Headlines
Loading...
Euforia di Tengah Bencana, Dimana Empati Penguasa?

Euforia di Tengah Bencana, Dimana Empati Penguasa?

Oleh. Vivi Nurwida 

Agenda Nusantara Bersatu yang diselenggarakan oleh relawan Jokowi pada Sabtu, 26 November 2022, menarik perhatian banyak kalangan. Bagaimana tidak, di tengah musibah gempa Cianjur, justru Presiden merasakan euforia gelaran acara megah yang dilaksanakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) ini.

Selain itu, gelaran akbar yang diperkirakan menghabiskan dana yang tidak sedikit ini, juga menyisakan banyak sampah yang berserakan. Dilansir dari cnnindonesia.com, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengerahkan hingga 500 personel pasukan oranye untuk membersihkan dan mengangkut sampah yang ada, hingga berhasil mengumpulkan total 31 ton beragam jenis sampah usai acara tersebut.

Tentu euforia acara ini pada akhirnya  menyisakan luka dan pertanyaan, dimana empati penguasa?

Sangat Disayangkan

Acara ini tentu sangat disayangkan, di tengah bencana gempa Cianjur yang menyisakan duka yang mendalam, terlebih bagi para korban, penguasa negeri ini justru larut dalam euforia acara yang tidak semestinya. Sudah seharusnya masyarakat dan penguasa berempati dengan lebih memfokuskan pada recovery bencana yang membutuhkan waktu, dana, dan perhatian yang tidak sedikit. 

Mereka hanyut dalam euforia menjelang pemilu yang akan berlangsung pada tahun 2024. Padahal politik bukan hanya soal capres-capres saja, melainkan meriayah urusan umat. Ada umat yang harus diriayah dalam musibah gempa Cianjur ini, diperlukan kepekaan yang mendalam dari pemimpin negeri.

Relawan dan Pendanaan

Ribuan relawan yang datang memadati GBK ini, juga menyisakan tanda tanya, apa kinerja para relawan itu dan siapa yang memberikan pendanaan terkait acara ini? Tidak mudah untuk mengumpulkan relawan terlebih hingga mencapai ribuan. Di sisi lain umat lebih condong untuk tidak mengurusi politik. Pasti ada materi yang didapat ketika mengikuti acara ini, entah terkait makan ataupun uang saku.

Sedang untuk kelompok Islam diberikan info adanya istighosah akbar yang akan digelar di tempat ini, namun mereka akhirnya kecewa karena merasa ditipu penyelenggara, kenyataannya acara yang diselenggarakan berbau politik dengan hiburan musik dangdut.

Pergerakan relawan hanya akan muncul diawal pemilu, selanjutnya mereka ada yang mengkritik, ada juga keluar dari barisan relawan. Bahkan, bisa berubah menjadi bumerang dengan melawan orang yang sebelumnya didukung.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mencatat  bahwa ketua panitia acara ini  adalah Staf Khusus Milenial Presiden Joko Widodo, Aminuddin Maruf. Sementara yang bertindak sebagai Steering Committee adalah Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid. Menurutnya, ada dua kemungkinan sumber dana berasal, dari negara atau swasta. (dikutip dari rmol.id, 27/11/2022).

Buah Kapitalisme: Pemimpin Minim Empati 

Inilah tabiat penguasa yang berada dalam sistem batil kapitalisme. Sistem ini mempunyai asas sekularisme, yakni pemisahan antara agama dengan kehidupan. Karena hanya mengakui keberadaan Tuhan, namun menolak aturan-aturan yang berasal dari Tuhan. Pengemban sistem ini memandang manusia yang paling tahu terkait apa yang terbaik baginya, mereka bisa membuat aturan sesukanya.

Tujuan hidup yang diajarkan pada sistem ini adalah untuk materi atau manfaat belaka, tanpa peduli halal-haram. Maka tak heran jika pemimpin yang lahir dari rahim sistem ini hanya mementingkan materi belaka. Mereka hanya mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok dan partainya. Akhirnya, dengan musibah yang terjadi, mereka minim empati.

Seperti halnya pendanaan para relawan di atas, tentu tidak ada makan siang gratis. Jika pendanaan dari swasta, dapat dipastikan penguasa akan disetir oleh para kapital terkait kebijakan ke depan, tentu untuk mengembalikan modal yang telah dikucurkan, bahkan mendapat lebih dari yang dikeluarkan.
 
Pemimpin yang Memikirkan Umat

Dalam acara ini presiden juga menyebutkan pernyataan tips bagaimana memilih seorang pemimpin. Sosok pemimpin yang baik menurutnya adalah mempunyai banyak kerut dan berambut putih. Hal ini menandakan bahwa pemimpin ini banyak memikirkan umat.

Sontak pernyataan ini mendapatkan respon dari berbagai kalangan. Para pengamat menyebut bahwa pernyataan ini adalah untuk meng-endorse nama tertentu. Selain itu, pernyataan ini juga dianggap karena perintah Megawati Soekarnoputri. Bagaimana tidak disimpulkan seperti ini, sejak awal kepemimpinan Jokowi, Bu Mega menyebut Jokowi adalah petugas partai.

Pernyataan yang menyebutkan memilih pemimpin berdasarkan fisik tentu tidak bisa dibenarkan. Kepribadian seorang kepala negara dilihat dari dua hal, yaitu orang  dan sistem yang menaunginya, bukan karena perkara fisik. 

Pemimpin dalam Islam atau biasa disebut dengan Khalifah mempunyai syarat-syarat wajib, dari sisi orang/ pribadinya, diantaranya: muslim, laki-laki, baligh, berakal, mempunyai kemampuan (mampu mengurus urusan  rakyat), merdeka (tidak disetir/ditekanan oleh pihak manapun) dan adil.

Selain itu, yang tidak kalah penting di dalam kepemimpinan islam, seorang pemimpin itu wajib menerapkan syariat Islam secara kafah dalam segala aspek kehidupan, baik  ekonomi, politik, hukum, budaya dan sebagainya. Ia berada dalam sistem yang benar, yakni Sistem Islam.

Jadi, penampilan fisik tidak bisa dijadikan tolak ukur kualitas kepemimpinan. Kualitas pemimpin dapat dilihat dari kemampuan seorang kepala negara ini untuk menaati hukum-hukum Allah dan kemudian mengimplementasikannya dalam kehidupan sehingga rakyat bisa merasakan keadilan, kesejahteraan, dan keberkahan.

Siapapun pemimpinnya, dia harus mengambil Syariah Islam secara kafah. Agar tidak ada bencana-bencana di dalam kehidupan seperti bencana politik karena tekanan kepentingan oligarki, dan jikalau ada bencana yang di luar kuasa manusia seperti gempa bumi, pemimpin bisa mengambil tindakan sesuai syariat Islam, karena pemimpin  yang dihasilkan adalah pemimpin yang adil dan amanah, mempunyai empati yang tinggi dan mampu meri'ayah umat dengan baik.

Wallahu a'lam bishawab.

Baca juga:

0 Comments: