Headlines
Loading...
Cerpen


Oleh. Putri Az Zahra 

Udara begitu dingin hari ini. Hujan turun sepanjang malam. Hingga pagi ini pun, masih gerimis.Tatapanku kosong menghadap keluar jendela kamarku.  Kulihat dedaunan yang basah, disiram air hujan. Aroma syahdu nan sejuk tercium, ketika kubuka perlahan jendela kamarku. "Alhamdulillah! Segarnya," bisikku pelan.

Kuperhatikan jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi, aku ada janji dengan Rina sahabatku, pukul 08.00 nanti, dan hujan masih juga belum reda.

Kami berencana akan menghadiri kajian bulanan remaja di Masjid An-Nur yang letaknya tidak jauh dari rumah kami. Hanya butuh waktu sekitar 20 menit dengan berjalan kaki. Acaranya sendiri, akan dimulai pukul 08.30 pagi.

"Ah! masih hujan.Ya Allah, semogalah hujan segera berhenti, amin." pintaku memohon.

Hampir tiga bulan sudah, aku mengikuti kajian intensif tiap pekan dengan Kak Bunga. Kakak yang mengubah hidupku dari yang jauh syariat kini mulai mendekat. Kak Bunga banyak memberiku nasihat agama, kak Bunga yang mengajariku apa itu Islam kafah.

Mulai dari tata cara beribadah yang benar, cara berpakaian seorang wanita yang sesuai syariat, batasan pergaulan pria dan wanita, hingga kewajiban utama yang dikerjakan oleh para nabi dan rasul yakni 'Dakwah'.

Kak Bunga mengatakan dakwah adalah kewajiban bagi seluruh muslim yang sudah terbebani hukum. Dakwah adalah menyampaikan hukum-hukum Allah, karena menyampaikan hukum Allah itu bukan hanya tugas ulama, da'i atau ustaz saja melainkan seluruh muslim. 

Rasulullah saw bersabda: "Sampaikanlah dariku (Nabi Muhammad) walau hanya satu ayat."

Kak Bunga juga berkata bahwa dakwah adalah MLM pahala. Pahala jariyah yang akan tetap tertransfer walau kita sudah meninggal dunia.

Karena hal itulah yang memotivasiku untuk terus berdakwah, karena amalan nafilah saja tidak cukup, untuk menjamin kita masuk ke surga Allah.

Kali ini sasaran dakwahku adalah Rina, teman sebangkuku di Madrasah Tsanawiyah. 

Kami sudah bersahabat sejak duduk di kelas VII, berarti kini sudah tiga tahun kami menjalin persahabatan. Jangan dikira persahabatan kami adem ayem saja. Pertengkaran kecil pun sering menghiasi persahabatan kami. 

Rina yang manja seringkali membuatku kesal. Rina sering mengeluh pada hal-hal yang sepele.

Bahkan pernah  suatu ketika, dia menangis hanya karena tidak bisa mengikat tali sepatunya yang terlepas. Sehingga membuatnya hampir terjatuh.

Ya Allah, pengen rasanya mencubit pipinya yang 'chubby' tapi melihat wajahnya yang sendu berharap ditolong, membuat hatiku menjadi luluh.

"Sini! Biar ku bantu mengikatnya." jawabku jutek.

Tapi di balik manjanya, dia adalah sahabat yang selalu ada di saat susah maupun senang. Rina sering meminjamiku buku-buku ensiklopedia dari penemu-penemu terkenal, apalagi dia juga sering mengajariku untuk mata pelajaran bahasa Inggris. Dengan bahasanya yang lembut, dia mengajariku mata pelajaran yang menurutku munafik, kok bisa? Lah! iya, karena lain tulisan lain pula cara membacanya. (Hehehe)

Tak terkecuali ketika aku mengajaknya untuk ikut kajian, bentuk rasa cintaku padanya karena Allah, aku tidak ingin sahabatku Rina menjadi remaja yang terus menerus bermaksiat kepada Allah. 

Aku menasehatinya mulai dari ibadah, pergaulan dengan lawan jenis, hingga cara berpakaiannya, yang katanya nge-trend tapi telanjang. Bagaimana tidak, pakaian jins super ketat dengan atasan  yang juga tidak kalah ketatnya dimasukkan kedalam celananya, lalu memakai kerudung sakaratul maut. Ya Allah betapa ingin rasanya kutarik kerudung itu dan kuganti dengan kerudung sorong yang besar agar menutupi area depan dan belakangnya. 

Karena sikap perhatianku itulah Rina marah besar dan menganggap aku begitu mencampuri urusan pribadinya. Rina mulai melabeliku dengan sebutan sok alim, sok ustazah, sok paling paham, terlalu fanatik dalam beragama dan sebutan lainnya. 

Dan yang paling membuatku sedih, seluruh teman-temanku yang lain berhasil dipengaruhi olehnya dan serentak mereka menjauhiku.

Lebih kurang ada satu bulan aku menyendiri di sekolah, dan itu seperti satu tahun rasanya. Tidak ada seorang pun yang mau berteman denganku, aku dianggap sok suci.

Aku menangis sejadi-jadinya saat itu. Ingin rasanya menyudahi semua ini, dan meninggalkan semua hijrahku tentang Islam kafah, dan hidup normal seperti dulu berbaur kembali dengan mereka. 

Tapi, sepertinya Allah menyadarkanku dari mimpi buruk itu. Allah mengirimkan Kak Bunga kembali. Kami tak sengaja bertemu di persimpangan jalan saat mau pulang ke rumah. 

"Kak Bunga," panggilku.

Kak Bunga menoleh, lalu aku bergegas  menghampirinya.

"Eh! adik! sedang apa? Mau pulang sekolah ya?" tanyanya kepadaku.

Aku mengangguk pelan dengan wajah sedih.

"Kenapa?" tanya Kak Bunga lagi.

Tanpa basa-basi aku langsung memeluknya dengan erat menumpahkan segala sedihku kepadanya dan menceritakan apa yang sudah aku alami.

Kak Bunga menyabariku dengan menepuk-nepuk pundakku. "Sabar ya, dakwah emang begitu, pasti akan ada halangan dan rintangannya, dakwah tidak mungkin berjalan mulus. Karena hak dan batil tidak akan mungkin berjalan seirama, pasti akan tolak menolak. Sabar ya, jangan patah semangat, teruslah berdakwah seperti yang Rasulullah lakukan hingga para sahabat berada di barisannya. Begitu juga dengan Salsa, kalau emang mencintai Rina karena Allah dan tidak ingin dia bermaksiat terus, maka tetap nasihati dia dengan ahsan dan jangan lupa doakan dia. Mudah-mudahan Allah membuka pintu hatinya untuk menerima syariat islam." ucap Kak Bunga menghiburku.

Banyak wejangan yang diberikan Kak Bunga kepadaku, untuk memotivasiku didalam berdakwah terutama kepada sahabatku Rina. Sampai akhirnya Rina mau diajak mengikuti kajian.

"Sa.. Salsa!" lamunanku buyar tatkala ibu memanggil namaku.

"Ii_iyya! Bu!" jawabku sedikit kaget.

"Ibu perhatikan kamu dari tadi kadang senyum, kadang sedih sambil melihat arah luar jendela, apa yang sedang dipikirkan?" tanya ibu penuh selidik.

"Ah! tidak ada Bu!" jawabku sambil tersenyum nyengir.

"Kamu tidak jadi pergi? Hujan sudah berhenti tuh." tanya ibu kepadaku.

"Oh! Iya Bu! Terimakasih sudah mengingatkan Salsa, Bu!" ucapku menjawab pertanyaan ibu.

Aku pun bergegas memakai gamis hitamku dengan kerudung marun, keluar dari kamar untuk selanjutnya berpamitan kepada ibu.

"Sarapan dulu Sa!" pinta ibu.

"Tidak Bu! sudah terlambat! nanti Salsa sarapan roti Mang Endeng aja Bu," jawabku sambil berlari keluar rumah.

Aku harus bergegas menuju rumah Rina, dia pasti sudah standby didepan pintu rumahnya, karena memang dibalik manjanya ada  juga kelebihannya, dia ontime pada janji.

Terbukti Rina tidak pernah terlambat ke sekolah, meskipun saat itu, hujan turun sangat deras. Lah! iya juga kali, Rina kan punya mobil yang bisa mengantarnya ke sekolah tanpa terkena hujan. Sungguh beruntung nasibnya.

"Astaghfirullah!" Batinku, sambil memukul-mukul kepalaku, apa yang sudah kupikirkan.

Akhirnya aku tiba dirumah Rina, benar saja dia sudah rapi dan cantik dengan setelan rok kinin hitam, baju potongan pink, dan tak lupa kerudung oval dengan warna senada. Terlihat cerah, sesuai dengan karakternya yang manja.

"Kok! lama sekali sih, datangnya!" omel Rina kepadaku.

"Maaf ya! kan tadi hujan," jawabku santai.

"Ayuklah! Kita berangkat, nanti keburu hujan lagi," ucapku tanpa basa-basi.

"Baiklah!" jawabnya sambil cemberut.

"Hehehe, sudah kuduga itu," batinku sambil tersenyum.

Disela perjalanan tak lupa pula kami mampir sebentar ke warung Mang Endeng untuk membeli roti isi buatannya. Rotinya lembut dengan isian yang sangat enak, harga satuannya Rp5.000, tapi dijamin begitu kamu menggigit, kamu akan ketagihan untuk membelinya kembali. (Hehehe, ngiklan sebentar padahal gak di endorse).

Akhirnya, tempat yang dituju sampai juga, Masjid An-Nur, dimana diselenggarakannya kajian bulanan remaja. 

Terlihat Kak Bunga sedang sibuk bersama rekan-rekannya untuk mempersiapkan jalannya acara. Kali ini memang bukan dia yang mengisi kajian, kulirik di spanduk tertera nama Ustazah Naila.
Keningku mengernyit, mencoba memikirkan siapakah ustazah yang dimaksud, sambil aku mengajak Rina menemui Kak Bunga.

"Assalamualaikum! kak Bunga," ucapku sopan.

"Wa'alaikumssalam!" jawabnya.

"Eh! adik Salsa, Alhamdulillah! sudah hadir ya, ini siapa?" tanya kak Bunga.

Dengan sigap aku langsung memperkenalkan Rina kepada kak Bunga.

"Ini Rina kak, yang kemarin Salsa ceritakan." ujarku.

"Masyaallah! ini ya Rina? cantik ya!" Kak Bunga memuji.

"Iya kak! salam kenal saya Rina," balas Rina sambil tersenyum.

Setelah perkenalan berlangsung, akhirnya kajian dibuka. Kami duduk paling depan, aku sengaja biar Rina lebih fokus mendengarkan, dan benar saja, disepanjang acara berlangsung aku terus memperhatikan Rina, dia tampak serius mendengarkan, sesekali dia terlihat sedih dan hampir mengeluarkan air matanya. Aku merasa Rina terenyuh akan nasihat-nasihat yang disampaikan. Ya Allah, semoga ini jalan bagi Rina untuk lebih mengenal Islam kafah, dan bukan mengenalnya sebagai agama ritual saja namun lebih dari itu Islam merupakan sebuah sistem yang mengatur seluruh urusan manusia. Mulai dari bangun tidur hingga bangun negara, semua diatur oleh Islam. [ry].

Baca juga:

0 Comments: