Headlines
Loading...
Sukses Memalak Rakyat, kok Bangga?

Sukses Memalak Rakyat, kok Bangga?

Opini


Oleh. Esti Dwi

Pajak merupakan penyumbang terbesar pemasukan negara dalam APBN. Keberadaannya yang menjadi tulang punggung negara tentulah sangat urgen dan menjadi prioritas kebijakan. Berbagai upaya dilakukan agar penarikan pajak makin meningkat dari tahun ke tahun. Rakyat sebagai objek pajak menjadi pihak yang paling merasakan kesusahan. Dengan berbagai jenis pajak yang diterapkan dan nominalnya yang tinggi kian mencekik rakyat. 

Mirisnya, pemerintah justru bangga dengan pajak yang diambil dari rakyat. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam pidatonya di hari pajak nasional. Dengan bangga, Menkeu memamerkan kinerja moncer jajarannya di Direktorat jenderal pajak (DJBC) sehingga angka penerimaan pajak terus meningkat signifikan sejak 1983 yang saat itu mencapai 13 triliun. Angka penerimaan pajak pada era reformasi pada 1998 hingga menjelang 2000 kemudian naik menjadi Rp400 triliun. Penarikan pajak setelah reformasi telah mencapai hamper 5 kali lipat, bahkan ditetapkan target pajak tahun ini sebesar Rp1.988,9 triliun. (cnnindonesia.com, 14/7/2024)

Pajak Karakter Kapitalisme

Pajak sebagai pendapatan utama untuk pembiayaan pembangunan nasional merupakan hal yang melekat dalam sistem kapitalisme. Keberadaanya menjadi tulang punggung pendapatan negara sangat penting sehingga akan dilakukan dengan segala cara. Negara akan memanfaatkan berbagai celah, bahkan sekecil apa pun itu untuk menarik pajak dari rakyat.

Sangat miris! Negeri ini memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi tidak dikelola dengan benar sehingga bisa menghasilkan pendapatan negara. Negara justru menerapkan pajak kepada rakyat untuk membiayai jalannya pemerintahan dan memenuhi kebutuhan rakyat. Alih-alih sejahtera dengan SDA-nya, rakyat justru makin sulit dengan pajak yang terus mengimpit.

Hal ini terjadi karena salah dalam pengelolaan SDA. Pengelolaan SDA yang seharusnya dilakukan oleh negara justru diserahkan kepada swasta kapitalis. Tentu saja, hasil pengelolaan SDA tersebut mengalir ke kantong-kantong para pemilik modal. Rakyat yang notabene pemilik kekayaan alam justru hanya mendapat remah-remahnya. 

Inilah konsekuensi penerapan sistem demokrasi kapitalisme yang memberi kebebasan tanpa batas bagi pemegang kapital. Mereka yang memiliki modal akan sangat diuntungkan. Mereka bisa memiliki apa saja dengan modal yang dimiliki, termasuk barang milik umum seperti kekayaan alam.

Kebebasan kepemilikan ini kemudian diperkuat dengan peran negara yang menjadi fasilitator dan regulator bagi para pemilik modal tersebut. Negara yang menganut kapitalisme tentu saja bekerja untuk para pemilik kapital. Negara meninggalkan perannya pelayan yang mengurus dan menjamin kesejahteraan rakyat. 

Penerapan pajak di berbagai lini dengan nominal yang tinggi menjadi bukti pengabaian negara atas rakyatnya. Ini sekaligus menjadi bentuk kezaliman negara yang berprinsip kapitalisme.

Islam Menyejahterakan Rakyat

Berbeda dengan negara kapitalis yang menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan negara, Islam hanya menetapkan pajak ketika dalam kondisi tertentu. Dalam sistem Islam, pajak hanya dipungut saat kas negara kosong. Pungutannya pun hanya ditujukan kepada orang kaya. Pajak tidak ditarik secara terus-menerus atau bersifat kontinu, melainkan hanya insidental. Ketika kas negara kembali terisi, maka pajak akan dihentikan. 

Dalam Islam, ada banyak sumber pemasukan negara. Pajak tidak menjadi sumber pemasukan negara sebagaimana dalam kapitalisme sehingga rakyat tidak akan terbebani olehnya. Negara memiliki pendapatan yang cukup, bahkan berlebih dari pengelolaan harta milik umum. Hal ini karena Islam membatasi kepemilikan individu terhadap harta umum yang jumlahnya sangat besar.
 
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Dari hadis ini dapat dipahami bahwa komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak yaitu hutan, sumber energi, dan air merupakan harta milik umum yang tidak boleh ada satu pun individu menguasainya. Pengelolaan atas harta milik umum hanya boleh dilakukan oleh negara dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. 

Di sinilah peran penting seorang pemimpin sangat dibutuhkan dalam menjalankan aturan yang tepat. Pemimpin merupakan penggembala yang bertugas mengurusi kebutuhan rakyatnya. Dengan begitu, kesejahteraan rakyat akan tercipta.

Wahai kaum muslimin, hanya dengan sistem Islamlah kehidupan manusia akan sejahtera dan berkah. Allah berfirman dalam surat Al A'raf ayat 96: 

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Sudah saatnya kehidupan sempit yang selama ini dirasakan, menjadikan kita bermuhasabah dan mengambil solusi Allah agar keberkahan dan kelapangan hidup bisa kita raih. Inilah momen kita harus segera hijrah dari aturan zalim kapitalis kepada syariat Islam yang rahmatan lil alaamiin.

Baca juga:

0 Comments: