
Oleh. Iis Nopiah Pasni
"Ia wajib beragama Islam, setelah itu lihatlah saat ia hendak memasuki rumahmu pertama kali. Kaki kanankah yang melangkah pertama dan apakah mengucap salam? ini sepele tetapi bila tak biasa, maka tak akan bisa. Inilah cara sederhana Ibu dalam memilih menantu," kata Ibu Hajjah Khaeriyah pada menantunya, Isna.
"Jadi, Pas dulu Is pertama bertemu Ibu, Ibu lihat kaki Is pas masuk dong!" Tanya Bunda Isna pada mertuanya dengan rasa penasaran.
Bu Hajjah Khaeriyah atau biasa dipanggil Mbah Guru itu tersenyum mendengar pertanyaan menantunya itu. Lalu dengan mata tajamnya, ia melihat ke arah menantunya dan mengangguk pelan.
"Aduh, Is lupa waktu itu beneran kaki kanan kan, Bu?" Tanya Is lagi.
"Is waktu itu ucap salam apa nggak, Bu?" Tanyanya polos lagi, hingga hal ini membuat Ibu mertuanya tersenyum geli.
"Iya," jawab Bu Hajah mantap, sambil tersenyum pada menantunya itu lalu memberikan seikat besar kangkung cabut yang ikatannya sebesar pelukan orang dewasa.
"Bu, kangkung di Jawa warnanya ijo muda, segar terus ikatannya gede banget," kata Bunda Isna lagi yang baru melihat ada ikatan kangkung besar seperti itu. Biasanya hanya segenggaman tangan.
Bunda Isna lalu membersihkan kangkung itu, memotong lalu mencucinya. Kemudian ia mengiris bawang merah dan bawang putih, tak lupa cabe rawit merahnya.
Tak lama dapur itu sudah beraroma wangi bawang tumis. Bunda Isna tampak di depan kompor sedang menumis kangkung.
"Wangi banget, bikin apa Is?" Tanya suaminya.
"Bikin kangkung tumis, Mas," Jawab Bunda Isna sambil menaruh tumisan kangkung yang sudah matang ke piring lonjong besar berwarna putih.
Abidzar, anak ketiga Bunda Isna masuk sambil berlari, lalu mengambil air minum dengan tergesa-gesa.
"Abang, kok masuk rumah nggak ucap salam, sih..," kata Bunda Isna melihat ke arah Abidzar yang sedang mengambil air minum.
"Maaf Bun, Abidzar kepedesan tadi main terus beli cireng, pedas banget," jawabnya dengan merasa bersalah.
"Bun, Abang ulangin ya," katanya polos.
Setelah minum air putih, Abidzar langsung keluar rumah dan masuk lagi dengan salam.
"Assalamu 'alaikum, semua," Ucap Abidzar dengan nada senang.
"Wa 'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh," Jawab Bunda Isna, Ayah Abidzar dan Mbah Uti hampir berbarengan.
Abidzar merasa aneh. Lalu dengan wajah polosnya Abidzar bertanya, "Kok jawabnya panjang, Bun?" Tanya Abidzar lagi.
"Iya. Kalau ada yang mengucap salam, kita harus menjawabnya, karena menjawab salam itu hukumnya wajib," Jawab Bunda Isna.
"Jawaban salamnya juga harus lebih baik ya, lebih sempurna," kata Bunda Isna menjelaskan lagi.
"Salam itu untuk apa sih, Bun?" Tanya Abidzar kepo tingkat tinggi.
"Salam itu intinya saling mendoakan kebaikan, selamat sejahtera atas kamu dan Rahmat Allah menyertaimu atau semoga padamu Allah melimpahkan keselamatan, Rahmat dan keberkahan-Nya," kata Bunda Isna menjelaskan kepada Abidzar, anak ketiganya yang baru sekolah kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah Negeri itu.
"Ternyata, salam itu jawabnya wajib ya Bun," Ujar Abidzar memastikan.
"Iya salam itu jika diucapkan, hukumnya sunah. Nah kalau menjawab salam, itu hukumnya wajib. Kalau nggak dijawab, ya dapat dosa. Kalau dijawab, dapat pahala," kata Bunda Isna lagi.
"Bun, mana kangkung tumisnya tadi?" Tanya suaminya.
"Ya Allah, jadi lupa menaruh di meja, maaf ya. Asyik ngobrol bareng Abidzar," kata Bunda Isna pada suaminya yang sudah duduk di kursi samping meja makan.
Mereka pun makan bersama dengan lauk ikan bakar, dan sayur kangkung tumis. Tak lupa sambal terasi dadakan, ikan asin goreng ditambah penambah nafsu makan petai tua. Masya Allah sedapnya.
Muara Enim, 13 Desember 2022
Baca juga:

0 Comments: