
OPINI
Ironi Peringatan Hakordia, Namun Tak Mampu Atasi Tikus-tikus Berdasi
Oleh. Adinda Khoirunnisa' (Aktifis Muslimah)
Korupsi sudah sepantasnya menjadi musuh bersama. Tindakan korupsi sangat merugikan negara. Harta negara yang seharusnya digunakan untuk memajukan dan menyejahterakan bangsa hilang dimakan tikus-tikus berdasi. Wajar jika negara-negara di dunia menyatukan pandangan untuk melawan korupsi hingga ditetapkan hari antikorupsi sedunia (Hakordia) setiap tanggal 9 Desember sejak tahun 2003.
Namun, Hakordia sepertinya hanya sekadar seremonial tahunan yang tidak memberikan pengaruh. Pasalnya angka korupsi masih saja ada dan kian marak.
Pada tahun 2022, tidak kurang dari 1.400 orang berhasil dicatut KPK yang terdiri dari sejumlah pejabat pemerintah eksekutif, legislatif, dan oknum-oknum . (kompasiana.com/6 Nov 2022)
Kasus korupsi di negeri ini tampak tak pernah surut. Hal ini menunjukkan bahwa hal ini tidak hanya persoalan karakter individual tetapi ada persoalan kesalahan cara pandang serta persoalan sistemik yang harus diselesaikan.
Masyarakat saat ini cenderung memandang bahwa seorang pejabat identik dengan kaya dan mewah. Mereka tidak menyadari bahwa jabatan adalah amanah. Sehingga ketika seorang tengah menjabat cenderung memanfaatkan jabatan untuk memenuhi gaya hidup mewah. Contohnya saja, Ada yang awalnya sekadar rakyat biasa dan pedagang yang bersahaja akan tetapi setelah menjabat tidak lama kemudian kehidupannya berubah mewah. Kemewahan Ini juga menjadi magnet pendorong banyak orang ingin menjadi pejabat. Kemewahan yang didapat tentu tidak akan mampu diraih dengan hanya sekadar mengandalkan gaji dan tunjangan, tetapi dengan cara curang yakni korupsi.
Secara sistemik, dalam sistem demokrasi-kapitalistik untuk menjadi pejabat dibutuhkan biaya yang besar. Seorang calon anggota legislatif, kepala daerah, hingga lurah membutuhkan biaya besar. Biaya tersebut tentu tidak hanya dari harta pribadi, namun juga menghimpun pemodal yang siap membiayai semua hingga menang dalam kontestasi. Sehingga wajar ketika telah terpilih harus melakukan upaya-upaya untuk menambah penghasilan untuk mengembalikan modal tersebut serta melakukan balas budi pada pemilik modal. Semuanya ditempuh dengan jalan korupsi.
Tentu akar permasalahan kasus korupsi ini harus segera ditemukan solusinya. Sebagai seorang muslim hendaknya kita menjadikan Islam sebagai solusi kehidupan. Islam yang pernah diterapkan berabad-abad lamanya telah mampu mencetak pejabat amanah.
Islam memandang bahwa jabatan merupakan amanah. Hanya layak diemban oleh orang-orang yang mampu dan bertakwa. Meskipun seseorang itu ahli, akan tetapi ketakwaan juga harus menyertai. Ketakwaan yang akan mengontrol individu pejabat sehingga tetap lurus dalam menunaikan amanah.
Rasulullah saw. ketika menasihati Abu Dzar bersabda: "Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Dan sesungguhnya jabatan itu adalah amanah dan sungguh pada hari kiamat nanti jabatan itu akan menjadi sumber kehinaan dan penyesalan kecuali bagi orang yang memangkunya dengan benar dan mampu menunaikan apa yang menjadi kewajibannya." (HR Muslim 3404)
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki aturan tegas untuk menghentikan korupsi. Islam mengenal istilah ghulul (curang). Harta ghulul adalah harta yang diperoleh dari pejabat negara dengan cara yang tidak sesuai syariat. Setiap harta yang diperoleh dengan memanfaatkan jabatan, kekuasaan, atau status kepegawaiannya baik harta tersebut berasal dari harta negara atau harta individu, maka harta tersebut dianggap ghulul.
Adapun mekanisme Islam untuk menghentikan korupsi adalah melarang individu dan pejabat melakukan korupsi. Dari Mu’adz bin Jabal yang berkata, “Rasulullah saw. telah mengutus saya ke Negeri Yaman. Ketika saya baru berangkat, ia mengirim seseorang untuk memanggil saya kembali, maka saya pun kembali.” Nabi bersabda, “Apakah engkau mengetahui mengapa saya mengirim orang untuk menyuruhmu kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu apa pun tanpa izin saya, karena hal itu adalah Ghulul (korupsi). Barang siapa melakukan ghulul, ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat. Untuk itu saya memanggilmu, dan sekarang berangkatlah untuk tugasmu.” (HR. At-Tirmidzi)
Bagi pejabat negara, Islam memberikan gaji dan tunjangan yang pantas serta memberikan pelayanan umum yang memadai. Sehingga kebutuhan hidup diri dan keluarga tercukupi. Penetapan syarat untuk menjadi pejabat negara juga sangat jelas yakni merdeka, mampu, dan bertakwa bukan syarat ala-ala asal punya uang dan popularitas.
Ketika didapati seorang pejabat korupsi, maka sistem Islam menetapkan sanksi yang tegas untuk memberikan efek jera dan juga pencegah munculnya kasus serupa. Di antara hukuman yang diberikan adalah dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati.
Dalam Islam sanksi tersebut mempunyai fungsi jawabir (penebus) yang berarti menebus dosa pelaku di dunia dan tidak akan dibalas di akhirat kelak; serta fungsi zawajir (pencegah) yang berarti mencegah manusia lainnya melakukan tindak kejahatan serupa.
Demikianlah Islam menyelesaikan kasus korupsi. Mekanisme pemberantasan korupsi ini tidak akan pernah diupayakan oleh sistem demokrasi-kapitalisme. Hanya sistem Islam yang akan mampu menihilkan kasus korupsi. Sebuah sistem yang datang dari Sang Pencipta. Oleh karena itu, kita harus memperjuangkan perubahan menuju arah Islam dan solusi Islam untuk memberantas korupsi dengan mewujudkan sistem pemerintahan Islam (Khil4f4h) yang akan menerapkan syariat Islam kaffah. Wallahu'alam bi Showab.
Baca juga:

0 Comments: