Headlines
Loading...
Kisah Inspiratif 


Oleh. Tini Ummu Faris

Alhamdulillah bini'matihi tatimmushshalihaat. Atas izin Allah dipertemukan kembali dengan Ramadan dalam keadaan sehat walafiat. Semoga Allah membalas semua amaliah Ramadan dengan sebaik-baik balasan. Amin. 

Setiap Ramadan tiba, selalu ada rasa bahagia. Bukan karena seperti anak-anak yang menanti lebaran dan pernak perniknya. Namun lebih kepada keutamaan dan keistimewaan yang ada padanya. Masyaallah tabarakallah. Tak ada bulan sebaik Ramadan. Allah tempatkan Ramadan sebagai bulan penuh pahala, berkah, ampunan, dan keistimewaan lainnya. 

Selain rasa bahagia karena setiap detik bisa dioptimalkan bernilai pahala, di penghujung Ramadan suka muncul rasa sedih. Sedih karena menikmati Ramadan tanpa salah satu orang yang dicintai, Bapak. Tepat tanggal 22 Ramadan 1440 H (Ahad 26 Mei 2019) Bapak meninggalkan kami untuk selamanya. Tak terbayangkan sebelumnya kalau kami akan menjamu akhir Ramadan tanpa beliau.

Bapak, sebelumnya memang sedang sakit. Beliau bedrest sejak beberapa bulan sebelum meninggal. Biasanya aktif berjualan di pasar. Sejak sakit keras dan tidak kuat lagi ke luar, akhirnya memilih istirahat di rumah 

Awalnya Bapak diprediksi sakit lambung saja. Namun, agak lama tak kunjung membaik. Saat diterapi, sang herbalis menyampaikan sepertinya Bapak juga sakit liver. Menurut Bapak, bagian lambung Bapak yang terasa sakit. Makan sudah tak enak, tidur sudah tak nyaman. Beberapa diperiksa ke dokter di klinik terdekat. Hanya bertahan sebentar, kemudian terasa sakit kembali.

Jarak dari rumah kami ke rumah orang tua sebenarnya tidak terlalu jauh, kurang lebih 45-60 menit pun bisa sampai. Qadarullah, saat itu aku, suami maupun anak-anak jarang menjenguk Bapak. Anak-anak yang libur sekolahnya Jumat, tak cocok bila harus menginap karena suami tidak ada hari libur kerja. Astagfirullah ... Menyesal memang tak pernah datang lebih awal. Sebetulnya bukan karena sibuk aktivitas dan anak-anak sulit diajak menginap ke rumah orang tua. Kadang merasa sungkan khawatir Bapak yang harus istirahat jadi terganggu karena kondisi anak-anak saat itu yang kadang ramai sekali. Ya Allah, semoga Engkau mengampuni dosa-dosa kami.

Teringat saat sepuluh hari menjelang Bapak wafat. Beliau bertanya kepada saya, kemana saja? Baru menjenguk lagi ke sini? Ya Allah, Bapak, maafkan saya, suami, dan anak-anak kami yang lalai tak sering menjengukmu. 

Sabtu 18 Mei 2019, Bapak kami bawa berobat ke klinik di Karangtengah. Alhamdulillah ada dokter poli dalam. Saya menemani Bapak ke ruang dokter. Subhanallah, sakit Bapak ternyata sudah semakin parah. Liver akut. Peruty sudah membengkak. Saat itu awalnya dokter menyarankan untuk sedot cairan di perut. Namun, dokter akhirnya memberikan obat terlebih dahulu. Pekan depannya baru kontrol lagi.

Saya dan anak-anak tak menginap lama kala itu. Setelah menemani Bapak di klinik, saya pulang lagi ke rumah dan Bapak ditemani adik pulang ke rumah Bapak.

Sepekan kemudian, tanggal 26 Mei 2019. Aku yang saat itu sedang menyiapkan perlengkapan anak-anak, Fatih dan Faris sanlat di sekolah ditelepon adikku, Heni. Bapak mau kontrol, insyaallah dari rumah Cikalong ditemani Adik dan Bibi. Bi Isah  adiknya Bapak sengaja menginap sejak beberapa hari sebelum Bapak kontrol, menemani Bapak di rumah. Akhirnya, saya ditemani Fathin dan Farhan berangkat ke klinik. Bapak sudah menunggu di ruang tunggu ditemani Bibi dan Adik. Saat diperiksa ke ruang dokter saya menemaninya. Bagai disambar petir di siang hari, saat dokter sampaikan kondisi Bapak. Hati beliau sudah sangat rusak. Dokter bilang, tinggal menunggu waktu saja. Biasanya tak lama. Rabbanaa ... Ampuni atas segala kelalaian kami. Tak perlu kami sesali dan bilang seandainya penyakit Bapak terdeteksi sejak dini tentu tak akan separah ini. Astagfirullah... Bukan waktunya menyesali diri. Dokter memberikan rujukan agar Bapak segera dibawa ke rumah sakit. Kami mengiyakan dan langsung membawa Beliau ke RS dr. Hafizh. Menunggu di ruang UGD agak lama. Bapak beberapa kali bertanya kepadaku kapan bisa masuk ruangan. Saat di ruang UGD Bapak hendak ke toilet. Aku tak kuat memapahnya. Alhamdulillah, ada saudara yang saat itu datang menjenguk ikut membantu. 

Menjelang Zuhur akhirnya Bapak bisa masuk ruang rawat inap. Sedikit lega karena tidak terlalu sesak pasien seperti di ruang UGD. Kondisi Bapak saat itu masih bisa sadar. Diajak ngobrol masih bisa. Saat diberikan makan siang sudah mulai menolak. Menginjak sore Bapak sudah tak kondusif. Akhirnya kami sekeluarga memutuskan untuk membawa pulang Bapak. Tiba di rumah sesaat setelah Magrib. Ya Allah... Kondisi Bapak sudah sangat tidak kondusif. Selepas Isya, Bapak sudah tidak sadarkan diri. Ya Allah.... Kasihan dengan Bapak. Menahan sakit sampai seperti itu.  Hingga esok harinya, Adik yang laki-laki berikhtiar dengan menginfus Bapak. Kondisi Bapak sudah sangat lemah. Mungkin kalau masih di rumah sakit, kondisi koma seperti itu akan masuk ruang ICU.  Kami sekeluarga dan saudara juga yang menjenguk hanya berada di samping Bapak dengan iringan bacaan Al-Qur'an. Kala itu banyak sahabat dan saudara yang menjenguk dan ikut mendoakan Bapak. 

Tiba waktu berbuka, kami bergiliran menunggui Bapak. Selepas kami berbuka, Bapak semakin lemah. Kami mengelilinginya sambil terus menyertai Beliau dengan lantunan ayat Al-Qur'an. Di tengah kami ada saudara yang biasa merukyah Bapak, menyampaikan kepada kami. Kondisi Bapak sudah lemah, kami harus ikhlas. Semua anggota keluarga inti berada di sekeliling Bapak. Saya di bagian telinga kanan Bapak, adikku Henny di sebelah kiri, Mamah dan adikku Deden di bagian bawah. Laa ilaaha illallaah. Innalilahi wa innailaihi raji'un, saat azan Isya berkumandang Bapak meninggalkan kami untuk selamanya. Ya Allah... Ampuni kami yaa Rabb

Innalilahi wa innailaihi raji'un. Allahummagfirlahu warhamhu. Doa kami mengiringi.

Mang Dasep saudara yang biasa merukyah kami menyampaikan pesan Bapak kalau Bapak ingin dikebumikan di daerah Cipanas, tempat asal Bapak. Kami langsung menghubungi keluarga di Cipanas untuk menyiapkan segala sesuatunya. Senin 27 Mei 2019 Bapak kami antar ke tempat peristirahatan terakhir. 23 Ramadan 1440 kala itu. Penghujung Ramadan tanpa Bapak. 

Ya Allah, kami rida atas semua ketetapan-Mu. Ajal menjemput bisa kapan saja. 

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌ‌ۚ فَاِذَا جَآءَ اَجَلُهُمۡ لَا يَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَةً‌ وَّلَا يَسۡتَقۡدِمُوۡنَ‏

"Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (QS. Al-A'raf: 34)

Lima tahun sudah tanpa kehadiran Bapak di tengah kami. Alhamdulillah masih ada Mamah menemani kami. Semoga diberikan keluasan usia dalam keadaan sehat dan berkah. Semoga kami bisa terus berbakti kepada orang tua kami. Terlebih semasa orang tua masih ada. Bila sudah tiada, tak akan ada waktu untuk berbakti kepada mereka. Hanya bisa mendoakan mereka.

Wallahu a'lam bi ash-shawab

Cianjur, 2 April 2024/ 24 Ramadan 1445

Baca juga:

0 Comments: