Cerpen
Oleh. Rina Herlina
Bagas termenung setelah membaca pesan dari Bunda melalui aplikasi hijaunya. Dia sangat paham, kini kehidupan keluarganya terbilang sulit dari segi ekonomi. Ayahnya kerja serabutan, Bunda hanya mengantar-antar kue ke kedai-kedai kopi. Pendapatan Bunda hanya sekitar Rp 40.000 untuk dua hari. Sungguh, jauh di lubuk hatinya, Bagas tidak ingin membebani kedua orang tuanya. Dia hanya punya cita-cita ingin bisa menyelesaikan sekolahnya sampai tamat SMK.
Berhari-hari Bagas masih terus memikirkan pesan dari Bunda, antara tetap sekolah atau berhenti dan mulai
mencari pekerjaan. Usianya baru 17 tahun, dia belum tahu mau kerja apa, atau adakah yang sudi memberinya pekerjaan. Setiap selesai salat, Bagas selalu berdoa, meminta dibukakan rezeki seluas-luasnya untuk keluarganya agar bisa membiayai sekolah dia dan adik perempuan satu-satunya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Bagas yang selama dua tahun terakhir memilih tinggal bersama kakek dan neneknya di kampung, selalu rajin membantu pekerjaan mereka. Dia tahu kini dirinya menumpang, meski itu rumah dari orang tua Bundanya. Kehidupan yang sulit telah membuatnya menjadi lebih dewasa di usianya yang baru menginjak 17 tahun. Hidupnya yang dulu sesuka hatinya, perlahan berubah. Dia mau kerja apa saja demi mendapatkan uang untuk uang jajannya sehari-hari. Karena dia tidak bisa terus menerus.mengandalkan uang kiriman dari orang tuanya. Bunda kadang bisa ngirim, kadang juga tidak sama sekali.
Bulan puasa tahun kemarin saja, Bagas terpaksa menjadi tukang panen manggis. Kebetulan sedang musim manggis, dia senang karena bisa mengumpulkan uang untuk keperluannya sehari-hari. Dia kabarkan hal itu kepada Bunda.
"Assalamualaikum Bunda, Bunda lagi apa, Bunda sehatkan? Bunda, Aa bulan puasa ini alhamdulillah ada kerjaan, ngambil-ngambil Manggis. Upahnya insyaallah cukup untuk uang jajan Aa."
"Waalaikumsalam, Nak. Alhamdulillah, Bunda sehat. Wah, alhamdulillah anak Bunda udah belajar nyari uang, tapi hati-hati ya Nak, puasanya juga jangan sampai bolong ya. Maafin Bunda sama Ayah yang belum bisa jadi orang tua yang baik."
"Gak papa Bunda, Aa yang minta maaf karena dulu suka bikin susah. Sekarang Aa baru merasakan kerasnya kehidupan, susahnya cari uang. Insyaallah Aa tetap puasa."
"Oke Nak, baik-baik disana ya, Bunda sayang Aa."
"Aa juga sayang Bunda, i love you Bunda"
Hampir sebulan penuh Bagas bekerja mengambil manggis. Dia sangat senang karena dari hasil kerjanya bisa membantu bunda membayar biaya khatam Qur'an adiknya. Bunda juga berpesan agar Bagas membagi sedikit rezekinya kepada adik sepupunya dan anak-anak di sekitar rumah neneknya. Bunda bilang, kalau dalam rezeki yang kita dapat juga ada hak orang lain.
Tapi sayangnya, uang Bagas tidak cukup untuk melunasi utang SPP ke sekolah. SPP nya masih nunggak. Dia tidak ingin terus membebani kedua orang tuanya. Menjelang ujian semester genap, dia putuskan untuk pergi ke kota bekerja menggantikan abang sepupunya di laundry. Dengan hati yang gerimis Bagas mencoba mengubur impiannya untuk bisa menyelesaikan sekolahnya. Para tetangga yang melihat pun tak kuasa menitikkan air mata. Mereka sedih melihat nasib Bagas yang harus putus sekolah. Bagas adalah anak yang baik, sopan, ramah, dan saleh. Mereka sering melihatnya salat berjamaah di masjid, di saat teman-teman seusianya justru sibuk bermain game yang sedang booming.
Di saat teman-temannya sibuk mengerjakan soal ujian, Bagas justru sibuk memasukkan kain-kain kotor ke dalam mesin cuci. Sebelum subuh dia sudah bangun, dia sempatkan Tahajud dan khusyuk mengadu kepada Rabbnya. Dia meminta yang terbaik untuk jalan hidupnya. Apapun yang membuat Allah rida, dia akan lakukan, sekalipun harus mengubur impiannya. Bagas yakin kelak hidupnya akan membaik, dia tetap akan melanjutkan sekolah meski harus melalui jalur paket C. Itu rencana Bagas ke depannya, dia akan mengumpulkan uang supaya bisa sekolah paket C.
Sudah lima hari Bagas tidak masuk sekolah dan otomatis tidak ikut ujian. Bagas sudah pasrah tentang sekolahnya. Bagas tidak ingin kedua orang tuanya bertambah susah jika dia bersikeras mempertahankan cita-citanya. Bagas berpikir, biarlah dia yang bekerja keras sekarang agar adiknya tidak mengalami putus sekolah seperti dirinya.
Persis di hari keenam, Bagas mendapat telepon dari seseorang yang dia kenal. Namanya Pak Beni, seorang pengusaha di bidang properti dan pariwisata. Bagas sempat beberapa kali bertemu karena mengantar temannya yang mencari pekerjaan ke tempat Pak Beni. Ternyata sebelum Bagas memutuskan kerja di laundry, dia mencoba mengirim pesan ke Pak Beni dan meminta pekerjaan. Waktu itu Pak Beni sedang sibuk, sehingga pesan dari Bagas terlupakan begitu saja.
Setelah Bagas menceritakan kisah hidupnya dengan singkat, Pak Beni merasa prihatin. Pak Beni menilai jika Bagas anak yang baik dan pekerja keras. Dan yang menjadi nilai plus bagi Pak Beni, Bagas anak yang taat beragama. Akhirnya Pak Beni memutuskan untuk membantu Bagas dan membiayai sekolahnya sampai selesai. Pak Beni bersedia menjadi orang tua asuh untuk Bagas. Dia berpesan agar Bagas tetaplah menjadi anak yang baik, tekun, dan taat kepada Allah, insyaallah dengan begitu pertolongan Allah akan selalu hadir.
Akhirnya Bagas pulang kembali ke kampungnya dan mengikuti ujian susulan. Sekarang Bagas sudah kelas dua SMK. Dia bersyukur kepada Allah karena masih memberinya kesempatan untuk bisa mengejar cita-citanya. Dia sangat berterimakasih kepada Pak Beni karena sudah bersedia menjadi orang tua asuh dan membiayai sekolahnya sampai selesai nanti. Dia yakin semua yang terjadi pada dirinya adalah berkat kemurahan Allah dan doa dari kedua orang tuanya terutama Bunda.
Tamat. [An]
Baca juga:

0 Comments: