Surat Pembaca
Oleh. Uyun
Rumah yang nyaman adalah rumah yang penuh kasih sayang antara orang tua kepada anak, dan sebaliknya anak kepada orang tua. Namun saat ini sangat miris, jangankan mendapat kasih sayang atau dihormati oleh anak, justru anak tega membunuh orang tua yang sudah membesarkannya dari kecil.
Heboh di media sosial penemuan mayat seorang pedagang di toko perabot daerah Duren Sawit, Jakarta Timur. Diketahui, ternyata pembunuhnya adalah dua anak kandungnya sendiri, Kapolres Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan, anak berinisial K berusia 17 tahun, sementara P berusia 16 tahun. Tersangka tega melakukan itu karena merasa sakit hati. Korban sering memarahi, menuduh mencuri, dan menyebutnya anak haram. Sehingga korban ditusuk pisau, sebetulnya sempat melawan kemudian ditusuk lagi dan akhirnya tewas. (Liputan6.com, 23-06-2024).
Adapun kasus yang lain, di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah juga terjadi pembunuhan yang dilakukan seorang anak berinisial Z (17). Kronologi Z itu tega membunuh ibu kandungnya yang berinisial K (45) dan juga menyerang ayahnya A (50). Berawal dari Pelaku Z menikam ayahnya yang telah berusaha melerai kegaduhan yang terjadi antara Z dan K. Beruntung K selamat dan sudah mendapatkan perawatan medis. (Kompas.com,21-5-2024).
Berkaitan dengan pembunuhan yang dilakukan anak kandung terhadap ayahnya yang terjadi di Duren Sawit. Komisioner KPAI, Aris Adi Leksono, menyesalkan atas kasus tersebut, menurut beliau salah satu faktor yang menjadi penyebab anak tega membunuh ayahnya bisa jadi berkaitan dengan pola asuh orang tua. Ketika anak sering mendapat perlakuan kasar dari ayahnya, hal ini memungkinkan menjadi pemicu untuk membalas dendam sampai tega membunuh ayahnya. (Kumparannews.com, 24-06-2024).
Melihat apa yang terjadi pada peristiwa di atas, rusaknya hubungan keluarga dan robohnya pandangan mengenai keluarga yang tidak bisa lepas dari sistem sekularisme yang mengatur negeri ini. Sistem sekularisme melahirkan manusia- manusia miskin iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, rapuh, dan kosong jiwanya.
Sekularisme diperparah dengan pendidikan yang berkiblat pada Barat, Alhasil mendorong generasi hanya terobsesi pada materi sebagai tujuannya, abai pada keharusan untuk birrul walidain. Sistem pendidikan sekuler saat ini tidak mendidik siswanya agar memahami birul walidain.
Muncullah generasi rusak, rusak pula hubungannya dengan Allah.
Penerapan sistem hidup kapitalisme gagal memanusiakan manusia. Fitrah dan akal tidak terpelihara, menjauhkan manusia dari tujuan penciptaannya yaitu sebagai hamba dan kh4l1f4h pembawa rahmat bagi alam semesta. Maka lahirlah generasi rusak dan merusak. Bukan hanya itu, keretakan rumah tangga menjadi problem dunia saat ini adalah buah dari kegagalan sistem kufur tersebut. Dengan demikian, berharap masalah ini selesai dengan penerapan sistem sekularisme adalah hal yang utopis.
Islam sebagai agama sekaligus ideologi, merupakan sistem yang lengkap memberikan solusi atas berbagai problematika kehidupan termasuk keluarga. Pertama, Pendidikan dalam Islam dimulai dari keluarga. Pendidikan di keluarga seharusnya bersinergi dengan sekolah untuk melakukan tindakan pencegahan yang nyata. Di rumah, anak di bina akidahnya supaya kuat dan membiasakan hal yang baik, misalnya saling menyayangi sesama anggota keluarga, hormat pada orang tua, birrul walidain (berbakti pada kedua orang tua). Selanjutnya sekolah membantu mempersiapkan generasi muda memiliki kepribadian Islam, yang mempunyai pola pikir dan pola sikap hanya sesuai aturan Islam.
Islam memiliki tata cara dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal. Juga memberi sanksi yang membuat efek jera sehingga dapat mencegah semua bentuk kejahatan termasuk kekerasan anak pada orangtua.
Kedua, negara menjalankan sistem sanksi yang memberi efek jera. Dalam Islam ketika terjadi Kasus pembunuhan maka diterapkan hukum qishash. Qishash di dalam Islam bagian dari pembahasan hudud, di mana hukumnya langsung Allah jelaskan di dalam Al Qur'an dan hadis Rasul.
Allah Swt. berfirman yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian hukuman qishash terhadap orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Oleh karena itu, barangsiapa yang mendapat pengampunan dari saudaranya, hendaklah dia (yang memberi maaf) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang mendapat pengampunan membayar (diyat) kepada yang memberi pengampunan dengan cara yang baik pula. Itu adalah kemudahan dari Tuhanmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (Q.S Al Baqarah: 178).
Dengan sistem sanksi ini menjadikan pelaku kejahatan atau kemaksiatan akan berpikir ulang ketika tahu hukumannya adalah qishash bagi pembunuh. Dalam Islam sistem sanksi memiliki dua fungsi yaitu pencegah untuk melakukan kejahatan dan kemaksiatan serta penebus dosa bagi yang terlanjur melakukan. Aturan ini tidak dimiliki oleh sistem selain Islam. Sistem Islam dibangun atas dasar akidah, yang terpancar darinya solusi permasalahan yang terjadi sesuai dengan aturan Islam.
Khatimah
Sungguh, hanya Islam yang mampu menjaga fitrah manusia, orang tua akan menyayangi anak tanpa batas dan balas jasa. Sebaliknya anak pun menghormati dan menyayangi orang tua, karena sadar rida Allah ada pada rida kedua orang tua. Berbagai masalah hanya akan selesai dengan kembali kepada Islam dan mencampakkan sistem buatan manusia. Allahualam bissawab.
Baca juga:

0 Comments: