Headlines
Loading...
Konversi Kompor Tabung Gas ke Kompor Listrik, Solusi-kah?

Konversi Kompor Tabung Gas ke Kompor Listrik, Solusi-kah?

Oleh Rasti astria

Baru-baru ini, pemerintah berencana melakukan konversi dari tabung gas elpiji 3 kg ke kompor listrik 1.000 watt demi menghemat energi. Hal ini tentu menambah beban rakyat, sebab baru saja pemerintah menaikkan harga BBM, listrik, dan  barang-barang pokok, kini me'launching' program konversi kompor LPG ke kompor listrik.

Walau banyak masyarakat yang menolak program pemerintah ini, nyatanya saat ini pemerintah sedang melaksanakan uji coba program konversi elpiji 3 kg ke kompor listrik di beberapa daerah, termasuk Bali dan Solo. Hal itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Kompleks Istana Kepresidenan. (Kompas.com, 19/9/2022)

Menurut Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, program konversi kompor ini dilakukan PLN sebagai salah satu upaya mengurangi beban negara atas impor LPG yang tiap tahun naik. Apalagi, beliau mengkritisi kalau  LPG 3 kilogram merupakan barang subsidi yang masih dijual bebas sehingga tidak tepat sasaran dan menjadi beban APBN selama ini. Jadi beliau berharap, melalui konversi kompor ini bisa menyelesaikan permasalahan tersebut dan dua persoalan lainnya. 
Seperti memberikan solusi untuk mengurangi ketergantungan impor LPG dan juga mengurangi beban APBN selama ini. (m.bisnis.com, 16/7/2022)

Padahal jika di telaah lebih jauh, apabila rencana itu benar-benar dijalankan, maka beban ekonomi akan semakin tinggi. Jika dihitung-hitung, pengadaan kompor listrik relatif mahal, belum lagi peralatan memasak yang harus disesuaikan dengan kompornya disebabkan perbedaan antara kompor LPG dengan kompor listrik. Dengan demikian, masyarakat juga harus mengganti peralatan memasaknya. 

Konversi Kompor LPG ke Kompor Listrik, Solusi Oversupply PLN?

Setelah berita ini muncul, Dewan Energi Nasional (DEN) menilai bahwa 'over supply' atau kelebihan listrik yang terjadi di PT PLN (Persero) adalah imbas dari kebijakan pembangunan mega proyek ketenagalistrikan 35 ribu Megawatt (MW). (CNBCIndonesia.com, 26/9/2022)

Di sisi lain, dalam perjanjian jual beli listrik dengan para produsen listrik swasta, PLN menggunakan skema 'take or pay'. Dalam kontrak jual beli listrik tersebut, dipakai atau tidak, PLN wajib membayar listrik secara penuh kepada pengembang. Oleh sebab itu, salah satu tujuan penggalakan program konversi dari kompor LPG 3 kg ke kompor induksi adalah untuk mengatasi persoalan kelebihan pasokan listrik PLN. 

Jika dilihat lebih mendalam, semua masalah ini bermuara pada liberalisasi energi. Liberalisasi energi menjadikan pemerintah harus berbagi beban dengan masyarakat,  hingga memberatkan masyarakat kelas menengah bawah. Seharusnya, pemerintah tidak melakukan konversi kompor LPG ke kompor listrik, tapi menyalurkan kelebihan listrik ke daerah-daerah yang belum terjangkau listrik. Mengingat masih banyak daerah-daerah yang belum menikmati listrik.

Bahkan beberapa provinsi tercatat masih berada di bawah 80%, seperti Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Maluku. Sementara Papua dan Papua Barat masih berada di bawah 50% dan lokasinya sulit terjangkau. (CNBC Indonesia,15 Juni 2022)

PLN didirikan pemerintah sebagai salah satu strategi untuk menyejahteraan rakyat. Namun, tampaknya tujuan itu tidak terwujud, karena listrik menjadi barang ekonomi yang saat ini menambah beban masyarakat, dengan harganya yang semakin tinggi. 
Sedangkan ungkapan 'Konversi kompor juga mengurangi beban APBN untuk mensubsidi LPG' sama halnya menganggap rakyat sebagai beban. 
Namun, inilah realita masalah yang dihadapi dalam sistem yang dianut negeri ini  (Kapitalisme). Sistem ini menjadi standar seluruh perbuatan yang disandarkan pada asas manfaat. Adapun standar kebahagiaannya hanya diukur dari capaian nilai materi.

Paradigma kapitalis berbeda dengan paradigma Islam. Dalam Islam, semua warga, muslim atau nonmuslim, miskin atau kaya, berhak mendapatkan pelayanan dan jaminan hidup, seperti pendidikan, kesehatan, listrik, air bersih, termasuk BBM berkualitas dengan harga yang sangat ekonomis bahkan gratis. Dalam Islam, negara (khil4f4h) tidak menempatkan hubungan penguasa dan rakyat layaknya penjual dan pembeli.

Di samping itu, Islam juga melarang penguasaan SDA oleh swasta lokal, lebih-lebih asing. SDA adalah komoditas yang berstatus kepemilikan umum,  sehingga tidak layak dibisniskan kepada rakyat, apalagi sampai menyebabkan rakyat harus membayar mahal untuk mendapatkan semua itu. Kehidupan Islam inilah yang semestinya harus kembali kita wujudkan. Satu-satunya jalan adalah dengan membuang sistem Kapitalisme. Kemudian terapkan sistem Islam. 

_Wallahu a'lam bishawwab_.

Baca juga:

0 Comments: