
Story Telling
Pengorbanan dan Perjuangan Ibu
Oleh. Enny Ummu Almira
Naura masih belum percaya di saat anak pertamanya baru berusia 5 bulan, dirinya sudah hamil lagi.
Namun Rizal suaminya selalu menenangkan bahwa saat mereka diberi amanah berupa anak, berarti Allah percaya kepada mereka. Mereka harus percaya dan berbaik sangka kepada Allah dengan menjaga kehamilannya hingga melahirkan kelak.
Hari-hari dilalui Naura dengan penuh kehati-hatian. Di satu sisi, dia sedang menikmati peran baru sebagai seorang ibu. Di sisi lain, dia juga harus berperan sebagai mahasiswi sekaligus wanita karir dan ibu rumah tangga (istri).
Perang batin seringkali dirasakan Naura. Dari awal menikah, suaminya memang menginginkan Naura 'resign' (keluar) dari pekerjaanya.
Akan tetapi, karena saat itu Naura belum memiliki kesibukan mengurus anak dan suami masih bekerja dan kuliah, jarang di rumah, jadi Naura minta izin dan dispensasi agar tetep diizinkan untuk bekerja. Selagi Naura berada di posisi yang selama ini dia inginkan.
Akan tetapi begitulah. Naura harus siap dengan risiko yang harus dia terima. Tidak jarang, di saat badan berada di kantor tapi pikiran ada di rumah memikirkan anaknya. Apalagi kehamilan anak kedua ini, di trimester pertama seolah tidak dirasakan sebagaimana waktu hamil anak pertama yang masih belum banyak pengalaman. Mungkin karena teralihkan oleh suasana dan kesibukan aktivitas ibunya. Beruntung, kehamilan kali ini tidak se-rewel kehamilan pertama. Beruntung lagi, ada mertua dan saudara yang masih bersedia untuk membantu dan menjaga anaknya di rumah ketika Naura sedang beraktivitas di luar rumah.
Kehamilan kedua ini bertepatan dengan kegiatan PPL kampusnya, yaitu praktik mengajar di sebuah SMA di Bandung Kota.
Mau tidak mau, Naura harus bekerja keras untuk membagi waktu dan tenaganya, antara pekerjaan yang memberikan toleransi waktu untuk bisa melakukan PPL sesuai jadwal dan ketika selesai, Naura bisa melanjutkan pekerjaan di kantor. Pada kesempatan ini, Rizal rela mengambil cuti kuliah demi mengantar Naura ke sana kemari, ke kantor, ke kampus, dan ke rumah. Mumpung kantor tempat Rizal bekerja juga tidak seketat perusahaan lain, karena masih tergolong perusahaan keluarga besar. Jadi jam kerjanya masih bisa dikondisikan.
Selain itu, Naura tergolong cepat menyelesaikan mata kuliah yang diambil. Maka, ketika melakukan PPL, dia juga menyusun skripsi agar cepat selesai. Risikonya, jam terbang untuk ke sana kemari bertambah. Lagi-lagi, peran Rizal sebagai suami Naura sangat besar, karena harus mengantarkannya untuk bimbingan skripsi. Di saat ada revisi, Rizal juga ikut membantu pengetikan konsep yang sudah Naura tulis, yang kadang ia lakukan di malam hari.
Kadang, Naura harus pergi ke rumah dosen ketika tidak bisa ikut bimbingan skripsi di kampus. Kerja sama yang bagus antara suami dan istri yang saling mendukung.
Perasaan bersalah ada kalanya muncul dalam benak Naura. Dia belum bisa menjalankan peran sebagai istri bagi Rizal suaminya, peran sebagai ibu bagi anaknya, bahkan sebagai karyawan di kantornya belum bisa maksimal dan baik. Paling tidak, dia berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan kualitas terbaik, meski secara kuantitas belum cukup. Seperti minta izin absen di kantor bertepatan dengan kegiatan kampus. Hal itu tidak masalah ketika Naura mampu menyelesaikan pekerjaan kantornya dengan baik, sesuai harapan direktur maupun manajernya. Itu pun disertai keluhan ada pekerjaan yang bukan job desk-nya, tapi diminta untuk menyelesaikannya. Hal ini sempat membuat Naura ingin segera 'resign' dari pekerjaannya.
Sementara itu, anaknya di rumah hanya mendapatkan sisa waktu ibunya. Pulang kerja pun kadang larut malam, karena harus mampir ke rumah dosen dulu, atau menyelesaikan pekerjaan kantornya yang belum usai, sebagai konsekwensi waktu siangnya tersita untuk aktivitas di kampus atau tugas PPL mengajar di sekolah.
Meskipun demikian, Naura tetap mengambil alih perannya sebagai ibu untuk anak di rumah. Sepulang kerja hingga pagi sebelum berangkat beraktivitas, Naura membuatkan anaknya susu, mengajaknya berbicara dan mengganti popoknya jelang tidur di malam hari. Bahkan di pagi harinya, Naura menyempatkan waktu untuk memandikan dan menyuapi anak sarapan sambil bermain meski hanya sebentar.
Saking sibuknya, tidak terasa kehamilannya sudah memasuki 9 bulan. Pada awalnya, murid-murid di sekolah tidak mengira bahwa Naura sedang hamil. Maklum, pakaian yang dikenakannya adalah gamis terusan dan kerudung agak besar yang menutup dada, perut dan bagian belakang, sehingga perut besarnya tidak terlihat sebelum usia kandungan 9 bulan. Kehamilan besarnya membuat Naura diperlakukan lebih istimewa di sekolah tempat PPL. Begitu pun saat bimbingan skripsi. Kehamilan besarnya juga bisa menjadi alasan ke dosen agar skripsi dipercepat dan beres sebelum melahirkan.
Semuanya berjalan dengan baik. Di sidang ujian skripsi, Naura menghitung hari jelang HPL. Hasilnya, ujian sidang skripsi selesai dengan hasil memuaskan.
Naura sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukungnya, terutama suaminya, juga pihak kantor, kampus, sekolah dan mertua bersama saudaranya yang telah menjaga anaknya. Naura tinggal menunggu jadwal wisuda yang waktunya diperkirakan beberapa bulan setelah melahirkan.
Kini tiba waktunya persalinan. Naura sempat khawatir karena hari itu jadwal suaminya tugas keluar kota. Beruntung, hari itu adalah hari terakhir tugasnya di luar kota. Bertepatan ketika Naura mulas atau kontraksi pertama kali, suami Naura baru pulang dari luar kota, bahkan masih memarkir mobilnya di halaman rumah. Namun karena kontraksinya sering, Rizal segera membawa Naura ke tempat bersalin terdekat yang sebelumnya sudah menjadi tempat kontrol rutin. Mereka berjalan kaki, karena jaraknya tanggung dan kondisi cuaca hujan, serta rute yang lebih dekat ditempuh dengan berjalan kaki. Ada jalan alternatif atau jalan pintas yang mereka lewati dalam kondisi hujan deras.
Rizal belum sempat duduk untuk istirahat. Benar saja, saat sampai di rumah bersalin, Naura dicek sudah masuk pembukaan 6. Tidak butuh waktu lama untuk persiapan persalinan malam itu juga. Jika proses kelahiran anak pertamanya membutuhkan waktu hingga 2 hari, kelahiran anak kedua kali ini hanya butuh waktu sekitar 2 jam lebih. Alhamdulillah. Lega rasanya anak lahir dengan lancar dan mudah, setelah melalui perjuangan panjang selama kehamilannya. Anaknya lahir dengan jenis kelamin laki-laki, lucu, sehat dan normal. Keesokan harinya Naura sudah boleh pulang. Kini rumah bertambah ramai karena ada bayi dan anak kecil berusia 1,2 tahun. Naura dan Rizal bersyukur atas karunia Allah, dengan adanya anak ini.
Baca juga:

0 Comments: