Headlines
Loading...
 
Oleh. Aulia Rahmah
(Kelompok Penulis Peduli Umat)

"Indonesia Pulih Bersatu Melawan Korupsi". Itulah topik yang diangkat dalam peringatan Hakordia (Hari Anti Korupsi Sedunia) tahun ini.

Mengamati fakta maraknya tindak korupsi di kalangan elit penguasa, banyak pihak menilai peringatan Hakordia sekadar seremonial tanpa makna. Hakordia berulangkali diperingati, kasus korupsi justru  semakin menjadi-jadi. 

Seperti dilansir dari tirto.id (9/12), berdasarkan data KPK, dari 18 tahun terakhir, sepertiga pelaku korupsi berasal dari lingkup politik, baik legislatif (DPRD dan DPR RI) maupun kepala daerah dengan jumlah 496 orang. 

Peneliti dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengungkapkan kekecewaannya pada parpol yang beralih fungsi, yang seharusnya menjadi check and balance justru menunjukkan kesewenang-wenangan dengan mengesahkan RKUHP bermasalah. Ia beranggapan bahwa hari ini negara telah kehilangan komitmennya yang berakibat meruntuhkan asa masyarakat untuk hidup sejahtera. Ia mengharapkan ada pembenahan menyeluruh pada sektor politik terutama dalam lingkup parpol dan pemilu.

Sistem Demokrasi yang digadang-gadang mampu menyejahterakan justru terjadi yang sebaliknya. Pemilu yang berbiaya tinggi mendorong para politisi bersatu padu dengan pemilik modal (pengusaha) untuk melanggengkan kepentingannya meraup lebih banyak keuntungan. Rakyat pun dikorbankan. Berbagai kebijakan lebih mengutamakan kepentingan oligarki. Demokrasi yang konon aspiratif malah jauh api dari panggang. RKUHP bermasalah nyatanya diketok palu juga. Bahkan RKUHP yang baru disahkan, disinyalir menjadi jalan mulus bagi pelaku koruptor.

Jika hari ini fungsi parpol tak lagi sebagai 'check and balance', ini adalah sesuatu yang logis. Naiknya oligarki memaksa parpol untuk menjadi penyokong kekuasaan dan kebijakan dzalim. Suara parpol tak lagi menjadi wadah aspirasi masyarakat, atau pengendali kebijakan pemerintah sekaligus kinerja aparatur negara. Jika demikian faktanya, berharap agar Demokrasi mampu memutus mata rantai korupsi sungguh utopis. Yang ada hanyalah putus asa. Padahal putus asa bukanlah karakter kaum beriman. 
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, 
"Janganlah kalian berputus asa dari Rahmat Allah, Dan tidaklah berputus asa kecuali orang-orang kafir." (QS. Yusuf: 87)

Syekh Taqiyuddin An nabhani dalam kitab "Takatul Hizbi" (kelompok Partai) menjelaskan bahwa fungsi partai, di antaranya adalah sebagai berikut:  

1. Melakukan pembinaan terhadap masyarakat muslim akan tujuan hidup yang benar. Orientasi hidup bukanlah sekadar memburu kebahagiaan semu, tetapi memburu kebahagiaan hakiki, yakni kebahagiaan yang bersifat langgeng, bahagia di dunia dan akhirat. Kebahagian hakiki ini hanya diraih dengan mencari Rida Allah melalui penerapan sistem hidup dariNya

Pembinaan berdasarkan akidah Islam akan berdampak pada terwujudnya kontrol individu. Demi mempertahankan kebahagiaan hakiki, seseorang tak akan mudah melakukan berbagai motif korupsi. Seseorang akan merasa selalu diawasi oleh Allah. Pengadilan Allah kelak di akhirat lebih berat. Jika mengkhianati amanat dan tergoda kesenangan dunia yang sesaat, murka Allah dan siksa neraka balasannya.

2. Melakukan amar makruf dan nahi mungkar, mengajak pada kebaikan dan menjauhi kemaksiatan (pelanggaran). Tujuannya, agar aktivitas partai dapat berjalan sesuai harapan. Untuk itu, tentu kita membutuhkan sistem pemerintahan yang kompeten,  yakni sistem negara warisan Rasulullah Muhammad saw. Sistem kekhil4f4han yang akan menjamin ideologi Islam sebagai dasar beraktivitas dan berfikir akan terus terjaga. Jika Demokrasi tetap menjadi acuan, partai Islam mustahil berkembang melakukan perubahan. Yang terjadi malah sebaliknya, partai Islam dituduh sebagai makar, sumber terorisme dan radikalisme.

3. Mengontrol kinerja aparatur negara sekaligus sebagai wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya melalui majelis Umat. Dengan pendidikan dan pembinaan, serta dukungan sistem negara khil4f4h, tugas parpol dan majelis umat dalam menjalankan fungsinya akan semakin mudah.

Jika hari ini banyak pihak meragukan komitmen negara dalam memberantas korupsi, hal ini wajar, karena sistem yang digunakan bukan berasal dari Allah Yang Maha Tahu. Melainkan sistem hidup buatan manusia yang hanya berakhir pada putus harapan tak kunjung usai. Allah Yang Maha Memberi pertolongan, melalui akidah dan syariat-Nya memberi rasa optimis pada kaum beriman yang meneladani hidup Utusannya, Muhammad saw. Dari aspek kenegaraan hingga aspek terkecil dalam keluarga dan masyarakat. Untuk menunjang komitmen negara dalam mewujudkan harapan kesejahteraan bagi masyarakat melalui pemberantasan korupsi, satu-satunya cara adalah dengan menyediakan media seluas-luasnya bagi parpol Islam untuk mewujudkan kiprah dan ikhtiarnya dengan berdoa sambil meniti jalan hijrah di level negara dan masyarakat. 

Wallahu a'lam bishawwab.

Baca juga:

0 Comments: