Headlines
Loading...

Penulis: Desi

Mulut Bening menganga mendengar Dirga menyapa Alifa. Matanya dipenuhi tanya, memandang bergantian ke arah Dirga dan Alifa. Sementara Alifa tersenyum santai melirik tingkah Bening.

"Nonton bola yuuk. Aku ikut main, loh," ajak Dirga.

"Kamu engga bawa sepeda, Ning?" Dirga mengalihkan pertanyaan, ketika ajakannya untuk nonton bola ditanggapi dengan cuek oleh Alifa dan wajah kebingungan Bening.

"Engga. Tadi pagi aku dianterin ibuku," jawab Bening dengan perasaan tak karuan.

"Mau main bola kok engga pake baju bola, Kak?," tanya Bening.

"Iya nih tadinya mau ganti baju tapi liat kalian berdua di sini. Jadi aku samperin dulu," jawab Dirga.

"Ya udah sana ganti baju," datar suara Alifa mengusir Dirga.

"Ok, deh. Hati-hati pulangnya. Kalo mau nonton masih bisa kok. Selesainya sekitar jam 4," ucap Dirga sambil berlalu menyeberang jalan.

"Jaga pandangan," tangan Alifa menutupi mata Bening yang terlihat jelas tengah terpesona.

"Pa an sih," ujar Bening sambil mengibaskan tangan Alifa.

"Kamu kenal di mana sama Dirga?" tanya Bening yang sudah penasaran dari tadi.

"Neng," sebuah suara dari bapak-bapak berjaket coklat dengan motor keluaran terbaru mengagetkan mereka berdua.

"Tuh udah dijemput, buru pulang," ujar Alifa.

"Nanti aku _call_, dah Aliput." Bening bergegas menaiki jok belakang motor yang dikendarai Mang Udin, pamannya.

Tangan Alifa melambai kemudian melaju cepat dengan sepedanya.

"Mba Bening sudah pulang." Bi Ois istri Mang Udin menyambut Bening dengan menggendong Safia, anaknya.

"Iih, gemes sama si Cunil imut," goda Bening pada sepupunya yang masih berusia delapan bulan. Tangannya mencubit-cubit pipi Safia yang berjingkrak di gendongan ibunya dengan wajah yang menggemaskan.

"Ganti baju dulu sana terus makan. Bibi masak semur jengkol," ujar Bibi Ois.

"Wah enak nih. Dadah Cunil," dengan centil Bening melayangkan tiupan dari bibir monyongnya yang beradu dengan jemarinya.

"Loh, Mba Bening kok makannya di luar," ucap Bibi Ois yang melihat Bening membawa sepiring nasi yang diguyur semur jengkol.

"Biar bisa makan bareng si Cunil," tangan Bening menyodorkan jengkol ke mulut Safia. Spontan Bibi Ois menjauhkan Safia dari tangan Bening. Kemudian lari menghindari keisengan Bening. 

Mereka berkejaran ke sana ke mari diiringi gelak tawa Safia yang menggemaskan. Sesekali Bening bersembunyi di balik badan Bibi Ois untuk menggoda Safia.

Bayi yang sedang lucu-lucunya itu mencari keberadaan Bening dengan memiringkan badan ke kanan dan ke kiri bergelantungan di pundak Bibi Ois. Di saat itu Bening akan muncul dengan mengatakan, "Ciluuuukbaaa," tawa Safia pun kembali pecah.

"Kalo makan duduk, Neng," tegur Mang Udin yang sedari tadi ikut tersenyum melihat tingkah lucu anaknya.

"Mamang udah makan belum?" tanya Bening.

"Si Mamang mah jengkol mateng teh langsung ngahuap tadi," serobot Bibi Ois dengan logat khas kota kembang.

Mang Udin menunjukkan giginya yang tak lagi cerah, sebab putihnya tertutup, terkena asap rokok bertubi-tubi. Sementara tangannya terus terampil menyugu kayu menggunakan mesin penyerut kayu berwarna biru.

Mang Udin memiliki usaha meubel di depan rumahnya yang tepat berada di sebelah rumah Bening. Bukan meubel besar tapi penghasilannya cukup untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga, menabung dan memberi upah dua karyawannya.

"Bi, boleh nambah?" Bening mentransfer wajah memelas pada bibinya.

Belum juga bibinya menjawab, Mang Udin sudah bergegas dari tempat duduknya seraya berkata, "Selamatkan semur dari Eneng yang rakus."
Bening segera menyusul langkah pamannya yang sedikit berlari.

Kehidupan mereka begitu harmonis. Hal itu yang membuat Bening merasa begitu beruntung dilahirkan di keluarga yang saling menyayangi.

"Waalaikum salam warohmatullah," terdengar suara Alifa menjawab salam dari balik handphone Bening. 

Bening segera menghubungi Alifa setelah mulutnya puas menyantap masakan bibinya. Ribuan tanya menuntut jawab, agar segala penasaran terpuaskan.

"Kamu kenal Dirga di mana, Put?" tanya Bening _to the point_ tanpa basa-basi.

"Dirga tetanggaku," jawab Alifa singkat. 

Senyum Bening melebar mendengar jawaban Alifa. Terbayang berbagai modus pembuka jalan pendekatan menghampiri kepala Bening.

"Oh itu to pangeran Rawon kamu," ledek Alifa.

"Bener kan mirip Ro Woon?" tanya Bening malu-malu.

"Jauhlah. Gantengan Dirga ke mana-mana," jawab Alifa.

"Tunggu, jangan bilang kamu juga naksir sama dia," selidiki Bening was-was.

"Hahahaha, kalo iya kenapa?" renyah tawa Alifa menggoda Bening.

"Kamu gitu ya engga setia kawan," 

"Loh, kalo Allah takdirkan dia berjodoh denganku, kamu bisa apa?" ucapan Alifa semakin membuat Bening tidak tenang.

"Pokoknya awas aja kalo kamu sampe pacaran sama Dirga," ancam Bening.

"Sadar woi, kita masih 14 tahun. Jangan buru-buru mikir pacaran. Pacarannya nanti setelah nikah," keras suara Alifa membuat Bening merenggangkan handphonenya dari telinga.

"Kalo sudah cinta gimana dong," suara Bening melemah dilema.

"Besok Ahad ikut ngaji, Ning. Biar tau jawabannya secara tuntas dari Islam. Bagaimana cara menyikapi kala cinta melanda dada, cieee." Alifa masih terus berusaha mencari celah mengajak Bening ikut kajian.

Bersambung

Baca juga:

0 Comments: