
OPINI
Ancaman Resesi 2023, Harga Mamin Akan Terjadi Kenaikan
Oleh. Ummu Faiha Hasna (Pena Muslimah Cilacap)
Dilansir dari cnbcindonesia.com, pada Kamis, 01/12/2022, pengusaha makanan dan minuman (mamin) mengungkapkan bahwa akan terjadi kenaikan harga, khususnya untuk produk olahan makanan dan minuman. Rencana kenaikan ini merupakan imbas dari melonjaknya harga bahan baku, biaya operasional, sampai dengan biaya produksi.
Meski demikian, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman mengatakan, kenaikan harga tersebut tidak akan begitu signifikan di tingkat konsumen. Sebab, pengusaha tetap harus menyesuaikan daya beli masyarakat terhadap produk yang dijual.
Dalang di balik semua kenaikan harga tersebut yaitu karena menguatnya nilai dolar AS terhadap rupiah. Kondisi ini menimbulkan efek terhadap industri makanan dan minuman (mamin) di dalam negeri. Sampai dengan saat ini masih banyak bahan baku dan bahan penolong dari industri mamin di dalam negeri yang masih memerlukan impor. Inilah yang akhirnya memengaruhi harga pokok produksi. Selain itu, kendala pasokan dari negara-negara lain juga sering terganggu karena terdampak masalah logistik. Kemudian kendala lainnya ialah dari komoditi yang dalam pengawasan, seperti halnya gula, garam, dan lain sebagainya.
Kenaikan harga makanan dan minuman sejatinya tak terhindarkan dalam kehidupan sistem kapitalis hari ini. Kenaikan ini nantinya akan berefek pada tidak terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat. Padahal, sebagian mamin olahan sudah menjadi kebutuhan gizi umat.
Sejatinya, sistem ekonomi kapitalistik neoliberal yang diterapkan di negeri ini memastikan peran negara sangat kurang dalam mengurus urusan rakyat. Sehingga kebijakan yang dihasilkan sering kali tidak berpihak pada umat dan cenderung berpihak pada korporasi (corporate), yakni sebuah lembaga baik itu milik negara maupun swasta yang tujuan utamanya bergantung pada sektor apa perusahaan itu bergerak.
Perkara ini sangat terlihat dari tidak adanya upaya keras dari negara untuk menstabilkan harga komoditas yang menjadi kebutuhan masyarakat. Negara tidak bertindak sebagai pelayan publik atau masyarakat, akan tetapi sebagai pelaku bisnis. Negara menyerahkan harga komoditas pada mekanisme pasar bebas yang dituntut dalam sistem ekonomi kapitalis tanpa memperdulikan apakah masyarakat secara keseluruhan mampu membeli kebutuhan tersebut ataukah tidak.
Negara yang mengadopsi sistem kapitalisme hanya berpusat pada produksi dan mengabaikan distribusi. Memang betul, bahwa negara menyediakan pasokan makanan sesuai dengan jumlah penduduk, namun, tidak ada kepastian komoditas tersebut mampu dibeli oleh setiap individu masyarakat. Apalagi, sangat mungkin, sebagian masyarakat yang memiliki daya beli tinggi membeli komoditas dalam jumlah berlebih sampai-sampai dipandang bahwa distribusi makanan telah terjadi dengan indikasi ketersediaan pasokan makanan telah habis.
Sementara itu, pada saat yang sama, ada sebagian masyarakat yang tidak bisa membeli komoditas tersebut sama sekali karena rendahnya daya beli. Sistem kapitalis memastikan bahwa kenaikan harga komoditas masih terjadi. Sebab, kebijakan moneter yakni jumlah uang yang beredar saat ini berbasis riba dan menciptakan problem inflasi berkepanjangan. Sistem moneter dunia dalam keadaan negara Barat yang mengooptasi moneter negara berkembang. Selain itu faktor plus-nya kebijakan fiskal yang berpijak pada tarikan (pungutan) pajak, kian menggerus pendapatan masyarakat.
Kondisinya akan jauh berbeda jika kehidupan diatur oleh aturan Islam. Islam menempatkan negara sebagai pengatur urusan umat bukan sekadar regulator yang memandang umat sebagai objek bisnis. Negara wajib menjamin seluruh kebutuhan umat. Peran distribusi adalah suatu hal yang semestinya dilakukan oleh negara. Seandainya ada individu-individu yang tidak mempunyai pangan dan tidak mampu mengaksesnya lantaran miskin atau cacat atau lainnya atau tidak ada satu pun kerabat yang mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka sekedar untuk makan, maka negara akan datang dan memastikan kebutuhan pokok mereka dalam keadaan terjamin. Bukan hanya sekadar pangan tapi seluruh kebutuhan pokoknya yaitu berupa sandang, pangan, dan papan.
Selain itu juga kesehatan, pendidikan, dan keamanannya pun semua dijamin oleh negara. Negara berkewajiban memastikan mereka memasuki pasar sesuai dengan syariat. Kunci utamanya tidak lain yaitu dengan penegakan hukum ekonomi Islam terkait produksi, distribusi, perdagangan dan transaksi.
Sistem yang berbasiskan Islam adalah sistem yang stabil dan anti resesi. Sebab, pemerintahan dalam sistem Islam memiliki sistem moneter yang berbasis dinar dan dirham, sebagai alat tukar yang adil bagi semua pihak terukur dan sah dalam perjalanan penerapannya. Dinar dirham telah terbukti sebagai mata uang yang nilainya stabil karena didukung oleh nilai intrinsiknya. Tiap mata uang emas yang dipergunakan di dunia ditentukan dengan standar emas. Nantinya akan memudahkan arus barang, uang dan orang. Sementara, selama ini mata uang dollar sering dijadikan alat Amerika Serikat untuk mempermainkan ekonomi dan moneter suatu negara. Tidak terkecuali dalam masalah impor yang sering merugikan industri makanan dan minuman dalam negeri.
Oleh karena itu, sejatinya hanya dengan penerapan aturan Islam saja rakyat akan merasakan sejahtera dan kebutuhan lainnya dapat terpenuhi dengan lengkap (sempurna). Wallahua'lam bi Ash Shawab.
Baca juga:

0 Comments: