Perbandingan Pendidikan dan Kesehatan dalam Sistem Kapitalisme dan Islam
Oleh. Nuryati
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Pendidikan di Indonesia terus dihantui berbagai persoalan yang tak pernah kunjung usai. Mulai dari ketimpangan akses, mahalnya biaya, hingga minimnya fasilitas. Ini mencerminkan betapa lemahnya sistem yang selama ini mengatur dunia pendidikan di tanah air kita.
Badan Pusat Statistik mencatat, hampir 49 persen gedung sekolah mengalami kerusakan. Lebih dari 400 siswa SDN 4 Mustika Jaya, Kota Bekasi, terpaksa belajar di perpustakaan dan musala karena ruang kelas mereka rusak parah. Kepala sekolah, Sri Sulastri, menyampaikan bahwa ruang kelas sudah rusak sejak tahun 2024.
Dilansir ambonterkini.id (10/8/2025), puluhan tahun mengalami kerusakan parah, proses belajar mengajar di SD Negeri 59 Maluku Tengah kerap terganggu. Dari pantauan pada Minggu, 10/8, SD yang terletak di Negeri Sepa, Kecamatan Amahai, Maluku Tengah, tampak rusak parah. Kegiatan belajar tidak nyaman, terlebih saat hujan aktivitas harus terhenti karena bocor dan genangan air di lantai.
Pendidikan dan kesehatan adalah hal yang vital bagi seluruh rakyat. Setiap warga negara berhak atas pendidikan dan kesehatan yang layak. Namun, pendidikan di Indonesia terbilang buruk dan mahal. Dari jenjang balita hingga perguruan tinggi, kondisinya masih jauh dari harapan. Banyak bangunan sekolah yang tidak layak pakai, kurikulum yang tidak jelas, hingga menghasilkan output yang abu-abu.
Dana pendidikan pun banyak yang dikorupsi. Gaji guru sering tidak dibayar, terutama guru honorer, yang hanya menerima ratusan ribu rupiah. Hal ini sangat tidak layak dibandingkanh gaji para pejabat yang mencapai ratusan juta per bulan.
Begitu pula dengan program kesehatan. Potret buram kesehatan di Indonesia sangat banyak. Sampai muncul slogan “orang miskin dilarang sakit”. Siapa yang mau sakit? Sakit adalah fitrah manusia. Banyak kasus penyakit tidak ditanggung BPJS hingga nyawa pasien melayang. Penanganan lambat bagi orang miskin pun sering terjadi, seperti kasus Raya yang tubuhnya dijangkiti ribuan cacing. Belum lagi pemerintah lepas tangan dan menyerahkan urusan pada pihak asuransi. Padahal tugas negara adalah mengayomi rakyatnya.
Pendidikan di Era Islam
Pendidikan merupakan hak fundamental setiap warga negara. Pemerintah wajib memastikan hal ini diterapkan dengan baik di seluruh daerah. Selain itu, infrastruktur publik dan sarana pendukung merupakan tanggung jawab pemerintah agar pendidikan anak-anak terpenuhi secara optimal.
Karena itu, negara Khilafah sangat menekankan pentingnya sektor pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan dirasakan oleh setiap anak. Pendidikan adalah kunci untuk menciptakan peradaban yang unggul.
Pada era kejayaan Islam, para khalifah memperhatikan aspek pendidikan rakyatnya agar tercipta insan yang cerdas dan bertakwa. Beberapa universitas dibangun, antara lain Universitas Cordoba di Andalusia (Spanyol), Universitas Al-Azhar di Mesir, dan Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko.
Sebagai contoh, Universitas Cordoba berdiri pada abad ke-10, masa kekuasaan Khalifah Abdurrahman III. Cordoba menjadi kota paling megah di daratan Eropa, pusat ilmu pengetahuan dunia, dengan banyak perpustakaan, sekolah, dan masjid yang juga difungsikan untuk kegiatan ilmiah.
Universitas Cordoba mengajarkan berbagai cabang ilmu dengan pengajar ahli dari berbagai negara. Para dosen digaji besar agar fokus mengajar dan menulis. Mahasiswa datang dari berbagai penjuru dunia, baik muslim maupun nonmuslim. Bahkan mahasiswa kurang mampu diberi uang saku atau beasiswa.
Perpustakaan Universitas Cordoba menyimpan tidak kurang dari 400.000 buku. Dari sini lahir banyak ilmuwan besar, di antaranya Az-Zahrawi, Ibnu Bajjah, Muhammad Al-Ghafiqi, Ibnu Abdil Bar, Ibnu Rusyd, Al-Idrisi, hingga Abu Bakar Yahya bin Sa‘dun bin Taman.
Kesehatan di Era Khilafah
Para pemimpin Islam juga memahami pentingnya rumah sakit. Tidak heran banyak raja membangun rumah sakit besar dan modern pada zamannya. Salah satunya adalah Rumah Sakit Al-Mansuri di Kairo, Mesir, yang dibangun pada tahun 1284 M oleh Raja Al-Mansur Qalawun.
Rumah sakit ini merupakan yang terbesar dan terbaik pada masanya. Dilengkapi laboratorium, ruang belajar, hingga air mancur sebagai pendingin ruangan. Rumah sakit ini memiliki bagian khusus untuk berbagai jenis penyakit, bahkan menyediakan terapi musik bagi pasien gangguan kejiwaan.
Rumah sakit Al-Mansuri melayani seluruh lapisan masyarakat tanpa membeda-bedakan. Raja, orang kaya, atau rakyat biasa mendapatkan pelayanan yang sama baiknya. Semua layanan gratis, bahkan pasien miskin diberi sejumlah uang sebagai pengganti pendapatan karena tidak bisa bekerja selama sakit. Tujuannya agar mereka dapat beristirahat hingga benar-benar pulih.
Pelayanan di rumah sakit ini sangat humanis. Menjelang tidur, pasien dibacakan buku sejarah atau dongeng, dan musik ringan diperdengarkan untuk membantu mereka terlelap. Tidak kurang dari 4.000 pasien dilayani setiap harinya. Kini, rumah sakit tersebut berganti nama menjadi Rumah Sakit Qalawun dan khusus menangani bidang oftalmologi (mata).
Penutup
Inilah potret perbandingan pendidikan dan kesehatan dalam sistem kapitalisme dan sistem Islam. Fakta sejarah membuktikan bahwa Islam mampu memberikan layanan pendidikan dan kesehatan terbaik bagi rakyatnya, jauh sebelum dunia modern mengenalnya.
Semoga kita semakin sadar bahwa hanya Islam yang mampu menyejahterakan rakyat. [An]
Baca juga:

0 Comments: