Headlines
Loading...
Oleh. Dira Fikri

Hati ibu mana yang tidak sedih ketika mendapati anaknya meregang nyawa karena bunuh diri di dalam kamarnya sendiri. Dilansir dari media detik.com (Rabu, 23/11/2023) telah ditemukan bocah di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan nekat bundir (bunuh diri) dengan cara gantung diri. Aksi nekat tersebut dipicu karena dilarang bermain HP oleh ibunya.

Kasus serupa juga terjadi pada September lalu, di mana SR (13) siswi Sekolah Dasar Negeri 6 Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, kehilangan nyawa setelah jatuh dari lantai empat sekolahnya, Selasa (26/9/2023, kompas.id). Pemicu jatuhnya SR diduga karena bunuh diri setelah mengalami perundungan (bullying) dari teman sekitarnya. 

Menurut Deputi bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar mencatat setidaknya ada 20 kasus bunuh diri anak-anak sejak Januari 2023 (rri.co, 11/11/2023). Penyebabnya mulai dari depresi hingga perundungan. 20 kasus tersebut bukan hanya angka, namun menjadi kode keras peringatan bahwa keselamatan jiwa generasi sedang terancam.

Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, bunuh diri pada anak dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, 60 persennya disebabkan oleh perundungan, entah itu perundungan yang bersifat fisik, verbal atau sosial sedang faktor lain adalah masalah ekonomi keluarga dan asmara di antara remaja. Peran media sosial juga penting dalam mendorong anak bundir. Dalam beberapa kasus bahkan cara-cara bundir dilakukan karena melihat di internet dan dipraktikkan di kehidupan nyata.

Sekularisme, Sumber Masalah Remaja

Remaja hari ini sebagian besar telah gagal mendefinisikan tentang visi kehidupannya. Hal ini menyebabkan remaja tidak mengetahui tujuan hidupnya sehingga tidak mampu menjalani kehidupan dengan benar. Keluarga yang kurang memberikan bekal agama, pendidikan yang berbasis sekular menyumbang kemelut pembentukan pola pikir salah dan akhlak yang buruk pada remaja.

Kehidupan materialistis di masyarakat sebagai akibat penerapan sekularisme yang memisahkan aturan agama dalam kehidupan membuat kesalahan fokus masyarakat kita yang memandang bahwa kebahagian bersumber dari perolehan materi. Kehidupan yang tidak mengindahkan aturan agama akan cenderung bebas dan berasaskan manfaat, bahkan tidak peduli jika itu merugikan orang lain. Akhirnya mengakibatkan tingkat depresi di tengah masyarakat meningkat.

Remaja sejatinya adalah fase “kekuatan” di antara dua kelemahan seperti yang disampaikan dalam firman Allah Swt.,
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Qs:Ar-rum:54).

Namun kekuatan yang seharusnya bisa menjadi potensi untuk menggerakkan masyarakat menuju perubahan yang lebih baik, telah dibajak. Remaja menjadi rapuh dan mudah terkena mental illness. Perhatian dan cita-citanya teralihkan pada hal yang remeh dan bersifat materialistis semata. 

Islam, Solusi untuk Remaja

Islam dengan seperangkat akidah dan syari’at-Nya telah mengatur kehidupan manusia hingga tercapai kebahagian yang hakiki. Kebahagiaan dalam definisi Islam adalah meniti jalan menuju ridho Allah. Sedang seperangkat aturan yang dibuat olehNya adalah cara menjadikan manusia agar ketentraman, sejahtera, bahagia bahkan kemuliaan bisa terwujud. Hal ini karena aturan Allah mencakup seluruh aspek kehidupan mulai dari hal kecil hingga urusan mengatur negara. Bagaimana mungkin aturan yang dibuat oleh sang pencipta manusia tidak menjadi aturan terbaik? Karena sejatinya hanya Allah yang mengetahui hakekat makhluk yang diciptakanNya, dan tentu bahwa keberkahan hidup akan terwujud jika kita taat terhadap aturan tersebut.

Sistem Pendidikan Islam akan menjadikan generasi unggul dalam ilmu kehidupan dan ketinggian dalam akhlaknya karena tujuan pendidikan adalah menciptakan generasi tangguh yang berkepribadian Islam. Sehingga remaja akan dididik untuk bermental kuat iman dan cerdas dalam inovasi yang bermanfaat bagi umat dan kehidupan. Orientasi pendidikan tidak berpijak pada materi dan harta dunia, sehingga remaja tidak akan mudah rapuh, depresi bahkan pendek akal sampai melakukan bundir.

Sistem Sosial Islam akan menjadikan peran keluarga berfungsi optimal. Sehingga ketahanan keluarga akan menguatkan mental remaja dan lingkungan remaja yang sehat akan terwujud. Praktek bullying akan bisa diminimalisir, karena anak-anak sudah tercukupi kebutuhan kesehatan mentalnya di lingkungan keluarga. 

Sistem Peradilan Islam yang ditegakkan akan turut menciptakan kehidupan masyarakat yang bahagia. Karena proses kejahatan akan diadili secara benar. Sehingga kriminalitas akan bisa ditekan angkanya. Hal ini akan mengurangi tingkat stress di masyarakat. Sehingga remaja pun juga akan merasakan dampaknya berupa keamanan yang terjaga.

Namun, hal ini tidak akan bisa terwujud kecuali dengan menegakkan sistem Islam dan aturannya dalam institusi negara. Karena negaralah yang memiliki kewenangan untuk menjalankan itu semua. Sehingga aktifitas menyeru untuk menegakkan sistem tersebut perlu digaungkan. 
Wallahualam. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: