Headlines
Loading...
Oleh. Salma

Suatu pagi di rumah Bu Sita.

"Ana, ayo cepetan mandi. Gantian sama adek- adek. Habis itu bantuin Ibuk di dapur!" seru Bu Sitag. Tangannya sibuk memotong sayuran. Netranya sesekali memandangi jam dinding yang ada di dapur.  Ana adalah anak pertama Bu Sita yang saat ini duduk di kelas 6 SD.

"Adi, bangun to Le ..., sudah jam berapa ini? Ayo lekas mandi. Mau sekolah nggak?" Giliran Adi anak keduanya yang diteriaki. 

Ana dan Adi melangkah malas-malasan ke kamar mandi. 

"Ayo....buruan mandi. Antri!" teriak Bu Sita lagi.

"Aku dulu." Ana berusaha masuk kamar mandi duluan.

"Aku dulu!" Adi berusaha masuk duluan.

"Astaghfirullah, selalu begini! Selalu rebutan mandi! Ibu sudah bilang, segera mandi biar gak antri. Selalu rebutan seperti ini. Haduhhhh ...!" sungut Bu Sita. "Sudah, Ana duluan. Cepetttt!" tambahnya.

Sambil menyelesaikan masakannya, Bu Sita terus ngomel sepanjang pagi itu. Dia benar- benar gusar dengan anak-anaknya yang setiap pagi selalu memancing emosi. Capek rasanya marah terus. Tapi anak-anaknya selalu susah dinasihati.

"Astaghfirullah." Bu Sita mengelus dadanya.

***

Setelah anak- anaknya berangkat sekolah, Bu Sita melanjutkan aktivitasnya di rumah. Membersihkan rumah sambil mencuci baju. Sekitar jam 9, pekerjaannya selesai. Bu Sita lega.

"Me time ...." Senyumnya mengembang. "Saatnya fesbukan." Bu Sita mula men-scroll layar hp di tangannya. Membaca status, melihat-lihat resep masakan. Beraneka ragam  artikel berseliweran di beranda Facebooknya. Netranya terhenti pada sebuah artikel parenting berjudul "Kaki Dulu, Baru Mulut."

"Apa ini maksudnya?" bisik Bu Sita pelan. 

Rasa penasaran membuatnya tergerak untuk membaca artikel tersebut. Beberapa menit dia habiskan untuk membaca penuh konsentrasi.

"Ya Allah, begitu ya seharusnya. Dekati dulu anaknya, jangan teriak- teriak dulu. Anak yang di pagi hari sudah mengawali hari dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, bisa dipastikan sepanjang harinya tidak akan menyenangkan."

"Astaghfirullah. Maafkan ibu, Nak. Hampir setiap pagi Ibu selalu teriak-teriak, marah-marah. Hampir setiap pagi kalian sarapan omelan Ibu. Ya Allah, bagaimana hari- hari kalian di sekolah? Pasti sangat tidak menyenangkan. Astaghfirullah ..." Bu Sita terus merutuki dirinya sendiri.

"Maafkan Ibu ya, Nak. Ini mungkin karena Ibu suka tidur kemalaman gara-gara nonton sinetron yang gak habis-habisnya itu. Akibatnya Ibu bangunnya kesiangan juga. Pekerjaan pagi jadi serba tergesa- gesa. Kalian yang jadi korban. Ya Allah..."

Bu Sita terlihat sangat menyesal. Dia jadi ingin segera memeluk dua buah hatinya. Meminta maaf atas kekurangannya, emosinya yang selalu tak bisa dikendalikan. Dia berjanji akan berubah. Tidak akan marah-marah lagi. Berusaha sabar dan menjadi Ibu yang lebih baik lagi.

"Bantu aku untuk terus bersabar, ya Allah. Ampuni aku yang selama ini bersikap tak baik kepada dua amanah dari-Mu. Maafkan aku, Ya Allah," batin Bu Sita, dia tergugu dalam kesendiriannya.

Bismillah, menyambut esok hari yang lebih baik. Menjadi ibu yang sabar dan santun saat berucap. Semoga Allah ridai. Aamiin.

Baca juga:

0 Comments: