Headlines
Loading...
Maulid Nabi Melahirkan Kedamaian dan Persatuan

Maulid Nabi Melahirkan Kedamaian dan Persatuan

Oleh. Ummi Fatih
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com Wahai saudara seiman, Rasulullah saw. adalah insan paling mulia. Beliau datang membawa petunjuk kebenaran dari Allah Swt. Dengan petunjuk-Nya, beliau mampu mengubah masa jahiliyah yang hina dan keji menjadi masa yang diberkahi. Berkat petunjuk Allah, Rasulullah saw. berhasil menanamkan kehidupan yang rukun, damai, dan sentosa.

Jika sebelumnya suku-suku Arab mudah bertengkar karena fanatisme golongan, maka dengan Islam mereka mampu menahan perselisihan. Saat hijrah ke Madinah, Rasulullah saw. juga berhasil menyatukan kaum Aus dan Khazraj di bawah naungan Islam. Bahkan, beliau berhasil mengajak orang-orang kafir yang semula menolak kebenaran untuk bertoleransi sejati, hingga banyak yang akhirnya memilih masuk Islam tanpa paksaan.

Mengenang Rasulullah Bukan Hanya Setahun Sekali

Ketika maulid Nabi tiba, umat Islam semakin bersemangat berdzikir dan melantunkan selawat. Semua itu diharapkan menjadi jembatan kerinduan dan keimanan agar mendapat syafaat beliau di akhirat. Namun, tahukah kita bahwa jembatan rindu sejati untuk mengingat Rasulullah saw. bukan hanya ketika maulid tiba, melainkan setiap hari?

Mengingat beliau setiap hari berarti:

  1. Meneladani akhlaknya,

  2. Menghidupkan sunahnya,

  3. Menjadikan Al-Qur’an sebagai cahaya dalam setiap langkah kehidupan.

Dengan begitu, kita sadar bahwa ketaatan sejati bukan sekadar merayakan maulid, melainkan komitmen penuh untuk mengikuti petunjuk yang beliau bawa. Sebagaimana wasiat Rasulullah saw. menjelang wafatnya, yang bertepatan dengan hari kelahirannya:

“Sungguh, aku tinggalkan kepada kalian sesuatu yang tidak akan membuat kalian tersesat selama kalian berpegang teguh padanya, yaitu Al-Qur’an dan sunah Nabinya.” (HR. Muslim)

Rasulullah Mengajak Bersatu dengan Tali Iman

Saudaraku, jika setiap hati terikat pada Al-Qur’an dan sunah, maka perbedaan tidak akan menjadi alasan perpecahan. Justru perbedaan itu akan menjadi rahmat yang menguatkan persaudaraan.

Allah Swt. berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 10:

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”

Sayangnya, kini ikatan persaudaraan Islam tidak dihidupkan dengan kuat dalam sistem khilafah sebagaimana yang pernah Rasulullah saw. dirikan. Akibatnya, persatuan umat Islam menjadi rapuh. Misalnya, dalam kasus genosida Israel terhadap Palestina yang sudah berlangsung sejak lama, umat Islam justru masih kurang peduli. Banyak yang menganggap hal itu hanya takdir, bahwa kaum kafir memang akan selalu memusuhi umat Islam.

Ironisnya, sudah banyak pula umat Islam yang hanya menangis atau berkomentar jengkel terhadap Israel tanpa bangkit menghentikan aksi genosidanya. Padahal, meski bantuan, kecaman, dan boikot telah dilakukan, kepedulian itu sering hanya sebatas rasa iba kemanusiaan. Dalam ikatan iman Islam, kepedulian seharusnya bernilai sama dengan kepedulian pada diri sendiri. Rasulullah saw. bersabda:

“Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Karena itu, ketika kita bisa makan kenyang sambil menonton berita kelaparan di Palestina, bukankah energi dari makanan itu seharusnya kita gunakan untuk membantu mereka? Bantuan tidak cukup hanya berupa sedekah dana, tetapi juga dengan kekuatan diri untuk berjihad — baik secara fisik maupun nonfisik.

Mendapat Syafaat dengan Jihad

Wahai saudara seiman, kita tahu bahwa syafaat hanya akan diberikan Rasulullah saw. kepada orang saleh yang tulus menjalankan semua petunjuk Allah Swt. Meskipun jihad harus bermodal nyawa, ketika seorang muslim tidak keberatan melaksanakannya, maka kemuliaan tertinggi dapat diraihnya. Rasulullah saw. bersabda:

“Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad fii sabiilillaah.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Hadis tersebut menegaskan bahwa derajat mulia ada pada jihad, meski jihad memang membutuhkan kekuatan besar. Namun, jihad fisabilillah tidak hanya bermakna keberanian dan kekuatan militer untuk mengangkat senjata, sebab kata fi sabilillah mencakup segala amal kebaikan sesuai syariat Allah.

Jika saat ini kita belum mampu berjihad bersama para mujahidin Palestina, maka energi tubuh kita bisa digunakan untuk berjihad melalui dakwah. Dakwah inilah yang kelak akan mengantarkan kita meraih syafaat murni Rasulullah saw. sebagaimana diizinkan Allah Swt. Dalam sejarah, Rasulullah saw. pun tidak langsung mengangkat senjata melawan kaum kafir. Beliau terlebih dahulu diperintahkan Allah untuk berjihad melalui dakwah. Beliau menggunakan kekuatan tubuh dan hati untuk mengajak manusia kembali ke jalan yang benar. Meski sering dihina, dicaci, bahkan diancam, beliau tetap tegar dan tidak melemah.

Keistimewaan Persatuan

Wahai saudara seiman, peringatan maulid Nabi sejatinya melahirkan kedamaian dan persatuan, bukan sekadar perayaan. Mari kita buktikan cinta sejati kepada Rasulullah saw. dengan berjihad melalui dakwah yang mempererat persatuan iman dengan tali ukhuwah Islamiyah. Sebab, persatuan inilah yang akan membawa kita menuju kedamaian dan ketenangan hidup dalam benteng negara khilafah di dunia.

Kemudian, di akhirat kelak insyaallah kita dapat meraih syafaat suci dan berkumpul bersama Rasulullah saw. yang kita cintai, serta bersama orang-orang saleh yang juga mencintainya. Sebagaimana sabda beliau menjelang wafatnya:

“Barangsiapa yang menghidupkan sunahku, maka berarti ia mencintaiku. Dan barangsiapa yang mencintaiku, maka ia akan bersamaku di surga.” (HR. Tirmidzi)

Baca juga:

0 Comments: