Headlines
Loading...
Kemerdekaan Itu Saat Mencari Pandangan Allah Semata

Kemerdekaan Itu Saat Mencari Pandangan Allah Semata

Challenge Merdeka 


Oleh. Teti Rostika 

Sahabat, tentu akan sangat tidak enak hati jika dalam hidup ini hanya mencari pandangan manusia. Berbuat sesuatu hanya ingin dipandang manusia. Tentu ini akan sangat melelahkan. Bayangkan saja, segala apa pun yang akan dilakukan,  pertama kali muncul di benaknya adalah apa kata orang nanti.

Misal ada seorang perawan menikah dengan seorang duda, atau sebaliknya seorang janda menikahi bujangan, bagaimana pendapat orang nanti. Malu katanya. 

Atau seorang sarjana yang tidak menikah sederajat dengan sarjana lagi. Apa kata orang nanti?

Bahkan jika seorang wanita sudah tinggi sekolah sampai sarjana tapi malah diam di rumah tidak jadi wanita karier, apa kata orang lain nanti. 

Hem... Dan banyak lagi kasus yang terjadi  saat melakukan sesuatu pertimbangannya adalah apa kata orang lain nanti.

Padahal, patokan dalam berbuat bukanlah pandangan manusia. Tapi pandangan Allah semata. Apakah Allah rida atau tidak dengan perbuatan yang manusia lakukan. Rida dan tidaknya Allah tergantung dengan hukum yang berlaku Allah turunkan. Jika kita berbuat sesuai perintah Allah dan menjauhi larangannya, insya Allah inilah jalan yang Allah akan rida. 

Jika manusia berbuat hanya mendengarkan ocehan orang, maka akan lelah dibuatnya.
Seperti kisah Lukmanul hakim, anaknya dan keledai. Di mana saat Lukman pergi ke pasar, ia menunggangi keledainya. Tapi anaknya hanya berjalan. Kemudian orang-orang di pasar yang melihatnya mengatakan, "Lihat itu, orang tua yang tidak merasa kasihan pada anaknya. Dia enak-enak naik keledai sementara anaknya disuruh berjalan kaki."

Kemudian Lukman pun meminta anaknya untuk menaiki punggung keledai, sedang dia sendiri berjalan kaki. Lantas komentar orang - orang yang berada di pasar berkata lagi. "Hai kalian lihat, ada anak yang kurang ajar. Orang tuanya disuruh berjalan kaki sedangkan dia enak-enaknya naik keledai."

Maka kemudian, Lukman menaiki punggung keledai bersama dengan anaknya. Orang di pasar pun berkomentar, hai teman teman lihat itu, ada dua orang menaiki  seekor keledai. Kelihatannya keledai itu sangat tersiksa.

Lalu Lukman dan anaknya turun dari punggung keledai sambil menuntun keledai ke pasar. Kemudian orang pasar berusil lagi.
"Hai itu di lihat ada dua orang berjalan kaki, sedangkan keledai itu tidak dikendarai. Untuk apa mereka membawa keledai kalau tidak ditunggangi juga?"

Mengambil hikmah dari kisah ini, bahwa ketika hidup bergantung pada penilaian orang, maka melakukan ini dan itu tetap disalahkan. Kalau kata orang Sunda, "hajat gede di omongkeun, hajat leutik ge komo diomongkeun."

Oleh karenanya, sebagai seorang muslim tentu ketika berbuat dan bertindak patokannya adalah hukum syarak aturan yang telah Allah buat. Bukan pandangan manusia.

اَلأَصْلُ فِى أَفْعَالِ اْلإِنْسَانِ التَّقَيُّدُ بَحُكْمِ الله

Pada dasarnya perbuatan manusia itu terikat dengan hukum Syara'.

Selama yang dilakukan oleh seorang muslim itu tidak melanggar hukum syarak, maka tidak usah menghiraukan ocehan orang lain. Kecuali komentar orang lian itu sifatnya adalah mengoreksi kesalahan kita saat menyampaikan Islam.

Maka, jika itu adalah nasehat atau dakwah yang sampai pada telinga kita, tandanya Allah masih sayang pada kita. Menolong berbagai kebaikan memberikan hidayah pada kita. [YS]

Baca juga:

0 Comments: