Headlines
Loading...
KDRT, Potret Rusaknya Keluarga dalam Sistem Kapitalisme

KDRT, Potret Rusaknya Keluarga dalam Sistem Kapitalisme

Oleh. Ratna Kurniawati, SAB

Sungguh miris, ada banyak sekali kasus KDRT yang berujung pada hilangnya nyawa secara sia-sia. Bahkan, korban dan pelaku masih terikat dalam ikatan suci pernikahan.

Seorang pria bernama Jali Kartono tega membakar istrinya sendiri Anie Melan hidup-hidup lantaran terbakar api cemburu setelah melihat istrinya chatting dengan pria lain. Kasus ini terjadi di kediaman pribadi di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada hari Selasa, 28 November 2023. Suami beralasan gelap mata karena melihat istri yang disayangi bisa berhubungan dengan pria lain. Untungnya ada salah seorang tetangga korban yang membantu meredam api dengan menyelimuti menggunakan sarung yang sebelumnya sudah dibasahkan. Korban berhasil dilarikan ke RSCM untuk mendapatkan perawatan (megapolitan.kompas.com, 5/12/23)

Di tempat lain, terjadi kasus pembunuhan terhadap keluarga sendiri yakni seorang ayah dengan inisial PD tega membunuh keempat anak kandungnya dalam rumah kontrakan di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kemudian PD berupaya melakukan upaya bunuh diri namun gagal. Sedangkan sang istri dirawat di salah satu rumah sakit secara intensif akibat KDRT yang dia lakukan. Adapun motif dari pelaku diduga cemburu melihat istrinya bekerja sedangkan dia seorang pengangguran. (megapolitan.kompas.com, 9/12/23)

Kedua kasus di atas menambah daftar panjang KDRT. Banyak faktor yang membuat pelaku gelap mata dalam melakukan tindak kekerasan yang berujung pada pembunuhan.  Di antaranya karena faktor ekonomi maupun faktor perselingkuhan. Selain itu, faktor  kehidupan yang semakin runyam karena kehidupan suami istri dan tata cara pergaulan yang tidak diatur dengan aturan yang sahih yakni Islam. 

Paham sekulerisme yang menancap kuat dalam diri manusia membuat mereka semakin jauh dari agama sehingga manusia berbuat berdasarkan hawa nafsu tanpa mengindahkan aturan syariat Islam.
Kasus di atas membuktikan bahwa sistem sekuler membuat rusaknya hubungan suami, istri dan anak. Interaksi dalam keluarga hanya berlandaskan materi semata. Halal dan haram bukan menjadi landasannya. Suami yang seharusnya menjadi pelindung keluarga malah menjadi pelaku kejahatan bagi istri dan anak-anak.

Kapitalisme yang berlandaskan atas materi sebagai tolok ukurnya semakin membuat manusia tercekik kehidupannya. Negara yang seharusnya bertugas meriayah rakyat malah berlepas tangan untuk mewujudkan lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki. Ancaman PHK membuat para laki-laki pencari nafkah semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara layak. Kebutuhan keluarga harus tetap dipenuhi di tengah sulitnya mendapatkan penghasilan. Kapitalisme sekulerisme telah gagal mewujudkan kehidupan sejahtera bagi masyarakat khususnya bagi anak dan istri. 

Hal ini tentu berbeda dengan kehidupan rumah tangga dalam bingkai sistem Islam. Di dalam Islam, kehidupan suami istri merupakan kehidupan yang layaknya persahabatan yang memberikan rasa damai dan tentram (sakinah) satu dengan yang lain. Islam telah menetapkan hak dan kewajiban suami istri, begitu pula sebaliknya. Pemahaman atas hak dan kewajiban suami istri dalam Islam ini yang nantinya akan menjadi bekal bagi pasangan suami istri guna menghadapi persoalan dalam bahtera rumah tangganya. 

Islam juga memerintahkan pergaulan suami istri dengan makruf. Sebagaimana firman Allah Swt., "Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf (baik)" (QS An-Nisa:19).  Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarga (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarga (istri)ku." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Hibban dari jalur Aisyah ra).

Ketika permasalahan suami istri tidak menemukan solusi malah justru mengancam ketentraman maka Islam mendorong bersabar guna memendam kebencian. Apabila kebencian dan masalah persengkatan melampaui batas maka Islam memerintah pihak ketiga dari suami dan istri untuk membantu menyelesaikannya. Jika solusi ini tidak dapat membantu, maka dalam Islam boleh ada talak atau perceraian meskipun perbuatan tersebut Allah Swt. membencinya. Konsep keluarga dalam Islam tentu memerlukan dukungan masyarakat yang memiliki mafahim, maqayis dan qonaat secara Islam.  

Negara juga harus hadir dan berperan sebagai penjamin agar kehidupan suami istri berjalan sesuai syariat Islam. Negara mempermudah lapangan kerja bagi laki-laki guna mencukupi kebutuhan hidup, memberikan edukasi dengan sistem pendidikan, media dan sistem pergaulan dalam Islam. Semua hal tersebut hanya bisa terwujud apabila Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai daulah Islam.

Wa'llahualam bishawab. [My]

Baca juga:

0 Comments: