
Oleh. Ratty S Leman
Entah berapa kali Faiz terlambat pulang sekolah, itu sudah biasa. Biasanya hanya beberapa menit, paling lambat 1 jam. Tapi kali ini benar-benar di luar kebiasaan. Sampai Bu guru ngajinya mau pamit pulang menjelang maghrib belum muncul batang hidungnya.
Melelehlah air mata Ning. Doa sepanjang ashar sampai jelang maghrib tak putus-putus dia panjatkan. Semoga anaknya segera pulang. Faiz tidak membawa handphone hari ini. Handphonenya tertinggal di meja belajarnya.
Sambil berdoa Ning teringat masa-masa pulang sekolah terlambat. Ning pernah bertanya, "Kemana Mas? Mengapa pulang terlambat?" Jawab Faiz biasanya, "Membaca buku dulu di Gunung Agung".
Hobinya memang membaca buku. Paling suka dia ke toko buku. Membaca buku apa saja, dari buku pelajaran, sampai buku komik. Jika ditawarkan untuk dibeli saja bukunya, nanti dibaca di rumah. Faiz akan menjawab, "Kalau apa yang aku baca dibeli, semua buku nanti aku beli. Tidak usah membeli, dibaca saja di sini. Nanti habis uangnya buat beli banyak buku".
Jawabannya diplomatis dan pinter ya. Ning sebagai Ibunya tentu senang anaknya suka membaca buku dan bisa berhemat. Faiz hanya membeli buku yang benar-benar dia perlukan. Kegemarannya membaca buku dia salurkan dengan sering membaca buku di toko buku atau di perpustakaan.
Bahkan sering jika dia bosan dengan buku-buku di Gunung Agung. Saat Sabtu atau Ahad, dia izin untuk pergi ke Gramedia yang jaraknya cukup jauh.
Suatu ketika, Ning selesai berbelanja kemudian ke toko buku menghampiri Faiz. Tak diduga ada penjaga toko buku yang menghampirinya dan menyapa dengan ramah, "Putranya, Bu?" Ning mengangguk juga dengan ramah, "Iya Mas".
Penjaga toko buku itu melanjutkan, "Dia sering ke sini membaca buku. Semua teman-teman di sini sudah tahu anak ibu. Kami biarkan dia sesukanya membaca buku sampai puas dan pulang. Ning malu dibuatnya sambil menyatukan tangan memohon maaf, "Oh, terimakasih ya Mas".
Penjaga toko itu berkata lagi, "Anaknya dari sekolah negeri pasti pintar karena suka membaca". Ning tersipu, "Alhamdulillah, Mas. Mohon maaf ya bila ada perilakunya yang kurang berkenan". Penjaga toko itu melanjutkan, "O, tidak kok. Dia sopan". Alhamdulillah batin Ning. Ning berpesan, " Iya, Mas mohon maaf. Nanti kalau dia kapan-kapan ke sini lagi mohon diawasi ya." Mas penjaga toko itu pun tersipu dan pamit, "Mari Bu, saya pamit dulu". Ning pun mengiyakan, "Silakan Mas."
***
Ning bertanya-tanya dalam hati, apa membaca buku ya. Tapi mengapa lama amat? Biasanya dia paham jika hari Kamis ada jadwal qiro'ati dengan Ustadzah Thoyibah.
Adzan maghrib sudah terdengar bertambahlah rasa cemas itu. Seharusnya jam 15.00 sudah sampai rumah, jam 16.00 qiro'ati. Ini sudah jam 18.00.
Ning segera mengambil air wudhu dan sholat maghrib. Setelah sholat dia terus berdoa dan menangis. Sudah ditelponnya suami di kantor. Cemas dia memikirkan anaknya.
Tiba-tiba terdengar pintu dibuka dan suara Faiz mengucap salam, "Assalamu'alaikum".
Segera Ning berlari dari ruang sholat ke ruang tamu. Alhamdulillah dilihatnya Faiz sudah pulang ke rumah. Ning langsung bertanya," Mengapa sampai maghrib, Mas? Tak biasanya begitu kan?" Faiz menjawab, "Maaf, terlambat. Saya tadi lewat jembatan gantung dan mengamatinya." Ning mengerutkan keningnya, "Memang ada tugas sekolah?" Jawabnya singkat, "Tidak".
"Ya sudahlah, ayo cepat mandi dan sholat maghrib. Tadi ditunggu Bu Thoyibah lho tidak datang-datang", Ning memerintahkan Faiz. Segera ditelponnya suaminya di kantor untuk mengabarkan jika Faiz sudah pulang agar Kenang tak cemas.
Baca juga:

0 Comments: