Headlines
Loading...
Di Antara Gema Teriakan Rakyat, Siapakah Maling yang Sebenarnya?

Di Antara Gema Teriakan Rakyat, Siapakah Maling yang Sebenarnya?

Oleh. Eny K.
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Tak lagi bisa kita tutupi bahwa hidup di negeri ini semakin hari rasanya semakin berat. Beban hidup bertambah dan mengimpit dari segala sisi seolah hendak meledak sebentar lagi. Tak kunjung menemukan jalan keluar.

Di tengah pertumbuhan ekonomi yang tidak jelas, kemiskinan struktural yang kian parah, pengangguran yang berbilang juta, serta pendidikan yang carut marut, rasanya kelewat biadab jika para elite kekuasaan dan oligarki ini menari-nari di dalam gedung yang kedap kritik.

Di atas tanah yang mendengar seluruh sujud tangis ibu-bapak dan tulang punggung keluarga. Ironisnya, itulah yang benar-benar terjadi. Di antara jutaan orang miskin yang tak tahu hari ini bisa makan atau harus berpuasa lagi, para elite kekayaan itu tuli, terus mengeruk kekayaan untuk disimpan- sendiri.

Kemarahan rakyat terpantik kembali setelah mendengar berita kenaikan upah bagi Dewan Perwakilan Rakyat tahun ini. Nominal gajinya memang masih sama, yaitu 4,2 juta/bulan, namun tunjangan yang dapat diperoleh mencapai lebih dari 100 juta (kompas.com, 25/8/2025).

Mulai dari tunjangan beras sebesar 12 juta/bulan, tunjangan kehormatan sebesar 5,58 juta/bulan, hingga tunjangan rumah sebesar 50 juta/bulan. Tak ayal jika rakyat murka mendengarnya. Tunjangan setinggi langit yang diterima oleh 580 anggota DPR ini menunjukkan seolah negara mampu memberikan fasilitas bintang sepuluh bagi para pejabat negara, namun tak sanggup memberikan gaji yang layak bagi para tenaga kesehatan dan pendidikan yang sejatinya berkontribusi sepadan terhadap negara. Terlebih, uang tersebut merupakan hasil pajak yang rutin dibayar oleh rakyat.

Setiap ucapan berjudul klarifikasi oleh para “wakil rakyat” seolah menyiramkan bensin pada api yang berkobar. Masyarakat dengan geram berkumpul di depan gedung DPR pada tanggal 25 Agustus 2025 membawa tuntutan yang dianggap dapat memutus kesengsaraan, salah satunya yaitu pembubaran kabinet dan parlemen yang berkuasa. Aksi demonstrasi ini berjalan penuh kericuhan dan luka dari rakyat yang turun serta para penjaga keamanan, bahkan berdampak pada blokade beberapa daerah (idntimes.com, 26/9/2025).

Namun para pejabatnya nihil tampak ke permukaan. Mereka sedang berlindung dan bersantai pada sofa yang empuk, makan siang yang mengenyangkan, dan kecepatan internet yang kencang. Kemarahan itu tumpah ruah di jalanan hingga 28 Agustus 2025 di atas tuntutan demonstrasi yang sama. Puncaknya, satu korban ojek online kehilangan nyawa di bawah lindasan roda rantis Brimob. Satu jiwa itu menjadi saksi kemurkaan rakyat yang kian memuncak hingga ubun-ubun.

Namun tahukah bahwa seiring dengan kemarahan kita yang membabi buta itu, sejatinya membuat kita lupa pada musuh kita sebenarnya: kapitalisme. Lawan kita semata-mata bukan hanya pada polisi dan tentara yang dibayar para petingginya untuk bekerja. Bukan hanya pada wakil rakyat yang punya kuasa memalak uang rakyat, namun membuat kebijakan antirakyat. Juga bukan sekadar pada pemimpin dan para pemilih mereka. Karena kenyataannya, sistem kapitalismelah yang mengizinkan itu semua. Kebebasan dalam memilih dan menyusun regulasi. Kebebasan dalam mengumpulkan modal dan materi.

Sistem kapitalisme memberikan kewenangan bagi lembaga tertentu untuk menyusun peraturan dan membuat keputusan, sehingga mereka dengan bebas dapat mengesahkan kebijakan seenak dompet sendiri. Sebab sejatinya, manusia adalah makhluk egois yang akan selalu mempertimbangkan segala sesuatu sesuai dengan keuntungan yang akan mereka kantongi. Tak peduli jika harus menghancurkan kewarasan rakyat, memutus urat malu, bahkan mengorbankan nyawa orang lain. Selama uang dapat terus masuk ke rekening, semua aman.

Fungsi pengawasan yudikatif juga dirasa tertahan karena mulut-mulut mereka disumbat dengan suapan uang kertas. Pemimpin negeri pun tak ubahnya seperti boneka yang melangkah hanya karena digerakkan oleh para kapitalis. Semua seolah ‘sah-sah saja’ di mata sistem ini.

Islam Tawarkan Solusi

Sejak berabad-abad lalu, Islam telah memperkenalkan syariatnya. Seperangkat aturan yang tak hanya hadir sebagai ritual keagamaan, namun sebagai sistem yang mengubah seluruh tatanan hidup manusia: muslim dan seluruh penganut agama lain di bawah penjagaan Khilafah. Setiap individu—termasuk para pengurus struktur negara, tertanam ketundukan pada syariat dan ketakutan hanya pada Allah Swt. Asas negara yang disandarkan pada akidah Islam telah membentuk mereka untuk menjalankan segala aspek kehidupan sesuai dengan aturan dan larangan Allah, termasuk pada aspek pemerintahan yang sejatinya bersifat universal.

Syariat Islam yang turun dalam Al-Qur’an ’an dan As-Sunah sepenuhnya berasal pada tuntunan Allah Swt. yang memahami betul sifat dan kelemahan manusia sebagai makhluk-Nya. Sehingga setiap aturan yang akan ditetapkan dalam bernegara akan dikembalikan pada syariat, bukan akal kejeniusan manusia semata.

Sistem politik yang diterapkan adalah ri'ayah syuunil ummah (pengaturan urusan umat). Sehingga kebijakan apa pun berorientasi pada terpenuhinya hak-hak rakyat, bukan segolongan elite tertentu. Sistem sanksi dan hukuman pun akan tegas menjerat para pelanggarnya sesuai dengan syariat yang ada. Di sinilah letak keseriusan pejabat negara selaku ‘pelayan rakyat’ atas dasar ketakwaan pada Sang Pencipta.

Khatimah

Bersama kesakitan yang tengah menggerogoti bangsa, ada pil pahit yang harus kita telan. Bahwa sekeras apa pun kita berteriak pada pemangku kekuasaan dan para penjaganya, selama sistem kapitalisme ini tidak ditanggalkan, maka sejarah ini akan terus berulang. Si maling perebut keadilan bukan sekadar rezim dan anteknya, melainkan seperangkat tatanan hidup yang membawa kehancuran. Inilah saatnya untuk menghentikan kenyataan kelam dan menggantinya dengan cahaya benderang yang dibawa Islam. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: