
cerpen
Bunda, Abidzar dan Bocil
Oleh. Iis Nopiah Pasni
Pagi yang indah, seperti biasa Bunda Isna mengantar Abidzar sekolah. Berangkat sekitar jam 06.30 Wib, agar tak terlambat sampai di sekolah.
Setelah meletakkan tasnya Abidzar menyusul Bundanya ke parkiran depan kelasnya.
Nampak seekor burung kecil sedang belajar terbang. Terbang sebentar lalu jatuh, terbang lagi dan terjatuh lagi.
Abidzar dengan sigap menangkap burung kecil itu. Abidzar lalu memamerkan burung kecil itu pada teman-temannya.
Melihat hal itu, Bunda Isna meminta anaknya memberikan burung kecil itu untuk dibawa pulang. Untungnya Abidzar mau, Bunda Isna hanya khawatir anaknya tak fokus belajar gara-gara keberadaan burung kecil itu.
Benar saja, pulang sekolah yang ditanya Abidzar ya mana burung kecil tadi.
"Burung kecil itu di dapur, nah jangan lupa disuapi pisang pake tusuk gigi, ya!" perintah Bunda Isna pada anaknya.
Dengan sigap Abidzar menyuapi burung kecil itu, beberapa saat burung itu diam. Sekitar beberapa waktu burung kecil itu berbunyi lagi Sepertinya burung kecil itu kelaparan. Lagi Abidzar dengan telaten menyuapinya.
"Baru sehari burungnya dikasih makan sama Abang Abidzar, sudah nurut sama Abang, Bun," kata Abidzar antusias sambil mengelus kepala burung kecil itu dengan kasih sayang.
Tentu saja Bunda Isna tak melepaskan momen emas seperti ini. Sangatlah disayangkan kalau berlalu begitu saja tanpa menyampaikan pelajaran akidah akhlak pada ananda, saatnya menyuapi hatinya dengan kata-kata bergizi islami, lalu Bunda Isna langsung tersenyum karena punya ide cara menyampaikannya pada si kecil Abidzar.
"Iya ya Bang, baru sehari burungnya dikasih makan sama Abang eh sudah nurut sama Abang. Nah, Abang Abidzar juga dong jangan mau kalah sama burung kecil itu ya. 'Kan Allah sudah kasih makan, kasih rezeki sama Abang, dari Abang dalam rahim bunda loh, masak Abang nggak nurut sama Allah?" kata Bunda panjang lebar, tentunya dengan berbicara perlahan agar Abidzar memahaminya.
"Iya ya, Bun. Abidzar harus nurut sama Allah," kata Abidzar lagi.
"Caranya gimana, Bang?" tanya Bunda ingin mendengar pendapatnya.
"Salat, puasa, trus ngaji, setoran hapalan, jagain adik, benarkan, Bun?" jawabnya dan balas bertanya.
"Iya, keren! Masyaallah Abang Abidzar sudah tambah pintar ya sekarang," puji Bunda Isna tulus.
"Satu lagi, burungnya lebih baik dilepas saja ya, Bang," kata Bunda penuh hati-hati takut Abidzar menangis, karena Abidzar itu sangat sayang dengan hewan seperti kucing, ayam juga burung.
"Boleh nggak, Abang Abi main sebentar bareng si Bocil kecil sebelum dilepaskan?" pintanya memelas dengan sorot mata penuh harap.
Duh, kalau sudah begini Bunda Isna paling nggak tahan lihatnya. Jiwa keibuannya meronta.
"Iya sayang, main sebentar ya burungnya mau belajar terbang tuh," kata Bunda Isna lagi.
Abidzar menerbangkan burung kecil itu, burung itu terbang rendah lalu hinggap di pohon bambu.
Abidzar lalu menangkapnya lagi, mengelusnya dan mengajaknya bicara, duh lucu lihat kelakuannya itu.
"Ya udah, terbang lagi," kata Bunda.
Abidzar dengan sigap menerbangkan burung itu dengan meletakkannya di tangannya dan menerbangkan burung itu lagi.
Burung kecil itu terbang agak tinggi dari yang sebelumnya lalu hinggap lagi di pohon bambu depan rumah Abidzar.
HAP!
Tiba-tiba seekor kucing orange liar menangkap burung kecil itu dengan gesit berlari dengan burung kecil di mulutnya.
Kaget!
Karena Bunda Isna dan Abidzar kaget untuk beberapa detik mereka terpaku ditempat, lalu dengan kompaknya berlari gesit mengejar si kucing.
Abidzar berlari sambil menangis kencang.
"Dasar kucing jahat!" ucapnya kesal sambil terus berlari mengejar kucing tadi.
Apa daya, kucingnya lebih lincah dan gesit, burung kecil itu menjadi santapan sore si kucing. Tinggallah Abidzar yang menangis sambil memeluk Bundanya.
"Bun, nanti Abang ketemu 'kan sama Bocil di surga?" tanyanya polos.
"Bun, jahat nian kucing itu tadi," ucapnya lagi masih dengan menangisi burung kecil yang telah diberinya nama Bocil Kecil.
"Yang penting tadi, Abang sudah baik sama
si Bocil, sudah kasih makan, sudah mengelus sayang, pasti kebaikan Abang dicatat oleh malaikat Allah," kata Bunda Isna menenangkan Anak ketiganya itu sambil memeluknya erat.
Pelukan itu sangatlah penting bagi si buah hati untuk menguatkannya.
Muara Enim, 02 Desember 2022
Baca juga:

0 Comments: