Headlines
Loading...
Utang Luar Negeri, Bukti Lemahnya Sistem Ekonomi Negara?

Utang Luar Negeri, Bukti Lemahnya Sistem Ekonomi Negara?

Oleh. Firda Umayah

Oktober 2022 lalu, terjadi penurunan Utang Luar Negeri (ULN) di Indonesia. ULN turun sekitar USD 5 miliar dari bulan September 2022 yang sebelumnya sebesar USD 395,2 miliar menjadi USD 390,2 miliar (liputan6.com,15/12/2022). Penurunan ULN yang terjadi sejak Maret 2022, dianggap baik oleh sebagian kalangan karena merupakan hal yang positif. Apalagi ULN juga dikatakan relatif aman dan terkendali.

Memang, adalah hal yang wajar dalam sistem ekonomi kapitalisme bahwa hampir semua negara memiliki utang. Khususnya negara-negara berkembang. Ini terjadi karena adanya paradigma "mustahil" melakukan pembangunan tanpa utang. Ditambah lagi konsep yang salah dalam melakukan hubungan luar negeri menjadi penyebab banyak negara tak mampu terlepas dari jeratan utang.

Padahal, negara-negara yang memiliki ULN termasuk Indonesia pada dasarnya adalah negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA). Kekayaan alam yang melimpah jika dikelola dengan baik oleh negara maka akan menghasilkan sumber dana yang besar. Tentu saja ini dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Sayangnya, semua itu sulit dilakukan ketika pemimpin negara tidak melakukan fungsinya sebagai pengurus rakyat dengan baik. Dalam konsep sistem kapitalisme, pemimpin hanya berperan sebagai regulator antara rakyat dengan para kapitalis dan korporasi. Sehingga segala kepengurusan rakyat tak lepas dari campur tangan para kapitalis. Termasuk dalam mengelola kekayaan alam dan sumber daya manusia secara umum.

Keterbatasan sumber daya manusia dan alat untuk mengelola SDA menjadi alasan utama pemerintah menyerahkan pengelolaan kekayaan alam kepada pihak swasta dan asing. Kalaupun ada warga negara yang ahli di bidang tertentu, negara mayoritas masih lebih mempercayai pengelolaan SDA kepada yang lain. Keuntungan yang diperoleh para birokrat yang memenangkan perusahaan pengelola SDA juga menambah deret panjang mengapa pengelolaan ini tetap diserahkan kepada swasta dan asing. Kalaupun ada pengelola dari pihak pemerintah, maka jumlahnya tidak sebanding dengan pengelola diluar pemerintah. 

Semua itu jelas membawa kerugian besar bagi rakyat dan negara. Padahal, di negeri yang mayoritas penduduknya muslim, Islam hadir sebagai solusi atas semua masalah hidup manusia. Tentu saja termasuk untuk memberikan solusi dalam kehidupan bernegara.

Islam memandang pemimpin negara adalah penanggungjawab sekaligus pengurus segala urusan rakyat. Seorang pemimpin tidak boleh mengambil tindakan dan keputusan yang merugikan rakyat dan negara. Juga tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam. Termasuk di dalam sistem ekonomi dan politik. 

Dalam politik luar negeri, pemimpin negara tidak boleh melakukan hubungan kerja sama yang dapat menjadikan terkikisnya kedaulatan negara. Seperti terjerat dengan utang luar negeri yang biasanya selalu "dipaksa" saat negara ingin melakukan pembangunan. Meskipun negara pemberi utang atau IMF (Bank Dunia) memberikan iming-iming bunga ringan dan jangka waktu panjang.  

Padahal, utang yang disertai riba adalah sesuatu yang diharamkan dalam Islam. Lebih dari itu, bagi negara yang tidak mampu membayar utangnya, ancaman hilangnya kedaulatan negara akan selalu mengintai. Sebab negara yang berutang harus rela melakukan kerja sama dalam berbagai proyek yang dilakukan sesuai dengan keinginan negara pemberi utang.

Dalam sistem ekonomi, Islam memandang bahwa kekayaan alam dalam suatu negara merupakan kepemilikan umum. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ahmad. Rasulullah saw. bersabda bahwa umat Islam berserikat dalam padang rumput, air dan api. 

Oleh karena itu, kekayaan ini harus dikelola oleh negara dan dinikmati oleh rakyat secara langsung. Kalaupun ada kekayaan alam yang tidak bisa langsung dinikmati oleh rakyat seperti barang tambang, maka ini harus dikelola dan dijual setelah terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. Hasil penjualan nantinya akan dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan keperluan rakyat. Seperti untuk membangun infrastruktur dan biaya operasional dalam bidang pendidikan, kesehatan, layanan publik dan lain-lain.

Jika pengelolaan kekayaan alam masih tidak mencukupi, maka negara masih memiliki pos-pos pengambilan harta yang telah ditetapkan oleh Islam. Negara bisa mengumpulkan pendapatan dari pos zakat, jizyah, kharaj, usyr, ghanimah dan fa'i. Khusus untuk pos zakat maka ini hanya diperuntukkan bagi delapan golongan sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur'an surat At-Taubah ayat 60.

Sehingga, banyak pos pendapatan negara ditambah kekayaan alam yang melimpah dan pengelolaan yang benar akan menjadikan negara kuat dan berdaulat. Tidak tunduk kepada asing atau yang lainnya. Tentu saja hal ini hanya bisa diraih ketika pemimpin negara tersebut menjadikan Islam sebagai landasan semua aturan yang diterapkan dalam negara tersebut. Wallahu a'lam bishawab.

Baca juga:

0 Comments: