga. Bahkan bisa sampai menghilangkan nyawa pasangan. Seperti yang terjadi di Desa Cingkam II Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara, seorang suami R (50) tega menghabisi nyawa istrinya A (49) gara-gara uang Rp50.000. Uang ini milik korban yang diambil oleh pelaku di dalam lemari. Rencananya uang tersebut untuk membeli rokok dan minyak sepeda motor. Sampai akhirnya terjadi percekcokan setelah korban menanyakan uangnya. Hingga pembunuhan itupun terjadi (Kompas.com, 5-8-2024). 


Pada faktanya, tindak kejahatan yang didorong dari faktor finansial ini banyak sekali.  Belum lagi kasus-kasus yang muncul dari berbagai macam sebab, sudah bukan hitungan jari lagi dan kasusnya terus saja berulang. Solusi-solusi dari pemerintah tidak mampu menyelesaikan segala permasalahan yang ada dengan tuntas. Terlebih nampak ketidakseriusannya pemerintah menangani kasus-kasus yang terjadi di negeri ini. Hal itu wajar saja, sebab demokrasi dengan asas sekulerisme yang dianut negri ini tidak mungkin menjadikan Islam sebagai problem solving atas berbagai macam masalah yang ada. 

Tidak ada peran negara yang menyentuh kesadaran umat bahwa segala tindakan harus didasarkan pada akidah yang benar yaitu Islam.  Kemudian dari sisi ekonomi yang menopang negri ini yaitu sistem ekonomi kapitalis, tidak mampu membendung para kapitalis untuk menguasai kepemilikan umum yang berdampak pada tidak meratanya kekayaan umat. Begitupun dengan kasus-kasus di meja hukum. Penegakannya terkesan tajam ke bawah tumpul ke atas. Dari tahun ke tahun berbagai masalah dengan solusi pragmatisnya ini terus saja dipertontonkan. Sehingga, penyelesaiannya tidak tuntas. Sebab, tidak sampai menyentuh pada akar masalahnya. Serta tidak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku. 

Islam Solusi Tuntas

Berbeda dengan Islam, setiap individu yang telah dibekali akidah Islam akan menggunakan akalnya untuk berfikir sebelum bertindak. Apakah yang dilakukannya akan mendatangkan mudharat atau manfaat. Sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal," (TQS alu- Imran : 190).

Islam memberikan benteng pertama pada tiap individu dengan kesadaran bahwa setiap jiwa berasal dari Al-Khaliq dan akan kembali pada-Nya untuk mempertanggung jawabkan setiap perbuatannya. Sehingga, akan selalu muncul kehati-hatian dari setiap tindakan. 

Begitu pun penguasa dalam Islam akan berperan sebaik-baiknya sebagai pengurus umat. Rakyat tidak akan dibiarkan bertahan hidup sendiri tanpa campur tangan penguasa.


Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu (laksana) perisai, (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya bertakwa kepada Allah ’Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka ia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya; dan jika ia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)

Sampai kapanpun pengurusan penguasa dalam Islam akan tetap sama. Sama-sama akan mensejahterakan rakyat. Tidak akan dibiarkan kekayaan menumpuk hanya pada segelintir orang. Islam menetapkan bahwa manusia, baik muslim maupun non muslim berserikat dalam tiga hal. Yaitu air, api dan padang rumput. "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Ketiga elemen ini tidak boleh dijadikan bisnis atau dikuasai oleh swasta apa lagi diprivatisasi. Karena ketiganya merupakan hajat rakyat. Keberadaannya akan dikelola oleh negara yang bertujuan untuk pemanfaatan secara umum. 

Jika konsep ini benar-benar dijalankan, otomatis akan menopang perekonomian setiap warga negara. Dari kebutuhan air, listrik, gas, dan bensin difasilitasi oleh negara, hal ini sudah cukup melonggarkan nafas rakyat. Terlebih golongan menengah ke bawah. Kabar gembiranya, penguasa dalam Islam tidak meriayah rakyat hanya sebatas itu saja. Tetapi juga menjamin kebutuhan tempat tinggal, kesehatan, serta pendidikan. 

Begitulah ketika syariat Islam diterapkan. Semua rakyat akan diurusi dengan baik dan penguasa tidak akan abai seperti penguasa sekuler hari ini. Sudah tidak ada lagi alasan untuk mempertahankan sistem kapitalis-sekuler yang merusak. Saatnya beralih ke sistem Islam yang berdasarkan wahyu dari Allah Swt. Wallahu a'lam bissawab. [ry].

Baca juga:

0 Comments: