Tanam Pohon Sebelum Nikah, Solusi atau Simbolik?
Oleh. Ummu Fahhala, S.Pd.
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com — Kebijakan baru dari Kementerian Agama Jawa Barat (Kemenag Jabar) viral di publik. Setiap calon pengantin di Jabar kini diwajibkan menanam pohon sebelum akad nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) (PRFM News, 7 September 2025).
Sekilas, kebijakan ini tampak positif. Menanam pohon berarti ikut menjaga alam. Namun, apakah langkah ini mampu menjawab kerusakan lingkungan yang kian parah? Banyak ahli menilai, langkah ini lebih bersifat simbolik. Masalah utama justru terletak pada sistem pengelolaan lingkungan yang belum berpihak pada rakyat.
Kapitalisme Merusak Alam
Kerusakan lingkungan tidak hanya karena kurangnya penghijauan. Akar masalahnya adalah kerakusan pemilik modal yang difasilitasi sistem kapitalisme sekuler. Negara sering melepaskan tanggung jawabnya, bahkan menyerahkan beban itu kepada rakyat. Akibatnya, solusi yang lahir hanya parsial, bukan sistemis.
Kita sering menyalahkan masyarakat kecil karena buang sampah sembarangan atau tidak menjaga kebersihan. Padahal, masalah lebih besar datang dari industrialisasi dan deforestasi. Hutan dijadikan konsesi, sungai tercemar limbah industri, dan tata kota abai terhadap resapan air. Semua itu akibat paradigma kapitalisme yang mengejar materi, meski harus merusak alam.
Solusi Islam
Islam menawarkan solusi menyeluruh. Allah Swt. melarang manusia berbuat kerusakan di bumi (QS Al-A’raf: 56). Islam menempatkan negara sebagai penjaga lingkungan. Negara wajib memastikan hutan, sungai, dan air tetap menjadi milik umum. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Dalam Islam, pernikahan adalah ikatan suci untuk membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Menjaga lingkungan memang penting, tetapi tidak boleh dibebankan kepada calon pengantin. Negara lah yang wajib memastikan bumi tetap lestari.
Fokus calon pengantin adalah menyiapkan diri menjadi suami dan istri yang bertakwa, bukan menanggung beban negara. Menjaga lingkungan memang kewajiban bersama, tetapi tanggung jawab utama ada pada negara sebagai pengelola urusan rakyat.
Negara dalam sistem Islam memiliki mandat untuk mengelola sumber daya alam secara adil. Hadis Rasulullah saw. di atas menegaskan bahwa hutan, air, dan energi adalah milik umum yang harus dikelola negara, bukan dibebankan kepada individu.
Negara wajib mencegah kerusakan, menegakkan aturan tegas bagi perusak lingkungan, dan menyiapkan kebijakan nyata untuk keberlanjutan alam. Dengan begitu, pasangan baru bisa memulai rumah tangga dengan tenang, tanpa dipaksa menanggung amanah besar yang sejatinya milik negara.
Negara dalam sistem Islam akan melakukan sejumlah kebijakan untuk mengembalikan sumber daya alam sebagai milik rakyat, bukan swasta. Di antaranya: mencegah deforestasi dan menjaga fungsi hutan, mengatur tata kota agar ramah lingkungan, memberi sanksi tegas pada perusak lingkungan, serta mendorong teknologi ramah lingkungan.
Penutup
Kebijakan tanam pohon sebelum nikah mungkin bernilai edukatif. Namun, itu bukan solusi utama. Masalah lingkungan membutuhkan perubahan sistemis. Hanya dengan Islam kaffah, lingkungan akan terjaga, rakyat terlindungi, dan alam tetap lestari. [My]
Baca juga:

0 Comments: