Maulid Nabi, Bukan Sekadar Perayaan Kelahiran Nabi
Oleh. Bunda Almira
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com — Melantunkan selawat dan doa bersama menjadi salah satu kebiasaan baik yang kerap dilakukan oleh masyarakat saat memasuki momen Maulid Nabi. Bahkan, tidak jarang masyarakat membuat acara pengajian khusus dengan suguhan yang serba mewah. Hal ini dilakukan dalam rangka mencerminkan rasa syukur dan bahagia atas kelahiran Rasulullah saw.
Namun, yang jarang disorot oleh masyarakat saat ini adalah hikmah terbesar dari kelahiran beliau, yaitu sebagai awal perubahan besar dalam peradaban manusia.
Yang perlu dipertanyakan adalah siapkah kita menjadikan metode beliau dalam melaksanakan perubahan politik pada saat ini? Atau kita hanya akan tetap bertahan dengan metode demokrasi sekuler yang semakin terbukti kezalimannya? Atau kita meyakini bahwa gerakan massa yang dalam praktiknya kerap dilakukan dengan kekerasan sering menelan banyak korban?
Kelahiran Rasulullah Membawa Isyarat Politik
Syaikh Ja’far al-Barzanji mengisahkan peristiwa besar saat Rasulullah saw. dilahirkan dalam kitab Mawlid al-Barzanji. Istana Romawi dan Syam terpancar oleh cahaya beliau. Bahkan, cahaya tersebut mampu meretakkan pilar istana Kisra di Madain, meruntuhkan sepuluh menara, memadamkan api sembahan Persia, mengeringkan danau Sawah, serta membuat air Wadi Samawah kembali mengalir.
Kejadian ini bukan sekadar fenomena alam biasa. Ini merupakan isyarat politik bahwa kelahiran Rasulullah saw. membawa ancaman langsung bagi imperium Persia dan Romawi pada saat itu. Beliau dilahirkan sebagai pemimpin yang membawa perubahan politik global yang akan menghancurkan kekufuran dunia dengan membangun peradaban baru, yaitu peradaban Islam.
Saat berada di Pasar Dzil Majaz, Nabi saw. pernah berseru:
يَا اَيُّهَا النَّاسُ قُولُوْا لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ تُفْلِحُوْا
“Hai manusia, ucapkanlah La ilaha illallah niscaya kalian beruntung.” (HR Ahmad)
Seruan tersebut bukan sekadar dakwah tauhid, tetapi juga merupakan deklarasi visi politik bahwa pengakuan terhadap kedaulatan Allah adalah awal dari perubahan sejati.
Sejarah kelahiran Rasulullah saw. memberi isyarat tentang perubahan besar yang beliau bawa. Namun, umat Islam hari ini sering terjebak pada metode perubahan yang salah, seperti people power.
People Power: Sekadar Pergantian Rezim, Bukan Sistem
Gerakan massa diharapkan menjadi pembawa perubahan oleh masyarakat di era modern. Sejarah Indonesia pascareformasi 1998 cukup memberikan contoh nyata. Orde Baru runtuh saat rezim Soeharto tumbang. Namun, apakah politik Indonesia benar-benar berubah? Nyatanya tidak. Korupsi semakin menjadi, oligarki semakin kukuh, utang negara semakin membengkak, pajak semakin mencekik, angka kemiskinan semakin tinggi, dan pengangguran semakin meningkat. Sebaliknya, elit politik semakin menunjukkan kemewahannya, sedangkan keadilan hukum semakin sulit ditegakkan.
Mengapa hal ini terjadi? Sebab, yang berhasil dihentikan hanya masa pemerintahannya, bukan sistem politiknya. Kezaliman sistem demokrasi sekuler tetap berdiri kokoh. Padahal sistem inilah akar dari semua kerusakan tersebut. Dalam sistem ini, hak membuat hukum diletakkan pada tangan manusia yang sudah dapat dipastikan akan lebih mengedepankan hawa nafsu.
Padahal Allah Swt. menegaskan:
وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ ٤٥ (المائدة/5: 45)
“Siapa yang tidak memutuskan (suatu urusan) menurut ketentuan yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (Al-Ma’idah/5:45)
Allah Swt. juga telah mengingatkan:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ ٥٠ (المائدة/5:50)
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (Al-Ma’idah/5:50)
Sudah jelas bahwa sistem demokrasi yang meletakkan kedaulatan (hak membuat hukum) di tangan manusia menyelisihi perintah Allah. Karena itu, pergantian kekuasaan tanpa mengubah sistem politiknya dengan sistem politik Islam tidak akan memberikan perubahan hakiki.
Tahapan Dakwah Rasul
Dalam upaya perubahan politik, Islam memiliki metode yang pasti dan tuntas. Revolusi massa untuk menggulingkan kekuasaan tidak pernah diajarkan atau diserukan oleh Rasulullah saw. Beliau menempuh metode dakwah yang melalui tiga tahapan.
Tahapan pertama adalah tatsqif atau pembinaan, yakni pembinaan dengan fikrah Islam untuk mengokohkan keimanan para sahabat dan menyiapkan mereka menjadi pejuang perubahan.
Tahapan kedua adalah tafa’ul ma’al ummah atau interaksi dengan masyarakat, yaitu mendakwahkan Islam secara terang-terangan di tengah masyarakat sekaligus membongkar kebobrokan sistem kufur hingga opini umum berpihak pada Islam.
Tahapan ketiga adalah thalab an-nushrah atau menggalang dukungan, yakni menggalang dukungan dari pemilik kekuasaan untuk menegakkan sistem politik dan pemerintahan Islam.
Ketiga tahapan ini ditempuh tanpa kekerasan, tanpa gerakan massa yang berujung anarkis. Beliau berhasil meraih kekuasaan di Madinah dengan dukungan ahlul quwwah. Penyerahan kekuasaan dilakukan secara sukarela. Saat itulah beliau mengumumkan pendirian Daulah Islam untuk pertama kalinya. Melalui metode ini, perubahan politik bukan sekadar menjatuhkan penguasa, tetapi menghancurkan seluruh sistem kufur yang diganti dengan sistem Islam hingga menghasilkan peradaban agung selama berabad-abad.
Saatnya Kita Memilih
Jalan mana yang kita pilih? Gerakan massa selalu terbukti gagal mengganti sistem rusak yang menjadi akar semua permasalahan. Sebaliknya, sejarah mencatat sistem politik yang dicontohkan Rasulullah saw. terbukti efektif dalam melakukan perubahan dan melahirkan peradaban agung.
Jika umat Islam benar-benar ingin terlepas dari tirani dan kezaliman, solusinya bukan dengan sistem demokrasi sekuler atau gerakan massa. Jawabannya adalah meneladani metode dakwah Rasulullah saw., menempuh thariqah nabawiyyah, menerapkan Islam kaffah, dan menegakkan kembali sistem pemerintahan Islam, sistem Khilafah ala minhaj an-Nubuwwah sebagai penerus Daulah Islam yang dirintis Rasulullah saw.
Penutup
Peringatan Maulid Nabi saw. seharusnya diarahkan untuk memberikan motivasi dan kesadaran kepada umat agar bersungguh-sungguh melakukan perubahan politik dengan sistem Islam, bukan dengan mengokohkan sistem demokrasi sekuler. Dengan demikian, peringatan Maulid Nabi akan lebih bermakna, bukan sekadar perayaan rutin tahunan. []
Baca juga:

0 Comments: