
OPINI
Budaya Sekuler dan Hedonis Makin Menyuburkan HIV AIDS
Oleh .Azrina Fauziah S.Pt
(Pegiat Literasi)
Pada bulan Desember, tepatnya tanggal 1 diperingati hari AIDS sedunia. Banyak relawan yang memperingati hari AIDS dengan membagi-bagi bunga dan pita merah sebagai tanda kepedulian mereka kepada orang dengan HIV AIDS (ODHA). Tak hanya itu. Mereka juga memberikan edukasi pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS kepada masyarakat. Acara tersebut rutin digelar setiap tahun oleh beberapa LSM di berbagai daerah di Indonesia.
Sayangnya, meski tiap tahun diperingati, kasus HIV AIDS justru makin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari data Kementerian Kesehatan RI yang menunjukkan tren kenaikan kasus. Pada tahun 2021, diperkirakan ada sekitar 526.841 orang yang hidup dengn HIV dengan estimasi kasus sebanyak 27 ribu. Di tahun 2022, Kemenkes kembali memaparkan data baru. Sekitar 12.533 kasus HIV didominasi oleh anak usia 12 tahun ke bawah. Dikutip dari detik.com, data Kemenkes menyebutkan penularan HIV di Indonesia masih didominasi oleh kelompok heteroseksual, sekitar 28,1 persen dan menyusul kelompok LGBT sebanyak 18,7 persen.
Data ini seharusnya membuat pemerintah semakin waspada dalam mengendalikan penyakit tersebut. Direktur Pencegahan dan Penanggendalian Penyakit Menular, Imran Pambudi mengungkapkan bahwa Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk mengakhiri endemi HIV pada tahun 2030. (sehatnegeriku.kemkes.go.id, 29/11/2022)
Selama ini, institusi kesehatan dan LSM telah berupaya untuk memberikan edukasi pencegahan infeksi HIV melalui konsep ABCDE yaitu konsep agar: tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah, menghindari perilaku berganti-ganti pasangan, menggunakan kondom, menghindari drug dan edukasi mengenai HIV. Kendati demikian, konsep ini tak dapat memberikan pencegahan dalam penularan HIV AIDS secara efektif.
Di tengah gempuran globalisasi dunia, Indonesia semakin menerima budaya asing yang telah menggerus moral anak bangsa. Sebut saja budaya sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) dan hedonis (pandangan yang menjadikan kenikmatan materi sebagai tujuan hidup). Dua budaya asing ini begitu menancap di kalangan masyarakat. Konsep ABCDE yang semula diedukasi khusus sebatas hubungan pernikahan, malah disalahpahami oleh masyarakat sekuler sebagai peluang kebolehan berzina, asal dengan satu pasangan. Tentu saja, pada faktanya tidak demikian. Banyak gaul bebas (free sex) dilakukan dengan bergonta-ganti pasangan. Belum lagi, absennya negara dalam memberikan penguatan akidah bahwa:
- Seks bebas, L69T, dan obat-obatan (drug) adalah kemaksiatan.
- HIV/AIDS sangat berbahaya bagi generasi muda .
- Sanksi bagi pelaku kemaksiatan harus ditegakkan.
Hal ini menambah kompleksitas problem HIV AIDS di Indonesia.
Cita-cita mengakhiri endemi HIV AIDS pada tahun 2030 hanya akan menjadi mimpi, jika pemerintah tidak serius menyelesaikan problem tersebut. Indonesia harus kembali kepada jati diri bangsanya, yakni bangsa yang mayoritas kaumnya beriman.
Allah Swt berfirman, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al-A’raf: 96)
Indonesia adalah negeri berpenduduk mayoritas muslim di dunia. Maka sudah selayaknya jika negeri ini menjadi contoh negeri muslim yang akan dilimpahkan rahmat Allah Swt. sekaligus jalan dakwah bagi 'darul kufur'.
Wallahu a'lam bishawwab.
Baca juga:

0 Comments: