Headlines
Loading...
Oleh. Eka Suryati 

Apa sih bahagia itu. Siapa sajakah yang berhak untuk bahagia? 

Katanya setiap orang berhak untuk bahagia dan semua orang pasti ingin bahagia. Setiap orang juga memiliki definisi masing-masing tentang bahagia.

Bahagia memang merupakan anugerah yang sangat kita dambakan. Bahagia bisa membuat kita kuat dalam menjalankan hidup dan kehidupan. Bahagia itu milikku, milikmu, dan milik kita. Ya, semua orang berhak untuk hidup bahagia.

Sesungguhnya bahagia itu adalah tentang rasa. Bahagia itu tak harus menunggu kita kaya, memiliki banyak harta, uang, kekuasaan, kawan yang banyak. Walau tak jarang semua itu bisa menunjang untuk hidup agar menjadi bahagia. Bahagia itu bisa sangat sederhana karena letaknya ada di hati kita. Untuk menjadi bahagia tak perlu kita banyak menoleh dan mencarinya di luar diri kita. Tak akan pernah kita menemukan kebahagiaan jika ukuran bahagia itu adalah apa yang menjadi nikmat dari orang lain.

Salah satu kunci kebahagiaan yang paling mudah dan pasti bisa dilakukan semua orang adalah perasaan bersyukur. Bersyukur itu adalah wujud dari ungkapan terima kasih kita atas segala nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada kita. Kalau kita mau dan mampu untuk bersyukur maka hati kita akan menjadi lebih tenang dan hati yang tenang akan membuat kita lebih mudah untuk berbahagia.

Banyak sekali cara kita mewujudkan rasa syukur kita kepada Allah. Orang yang bersyukur itu akan membuat hidupnya jarang atau bahkan tidak mengeluh terhadap apa pun yang menimpa kehidupannya. Apa pun yang sedang dihadapi akan dinilai sebagai bentuk kebaikan yang Allah berikan kepadanya. Itulah sebabnya orang yang mampu bersyukur sangat dekat dengan bahagia bahkan sudah menjalankan hidupnya dengan bahagia.

Dari Anas bin Malik r.a., dari Nabi saw. yang bersabda,

"Tidaklah Allah memberikan nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengatakan 'alhamdulillah' melainkan apa yang Ia berikan itu lebih baik dari pada apa yang Ia ambil," (HR. Ibnu Majah).

Dari hadis di atas ada sebuah cerita bahwa bahagia bisa tercipta bukan hanya karena kita diberi kenikmatan oleh Allah. Bahkan apa yang tadinya kita anggap masalah atau musibah, ketika menyikapinya dengan baik, maka masalah atau musibah itu akan berujung pada suatu peristiwa yang pada akhirnya akan kita syukuri, karena kita terlepas dari musibah yang lebih besar sehingga menimbulkan rasa bahagia yang berkali-kali lipat. Kisahnya sebagai berikut:

Di suatu kantor -tidak saya sebutkan namanya- seorang teman bercerita setelah apa yang menimpa beberapa teman kami yaitu suatu peristiwa yang disebabkan tuduhan melanggar hukum setelah berakhirnya suatu kegiatan. Beliau dipanggil aparat penegak hukum karena pada saat itu dia tidak bisa ikut pada kegiatan tersebut, padahal dia menjadi salah satu panitia pada kegiatan tersebut. Beliau hanya dimintai keterangan mengapa tidak ikut dalam kegiatan itu, padahal ada SPT atas nama beliau dan kawan kami itu memberikan keterangan apa adanya sesuai fakta yang terjadi padanya.

Semula dia merasa kecewa karena harus absen tidak dapat ikut pada kegiatan tersebut. Karena tidak bisa ikut kegiatan itu tentunya dia tidak mendapat imbalan yang seharusnya  diterima sebagai akibat keterlibatannya pada kegiatan itu. Kawan kami tidak jadi ikut kegiatan itu karena harus mengurus orang tuanya yang mendadak sakit. Dengan lapang dada dia mengundurkan diri dari kegiatan yang diselenggarakan bidangnya tersebut.

Tapi apa yang terjadi, ternyata dia satu-satunya teman kami yang dinyatakan tidak bersalah, bahkan terbebas dari pemanggilan berikutnya untuk menjadi saksi oleh aparat penegak hukum. Dengan rasa bahagia yang membuncah, dia berkata bahwa ini adalah kebaikan yang diterima di balik musibah yang terjadi padanya. Jadi rasa bahagia tidak selalu muncul akibat dari nikmat yang kita peroleh, bahkan bahagia bisa muncul di kemudian hari setelah seakan-akan kita tertimpa suatu musibah, asal kita mampu menyikapinya dengan sikap yang lapang dada.

Bahagia itu milik kita. Milik hamba-hamba yang senantiasa bersyukur atas segala yang terjadi baik itu berupa kenikmatan maupun ujian ketidaknyamanan yang menimpa hidup kita.

Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: