Opini
Oleh. Dhevi Firdausi, ST
Berita tentang kejutan prank ulang tahun makin hari semakin mengkhawatirkan. Misalnya, berita terbaru tentang meninggalnya ketua OSIS SMAN 1 Cawas setelah mendapat prank ulang tahun dari temannya. Banyak media sosial yang memberitakan kasus ini, termasuk dilansir dari situs Detik.com pada Senin (8/7/2024). Perayaan prank ulang tahun ketua OSIS SMAN 1 Cawas, kabupaten Klaten, Jawa Tengah berujung maut. Peristiwa itu menyebabkan sang ketua OSIS berinisial FN (18) meninggal dunia. Kejadian tersebut tepat dialaminya bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke-18 pada Senin (8/7/2024).
Merayakan ulang tahun dengan kejutan menjadi tren bagi remaja, bisa jadi merupakan bentuk eksistensi diri. Kalau kita melihat sejarah awalnya, budaya prank ulang tahun ini berasal dari negara barat. Peradaban Barat menjadi acuan dalam hidup masyarakat, termasuk kaum remaja. Eksistensi diri mereka makin berhasil seiring dengan makin ekstrim prank yang mereka buat. Banyak juga yang memviralkan budaya prank ulang tahun ini di media sosial, sehingga makin banyak yang mencontohnya.
Di sisi lain, perilaku remaja sering kali spontan, tanpa disertai pemikiran mendalam, karena ketidakpahaman atas kaidah berpikir dan beramal, serta adanya pertanggungjawaban atas setiap perbuatan. Kebiasaan remaja zaman sekarang, sering kali berpikir jangka pendek, sehingga tidak sampai memahami akibat dari tindakannya. Hal ini ditambah dengan kondisi masyarakat yang memaklumi kebiasaan tersebut, dengan alasan para remaja masih proses mencari jati diri, sehingga wajar kalau berbuat kesalahan. Padahal kebiasaan untuk selalu bertanggungjawab atas segala aktivitas yang dilakukan perlu dilakukan sejak dini, sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan.
Demikian pula abainya atas resiko yang mungkin terjadi. Sering kali perbuatan dilakukan sekedar bersenang-senang dan jauh dari produktif. Budaya hedonis dan permisif dari negara barat juga telah mempengaruhi remaja kita. Remaja dengan segala potensinya, baik kekuatan fisik dan psikis, seharusnya dimanfaatkan untuk produktivitas belajar untuk meraih masa depan yang terbaik. Fase remaja berbeda dengan fase anak-anak maupun fase orang tua. Sangat disayangkan, jika fase yang penuh dengan potensi ini hanya dimanfaatkan untuk bersenang-senang. Padahal jangka waktunya terbatas.
Kita sebagai seorang muslim, tentu sudah seharusnya menjadikan Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Syariat Islam sangat sempurna, tidak hanya mengatur ibadah ritual, tapi juga mengatur hubungan sosial masyarakat. Hal ini berarti Islam juga mengatur tentang politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.
Dalam dunia pendidikan, Islam memiliki sistem pendidikan yang mengajarkan kaidah berpikir benar yang akan menghasilkan amal produktif yang dihasilkan dari berpikir mendalam. Dalam Al-Qur'an, surat Al -A'laq ayat 2-5, disebutkan bahwa, "Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."
Rasulullah saw. mengajarkan untuk berpikir secara benar dan jangka panjang. Jangka panjang ini bukan hanya sekedar di dunia, tapi bertanggung jawab pada Allah Swt. Para sahabat, merupakan bukti nyata dari hasil didikan Rasulullah saw. Bagaimana mereka punya akidah yang kuat, menggunakan standar halal dan haram ketika berpikir tentang segala hal. Sehingga segala tindakan yang dilakukan bisa dipertanggungjawabkan. Para sahabat juga banyak yang usianya masih belasan tahun, tapi orientasi hidup mereka adalah meraih rida Allah Swt. dan bermanfaat untuk masyarakat. Alhasil, banyak penemuan teknologi dihasilkan dari peradaban Islam, di antaranya bidang arsitektur, kedokteran, aritmatika, dan lain-lain.
Alangkah baiknya jika remaja kita berhasil memanfaatkan potensinya sama seperti para sahabat Rasulullah saw., bukan membebek pada peradaban Barat yang menyengsarakan.
Baca juga:

0 Comments: