Oleh. Naila Dhofarina Noor
(Pegiat Literasi)
SSCQMedia.Com—Indonesia adalah negeri agraris yang sebagian besar penduduknya memenuhi kebutuhan pokok pangan dengan beras. Tak ayal, beras menjadi komoditas vital. Harga yang terjangkau sangat dibutuhkan masyarakat untuk bisa makan nasi, apalagi di tengah harga beras yang semakin tinggi.
Beras SPHP Membuat Masyarakat di-PHP
Ada 214 daerah yang menjadi target pemerintah untuk menurunkan harga beras. Upaya yang dilakukan pemerintah, sebagaimana disampaikan Menteri Dalam Negeri, adalah melalui bantuan pangan 10 kg beras dan kebijakan memasok beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) dalam jumlah banyak.
Akan tetapi, fakta mencengangkan justru terjadi. Persediaan beras nasional disebut sedang meningkat, sebagaimana disampaikan Menteri Pertanian. Hingga Oktober 2025, dikatakan surplus 3,7 ton dari tahun sebelumnya (tirto.id, 04/09/2025).
Adapun bantuan pangan 10 kg beras untuk tahun 2026 ternyata ditiadakan karena kurangnya anggaran. Kepala Badan Pangan Nasional mengaku telah mengajukan anggaran dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI pada 4 September 2025. Namun hingga kini belum ada pagu anggaran tersebut. Anggaran yang ada dialokasikan untuk program penyebaran beras SPHP.
Menanggapi penghapusan bantuan itu, pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia mengingatkan akan kekacauan polemik beras yang pernah terjadi pada awal 2022, ketika meletus perang Rusia–Ukraina. Tidak hanya Indonesia, tetapi perberasan dunia juga mengalami polemik (cnbcindonesia.com, 04/09/2025).
Mengenai beras SPHP sendiri, masyarakat tidak mendapatkannya secara cuma-cuma, melainkan dengan membeli. Sekali lagi, bukan gratis, tetapi tetap bayar. Artinya, masyarakat berpenghasilan rendah yang seharusnya mendapat bantuan justru diarahkan membeli beras SPHP dengan uang mereka sendiri. Hal ini membuat masyarakat gelisah karena tidak bisa membeli beras.
Kualitas beras SPHP pun dikeluhkan masyarakat, meski harganya relatif lebih murah. “Itu beras SPHP memang murah, tapi saya sendiri tidak mau memasaknya karena tidak bagus kualitasnya,” kata Bu Halimah, salah satu pedagang sembako di Camplong, Sampang, Madura. Walhasil, beras SPHP seakan membuat masyarakat diberi harapan palsu alias di-PHP.
Analisis Tingginya Harga Beras
Beras yang dikatakan melimpah nyatanya tidak beriringan dengan harga yang murah. Ironisnya, Ombudsman (lembaga negara independen yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia) menemukan beras menumpuk di Bulog, bahkan dalam kondisi rusak dan bau. Diduga akibat penyimpanan yang terlalu lama, kerugian ditaksir mencapai Rp7 triliun.
Stabilisasi harga dengan beras SPHP sejatinya tidak menyelesaikan akar masalah pangan pokok ini. Masalahnya bersifat sistemis, terkait tata kelola beras nasional dari hulu hingga hilir. Penumpukan beras di gudang Bulog menunjukkan adanya masalah besar dalam pemasukan, pemeliharaan, dan pengeluaran stok beras.
Selain itu, ada praktik segelintir perusahaan yang memiliki pengaruh besar dalam penentuan harga beras. Praktik ini dikenal sebagai oligopoli. Akibatnya, harga beras tetap tinggi karena dipandang sebagai komoditas paling dibutuhkan sehingga sangat menguntungkan. Negara pun hanya berperan sebagai regulator yang mengikuti nafsu segelintir kapitalis tersebut. Artinya, ketersediaan pangan bagi rakyat tidak sepenuhnya dijamin pemerintah. Yang dijamin hanya stok aman, sementara distribusi yang buruk membuat harga tetap tinggi di tengah masyarakat.
Penyelesaian Masalah Ketersediaan Beras
Islam sebagai agama yang mengatur segala sisi kehidupan memberikan syariat untuk menyelesaikan masalah pangan.
Pertama, pemimpin negara berkewajiban benar-benar bertanggung jawab memastikan seluruh masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, termasuk pangan. Tidak hanya memastikan ada stok di gudang atau pasar, tetapi sampai ke setiap orang dengan harga terjangkau.
Kedua, jalur distribusi beras diharamkan adanya praktik oligopoli yang menzalimi masyarakat. Negara dalam syariat Islam tidak berperan sebagai pebisnis bagi rakyat, melainkan hadir dengan solusi sistemis dari produksi hingga distribusi beras.
Ketiga, masyarakat yang terkategori tidak mampu wajib diberikan bantuan pangan secara gratis. Anggarannya diambil dari Baitul Mal.
Inilah cara Islam menjamin ketersediaan beras di tengah masyarakat. Negara dalam sistem Islam disebut Khil4fah. Pemimpin dalam Khil4fah akan memastikan harapan masyarakat mendapatkan beras yang layak, jauh dari yang namanya PHP. Masyarakat tidak lagi gelisah karena beras yang bermasalah. [MA]
Baca juga:

0 Comments: