Oleh. Erna Kartika Dewi
(Kontributor SSCQMedia.Com,)
SSCQMedia.Com—Allahu Akbar
Allahu Akbar...
Allahu Akbar...
Laa Ilaaha Illallaahu Allaahu Akbar...
Allaahu Akbar walillaahil hamd ...
Gema takbir mulai berkumandang di malam itu, pertanda Ramadan telah berlalu dan telah pergi meninggalkan kita semua. Seketika berbagai macam rasa hadir dalam hati ini, bahagia dan merasa syahdu ketika mendengar suara takbir berkumandang pertanda hari kemenangan telah tiba, tetapi jauh di lubuk hati yang paling dalam ada sebuah kesedihan yang dirasa tentang kepergian bulan mulia yaitu bulan Ramadan.
Tak ada lagi bunyi tadarusan di masjid, tak ada lagi bunyi suara orang-orang yang memanggil untuk membangunkan makan sahur, tak ada lagi orang yang berduyun-duyun pergi ke masjid atau mushala untuk melaksanakan salat Tarawih, dan tak ada lagi sekumpulan orang-orang yang ramai di sepanjang jalan hanya untuk membagikan takjil berbuka puasa.
Ya Allah,
Di antara kebahagiaan yang dirasa, ada kehampaan juga yang muncul di hati ini. Ramadan sudah pasti akan datang kembali di setiap tahunnya, tapi tidak dengan diri ini. Karena sebagai manusia kita tidak pernah tahu akan sampai di mana usia kita nanti.
Hanya saja aku selalu berdoa, semoga Allah memberikan aku dan juga keluargaku umur yang panjang sehingga kami semua masih diizinkan oleh Allah untuk bertemu kembali dengan bulan Ramadan tahun berikutnya dalam keadaan sehat wal afiat tanpa kurang suatu apa pun.
Momen Idulfitri adalah momen istimewa yang dinantikan oleh seluruh umat muslim setelah menjalani puasa Ramadan selama sebulan penuh. Tetapi ada yang berbeda di momen Idulfitri kali ini. Lagi-lagi kami bertemu dengan momen penentuan Idulfitri yang jatuh di tanggal yang berbeda, tapi tidak mengapa. Insyaallah semua yang kupilih sudah benar meskipun mungkin tidak sama dengan orang-orang sekitar.
Bahagiaku menyambut datangnya hari raya Idulfitri terasa lengkap setelah kedatangan sang suami tercinta. Kehadiran beliau adalah salah satu momen yang sangat dinanti-nantikan di rumah karena di tahun ini kami menjalani suasana Ramadan yang berbeda. Qadarulllah, Allah menugaskan suami untuk mengemban amanah sebagai pejuang nafkah di kota lain, nan jauh di seberang sana. Sehingga momen-momen kebersamaan yang biasa kami lalui di setiap tahunnya, terasa ada yang hilang di tahun ini.
Inilah yang membuat Idulfitriku terasa berbeda lagi dengan yang lainnya, karena aku merasa kebersamaanku bersama suami seperti dikejar-kejar oleh waktu dan tanggal di kalender yang mengingatkan kapan suami harus kembali bertugas lagi. Jangan tanya bagaimana perasaanku, tapi aku selalu yakin apa pun yang terjadi dalam hidupku apa pun itu semua terjadi pasti karena Izin Allah. Mau bagaimanapun rasanya dan keadaannya, tetap harus kuucapkan alhamdulillah ala kulli hal.
Idulfitri yang kami lalui pun sama seperti tahun sebelumnya, yaitu tidak mengenal tradisi mudik seperti orang-orang pada umumnya. Sebenarnya keinginan untuk mudik ke kota kelahiran itu selalu ada, tapi ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Semoga saja suatu saat Allah mengizinkan kami sekeluarga sehingga bisa merasakan mudik ke kota kelahiran kami di Kota Bandung.
Suasana Idulfitri di kompleks perumahan kami pun terasa lebih meriah di tahun ini, karena ternyata ada banyak tetangga kami yang tidak melakukan mudik seperti tahun-tahun sebelumnya karena satu dan lain hal. Suasana ini juga yang membuat Idulfitri tahun ini terasa berbeda. Sehingga akhirnya kami pun bisa berkumpul bersama, melakukan salat di masjid, mengikuti acara makan bersama sambil bersilaturahmi di masjid dan kemudian dilanjutkan dengan berkeliling ke rumah tetangga yang ada di sekitar kami.
Momen ini juga merupakan momen yang dinanti-nanti karena sebagai manusia pastinya kita tak pernah luput dari salah dan khilaf. Khawatir ada lisan maupun sikap kita yang kurang berkenan di hati tetangga semoga dengan datangnya momen Idulfitri ini semua bisa kembali menjadi fitrah dengan saling maaf memaafkan.
Allah Swt., berfirman dalam Al-Qur'an :
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
Artinya:
“Jadilah pemaaf, perintahkanlah kepada apa yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang belum mengerti.”
(TQS. Al-A'raf ayat 199)
Acara pun dilanjutkan kembali dengan tradisi sungkeman di keluarga kami, meminta maaf kepada Mamah, Suami, Kakak dan juga anak-anak serta ponakanku. Kepada Mamah, tangisku selalu saja tak terbendung mengingat semua dosa dan khilaf yang sudah kulakukan kepada Mamah.
"Maafin Irna ya, Mah."
Begitu pula saat sungkem pada suamiku. Seketika terbayang betapa banyaknya omongan dan tingkahku dan banyaknya keinginanku pada suamiku, tetapi suamiku sama sekali tak pernah protes atau pun mengeluh dengan semua itu, beliau selalu memaklumi apa pun yang aku lakukan. Tapi tetap saja terkadang rasa bersalah itu selalu muncul. Semoga suamiku bisa memaafkanku juga.
"Maafin Bunda, ya, Yah," bisikku padanya.
Anak-anakku,
Kupeluk mereka satu per satu dan meminta maaf. Meskipun sudah menjadi orang tua pastinya aku pun tak luput dari khilaf dan salah ketika membersamai mereka.
Ketika sungkem pada tetehku, Ya Allah, lagi-lagi ada keharuan yang dirasa. Kupeluk tetehku, semoga Allah memberikan kesembuhan kepada beliau, aku merindukan semua momen kebersamaan bersama beliau, entah itu dalam aktivitas keseharian kami maupun aktivitas dakwah. Semoga Teteh pun memaafkan aku, adiknya yang selalu saja rajin berceloteh apa pun, dengan tingkahnya yang ada-ada saja.
Begitu pula dengan kakak ipar, semoga selalu memaafkan aku dan selalu sabar mempunyai adik seperti aku.
Dan teruntuk keponakan-keponakanku tersayang, maaf dan sayang selalu kuucapkan juga untuk mereka. Semoga mereka bahagia memiliki tante seperti aku.
Selain itu, tak lupa untuk meminta maaf kepada ayahanda tercinta, kepada para uwa (Pakde/Bude) yang ada di kota lain sebagai tanda hormat kami kepada semuanya. Keluargaku tidaklah banyak seperti orang lain, tetapi ketika berkumpul kedekatan yang terjalin di antara kami begitu indah rasanya.
Seperti yang aku katakan di atas, meskipun di Idulfitri kali ini ada banyak momen dan kebiasaan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya tapi semua itu tidak mengurangi semua kebersamaan di antara kami. Kami tetap bahagia dengan semuanya, kami tetap menikmati hidangan khas lebaran buatan mamah berupa ketupat, lontong lengkap dengan opor dan rendang yang menjadi menu favorit di keluarga kami, juga merasakan kue-kue khas lebaran yang memang sengaja dibuat oleh Mamah.
Kembali ke cerita Idulfitri yang berbeda, tahun ini Teteh semata wayangku sedang diberikan ujian cinta berupa sakit di bagian kakinya oleh Allah sehingga beliau harus lebih banyak istirahat dan berjalan dengan alat bantu. Semoga Allah senantiasa memberikan kesabaran dan kekuatan kepada Teteh dan semoga semua ujian cinta ini bisa menjadi penggugur dosa-dosanya.
Ya Allah...
Ternyata Idulfitri kali ini benar-benar berbeda dari sebelumnya. Entahlah, ada banyak rasa di hati ini yang sedang kurasakan. Ada banyak hal yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata dan hanya bisa berkata "Alhamdulillah ala kulli hal".
Ya Allah,
sepanjang jantungku masih berdetak, aku akan selalu mensyukuri setiap kebaikan-Mu. Bisakah keimanan ini kuperpanjang hingga jejakku di bumi-Mu tak lagi ada?
Ya Allah,
Semoga di momen yang suci ini, semua orang yang pernah kukenal dan pernah hadir dalam hidupku mau memaafkan semua kesalahanku. Semoga di momen yang suci ini kita semua kembali dalam keadaan fitrah, tanpa ada rasa ataupun amarah apa pun lagi.
Ya Allah,
Alhamdulillah karena telah mengizinkan aku untuk bertemu dengan Idulfitri di tahun ini. Alhamdulillah, terima kasih karena telah mengizinkan aku untuk bisa merasakan momen kebersamaan bersama keluargaku.
Semoga saja Allah masih mengizinkan aku dan keluargaku untuk bisa bertemu kembali dengan Idulfitri di tahun berikutnya. Allah kumpulkan kami kembali dalam keadaan yang lebih baik lagi serta penuh dengan kebahagiaan.
Aamin, aamiin, yaa Rabbal alamin.
Taqabbalallahu minna wa minkum taqabbal ya karim. Mohon maaf lahir dan batin untuk semuanya. [Hz]
Baca juga:

Masya Allah pencerahan untuk hati ini terimakasih
BalasHapus