Keracunan MBG yang Berulang, Salah Siapa?
Oleh. Tami Faid
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com — Keracunan MBG kembali terjadi di beberapa sekolah. Banyak pelajar mengalami diare dan muntah-muntah setelah menyantap makanan MBG. Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebanyak 135 siswa keracunan usai mengonsumsi makanan MBG (Makan Bergizi Gratis). Para orang tua berharap pemerintah lebih teliti dalam melaksanakan program tersebut. (tirto.id, 27/8/2025)
Keracunan MBG juga terjadi di Sragen, Jawa Tengah. Pemkab Sragen melaporkan hasil laboratorium bahwa keracunan disebabkan petugas MBG tidak menjaga sanitasi lingkungan dan buruknya higienitas tempat pengelolaan makanan. (rri.co.id, 26/8/2025)
Kegagalan Pemerintah
Peristiwa tersebut membuktikan bahwa pemerintah gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program MBG sejatinya bertujuan mengatasi gizi buruk pada anak-anak dan ibu hamil. Pemerintah berharap dapat mencetak SDM berkualitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, kenyataannya MBG justru memperlihatkan kurangnya kepedulian pemerintah. Tak seharusnya program ini menimbulkan keracunan. Bagaimana mungkin mencetak generasi berkualitas jika makanan yang disajikan tidak memenuhi standar gizi?
Buruknya Pengelolaan
Program MBG seharusnya direncanakan matang serta dievaluasi secara berkala. Pemerintah mesti menunjuk pihak yang memahami kandungan gizi makanan, bukan sekadar menyerahkan pada UMKM tanpa pengawasan ketat.
Pengawasan perlu memastikan kehigienisan makanan (segar, bukan basi), kandungan gizi mencukupi, sanitasi lingkungan terjaga, dan dana program tidak dikorupsi.
Kapitalisme
Program MBG membuka peluang oligarki meraup keuntungan besar. Mereka bisa mendirikan dapur fiktif dan tetap mendistribusikan makanan basi demi meraih keuntungan. (Kompas.com, 4/9/2025)
Inilah wajah sistem kapitalisme: berlandaskan materi, hanya mengejar keuntungan tanpa peduli kerugian rakyat. Alih-alih mengatasi gizi buruk, MBG justru menambah masalah berupa keracunan dan potensi korupsi.
Solusi sebenarnya adalah menekan harga bahan pokok dan menyediakan lapangan pekerjaan. Dengan begitu, masyarakat mampu memenuhi kebutuhan gizinya. Semua ini hanya terwujud bila negara menerapkan aturan Islam secara menyeluruh, termasuk sistem ekonomi Islam.
Islam adalah Solusi
Dalam sistem ekonomi Islam, negara menjamin kesejahteraan setiap warga. Untuk mengatasi gizi buruk, negara akan menstabilkan harga bahan pokok, memberikan edukasi gizi kepada para ibu, dan memastikan kebutuhan pokok tercukupi.
Negara juga mendirikan baitulmal guna membangun fasilitas umum, rumah sakit, sekolah, pendidikan gratis, dan lapangan kerja. Pemasukan baitulmal bersumber dari kepemilikan umum, seperti sumber daya alam, yang wajib dikelola negara.
Rasulullah saw. bersabda:
“Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, api, dan padang pasir.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini menunjukkan bahwa SDA tidak boleh dikuasai individu atau swasta, melainkan dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat.
Selain itu, jika baitulmal kosong, pajak hanya dibebankan kepada laki-laki muslim yang kaya. Pajak tidak berlaku jika kas baitulmal sudah terpenuhi. Dengan mekanisme ini, negara tidak perlu membuat program MBG karena rakyat terjamin kesejahteraannya.
Rasulullah saw. bersabda:
“Imam atau kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Khatimah
Dengan sistem ekonomi Islam, negara menjamin penuh kesejahteraan dan keamanan bagi setiap individu. Tidak ada kemiskinan, kelaparan, dan korupsi. Masyarakat hidup damai dan sentosa.
Wallahualam bissawab. []
Baca juga:

0 Comments: