
OPINI
Meroketnya Harga Pangan, Agenda Langganan Tahunan
Oleh. Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Harga pangan kian tak bersahabat. Beragam harga kebutuhan harian rakyat semakin melambung tinggi. Harga telur, misalnya. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN), per tanggal 5/12/2022, harga telur mencapai Rp 30.450 per kilogram. Naik Rp 400 (bisnis.com, 5/12/2022). Padahal sebelumnya berkisar Rp 24.000-28.000 per kilogram. Tak hanya telur, harga segala jenis cabai pun serentak naik. Harga cabe rawit merah mencapai Rp 52.000 per kilogram. Naik Rp 3.750. Cabai rawit hijau Rp 43.500, naik Rp 2.800. Sementara cabai merah besar dan keriting, juga naik. Masing-masing, naik Rp 850 dan Rp 550, menjadi Rp 38.350 per kilogram dan Rp 37.450 per kilogram (bisnis.com, 6/12/2022)
Kenaikan harga ini pun hampir merata menyapa semua jenis komoditas pangan. Mulai dari beras, bawang merah, daging dan beragam komoditas lainnya.
Fenomena kenaikan tak hanya terjadi saat akhir tahun saja. Terlalu sering kenaikan komoditi ini terjadi. Terutama saat peringatan hari-hari besar keagamaan. Alasannya karena permintaan meningkat otomatis penawaran pun meningkat. Sementara stok tak memenuhi standar persediaan yang seharusnya. Akibatnya harga naik karena stok tak memenuhi kebutuhan pasar.
Wakil Menteri BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Pahala Nugraha Mansury, blak-blakan tentang persediaan beras Bulog semakin menipis sejak Oktober 2022 lalu (CNBCIndonesia.com, 5/12/2022)
Keadaan pangan dalam negeri semakin memprihatinkan. Kala stok menipis dan harga melonjak, ternyata negara ini mensolusikannya dengan membuka keran impor, meski disambut pro dan kontra masyarakat. Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso memastikan beras impor akan tiba bulan Desember ini (kompas.com, 5/12/2022). Beras yang diimpor sejumlah 200 ribu ton impor dinilai perlu karena stok beras pemerintah kian kritis menjelang akhir tahun (tempo.co, 7/12/2022)
Kebijakan impor ini tentu merugikan perani lokal dalam negeri. Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Dewan Pengurus Pusat, Mujahid Widian, menyayangkan langkah Bulog yang menetapkan kebijakan impor beras. Terlebih, empat bulan terakhir ini nilai tukar petani menunjukkan tren yang positif (bisnis.tempo.co, 7/12/2022)
Karut-marutnya urusan pangan dalam negeri menunjukkan bahwa pengelolaan pangan rakyat sangat buruk dan tak terkendali. Padahal, negeri ini dikenal sebagai negeri gemah ripah loh jinawi. Negeri subur yang kaya akan sumberdaya alam yang luar biasa. Sungguh ironi.
Kelemahan berbagai proyek strategi pangan nasional pun memberikan pengaruh negatif pada keadaan pangan dalam negeri. Pangan yang sebetulnya melimpah diatur oleh sistem yang tak amanah. Ini pun menjadi fokus kegagalan pangan. Pengelolaan ala oligarki kapitalis menitikberatkan pada keuntungan para penanam modal.
Menjamurnya kartel-kartel pangan yang semakin mengganggu arus distribusi pangan. Akhirnya segala macam harga komoditi meroket tak karuan. Sehingga wajar saja negara yang begitu kaya sumberdaya tak mampu memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Akhirnya seluruh kebutuhan pangan rakyat ditopang oleh produksi negara lain. Negara abai pada nasib para petani dan produksi dalam negeri. Sistem ini pun berpotensi rentan terjadi manipulasi dan korupsi serta berbagai kecurangan lainnya. Segala regulasi diubah dan diciptakan serta disesuaikan sesuka hati demi kepentingan para pemilik modal. Bukan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Negara dengan sistem sekulerisme kapitalistik mengesampingkan seluruh kebutuhan rakyat. Tak peduli nasib rakyat. Padahal seharusnya negara-lah pengatur seluruh urusan rakyatnya. Negara menjauhkan seluruh aturan agama dalam menjalankan fungsinya. Bahkan segala keputusan disetir asing dan swasta yang mendominasi segala pengelolaan sumberdaya. Akhirnya kedaulatan negara pun tergadaikan. Tak ada kekuatan.
Islam mensyariatkan, bahwa negara adalah pengatur seluruh kebutuhan rakyat, termasuk di dalamnya, pangan, sandang, papan, kesehatan hingga pendidikan.
Rasulullah SAW. bersabda, "Imam (Khalifah) adalah ra'in (pengurus hajat hidup orang banyak) dan ia bertanggung jawab pada seluruh kebutuhan rakyat" (HR. Muslim dan Ahmad).
Negara wajib menentukan pengelolaan politik dalam bidang pangan rakyat. Negara pun bertanggung jawab penuh atas segala bentuk kebijakan terkait kedaulatan pangan nasional. Tak menyandarkannya pada pihak swasta atau asing, yang notabene dapat merenggut kedaulatan dalam negeri.
Masa krisis pun pernah dialami semasa Kekhilafahan. Salah satunya masa Khalifah Umar bin Al Khaththab. Kota Madinah, pusat Daulah Islamiyah kala itu, mengalami masa sulit pangan selama 9 bulan. Dalam kitab "The Great Leader Umar bin Khaththab" karya Dr.Muhammad As Shalabi, Khalifah Umar bertindak cepat dengan memberikan bantuan langsung berupa pangan kepada seluruh rakyat. Beliau pun melayangkan surat kepada para gubernur di berbagai daerah kaya. Hingga akhirnya, berbagai bantuan datang. Gubernur Mesir, Amru bin Al Ash, mengirimkan seribu unta dengan membawa gandum, dan beragam keperluan lainnya bagi seluruh penduduk Madinah. Pun demikian dengan Irak dan wilayah-wilayah kaya lainnya. Bergerak cepat membantu wilayah yang terdampak krisis.
Ukhuwah Islamiyah dapat menjadikan negara kuat karena satu akidah yang saling menjaga. Berbeda dengan sistem saat ini. Tak ada ukhuwah Islamiyah. Negara asing penjajah, kafir harbi, dijadikan sandaran untuk menopang krisis harga pangan nasional. Tak ayal, kedaulatan negara pun akhirnya tergadaikan. Memprihatinkan.
Sistem Islam-lah satu-satunya sistem yang menjaga seluruh umat. Tak ada pilihan lain. Karena di dalamnya terdapat pengaturan amanah. Sebagai perintah dari Allah SWT, Dzat Maha Kuasa. Sistem ini menjamin terlahirnya pemimpin yang pro rakyat. Bukan pemimpin yang zalim atas segala nasib umat.
Wallahu a'lam.
Baca juga:

0 Comments: