Opini
Oleh. Ermawati
Penilaian Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, bahwa langkah pemerintah menaikkan harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita, dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 tidak masuk akal. Pasalnya, dia menyebut Indonesia merupakan eksportir minyak sawit mentah (CPO), bahan baku minyak goreng. Tulus mengatakan bahwa, “Tidak masuk akal kita melimpah ruah CPO, tapi harga minyak goreng malah naik,” saat dihubungi Tempo, Sabtu, 20 Juli 2024. (Tempo.co, 21/07/2024).
Kenaikan yang diumumkan oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan dalam Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat. Bahwa harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng MinyaKita atau harga MinyaKita naik dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 per liter. Namun ini membuat Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik bingung atas alasan Kemendag, bahwa harga eceran minyak goreng harus disesuaikan dengan biaya produksi yang terus naik dan fluktuasi nilai tukar rupiah. (Liputan6.com, 20/07/2024).
Kenaikan harga MinyaKita tidak masuk akal, mengingat Indonesia adalah negeri penghasil sawit terbesar. Hal ini menunjukkan adanya salah kelola akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme sehingga pengaturan kebutuhan rakyat tidak pro rakyat. Apalagi negara tidak berperan dalam distribusi, dan justru dikuasai oleh Perusahaan yang memperpanjang rantai distribusi dan mengakibatkan harga makin mahal.
Pengelolaan sawit di negeri ini mekanismenya salah kelola, sebab diserahkan pada pengusaha yang mempunyai kepentingan di balik itu, maka harga minyak bisa pengusaha mainkan sesuka hati sebab itu miliknya bukan milik rakyat yang semestinya dikelola negara, inilah pengelolaan dalam sistem kapitalisme yang diserahkan pada pengusaha, yang hanya menjadikan negara atau pemerintah hanya sebagai regulator dengan rakyatnya sebagai penjual dan pembeli, tidak punya andil dalam menetukan harga pasar.
Kondisi negara ketika menerapkan sistem kapitalisme tentu akan menyengsarakan rakyat bukan mementingkan orientasi kemaslahatan rakyat, sebab para kapital oligarki akan menjadi pihak yang diuntungkan oleh negara, para kapital yang diberikan wewenang dalam pendistribusian bahan pokok dalam negeri. Dengan menaikan harga minyak maka mereka dapat untung yang besar. Sedangkan rakyat hanya bisa pasrah ketika harga bahan pokok baik itu minyak atau lainnya naik, akhirnya terpaksa harus lebih keras lagi mencari nafkah agar dapur tetap menyala.
Islam memandang pemenuhan kebutuhan pokok menjadi tanggung jawab negara dengan berbagai mekanisme sesuai syariat. Penerapan sistem ekonomi Islam dalam pengelolaan sawit akan menjadikan minyak mudah didapat dengan harga murah. Sebab alam akan dikelola kemanfaatannya oleh negara, untuk menghasilkan sesuatu demi kemaslahatan umat yang akan didsitribusikan sesuai mekanisme negara Islam, harga tidak akan mahal, sebab negara hanya butuh ganti modal tanpa pengambil keuntungan dari hasil minyak. Negara akan memastikan setiap rakyat dapat mengakses bahan pokok seperti minyak dll, dengan harga yang terjangkau rakyat.
Penerapan sistem Islam secara keseluruhan akan mewujudkan kesejahteraan rakyat, karena negara menjadi pihak pengendali distribusi kebutuhan rakyat termasuk minyak, pengawasan setiap hari juga dilakukan agar tidak ada yang berbuat curang, baik dalam distribusi dan yang dapat menyebabkan harga minyak naik, akan ada edukasi terkait fikih muamalah bagi para pedagang dan pengusaha, sehingga tidak ada yang akan melakukan kecurangan atau menaikan harga yang akan memberatkan rakyat dalam mengakses minyak, semua akan dimudahkan dalam mengakses minyak dengan harga yang terjangkau.
Negara Islam pastinya akan memenuhi semua kebutuhan pokok rakyat, membuka lowongan kerja seluas-luasnya agar para laki-laki mampu menafkahi keluarganya, bagi lansia yang lemah tidak mampu mencari nafkah, maka negara akan memberikan bantuan untuk menjamin kebutuhan pokok lansia tersebut juga keluarganya.
Wallahualam bishawab. [Hz]
Baca juga:

0 Comments: