Headlines
Loading...
Oleh. Iis Nopiah Pasni 

"Kayak Bunda ya, Abang suka makan tekwan," kata Bunda Isna pada Abidzar anaknya ketiga yang sedang makan semangkuk tekwan.

"Suka bakso dan pempek juga, kayak Bunda," katanya sambil menyuapkan sesendok tekwan ke mulutnya, suap terakhir miliknya. Lalu Abidzar mengambil hp dan mengutak atiknya.

"Iya, bener banget, Bang," jawab Bunda sambil menambahkan sedikit kecap ke mangkuk tekwan miliknya.

"Suka belajar gambar di aplikasi Pixellab, kayak Bunda juga  ya, Bang," kata Bunda Isna lagi pada Abidzar yang kini anaknya itu sedang  utak-atik  hp dan memperlihatkan hasil karyanya menggunakan shapes pada aplikasi Pixellab yang baru dikenalnya.

"Abidzar suka bikin donat dengan bentuk yang lucu sama kayak Bunda ya," celetuk Abidzar lagi sembari membayangkan keseruan saat bermain tepung membuat donat.

"Abidzar suka apa lagi?" tanya Bunda Isna pada anaknya itu.

"Abidzar suka main air, tapi belum bisa berenang, Bun," jawabnya polos dan terlihat murung ketika mengatakan tak bisa renang.

"Kapan ya Bun, ke kolam renang?" tanyanya tiba-tiba.

"Abang mau belajar renang ya?" tanya Bunda Isna ingin tahu jawabannya.

"Iya Bun, mau!" teriak Abidzar dengan semangat.

"Bunda, Bunda kapan bisa renangnya?" tanya Abidzar penasaran.

"Alhamdulillah, Bunda bisa renang itu waktu kelas dua Madrasah Ibtidaiyah, Bang," jawab Bunda singkat.

"Wah, kerennya Bun, masih kecil sudah bisa renang," kata Abidzar antusias sambil memegang tangan Bundanya.

"Terus, bisa renangnya belajar di kolam renang ya Bun?" tanyanya lagi.

"Nggak, Bunda latihan renangnya langsung di sungai belakang rumah Nenek di DM," jawab Bunda Isna mantap.

"Siapa yang ngajarin Bun, waktu itu?" tanyanya lagi.

"Belajar sendiri, saking ingin bisa berenang," jawab Bunda sambil tersenyum melihat kearah anak ketiganya itu.

"Masyaallah," katanya takjub.

"Gimana caranya, Bunda belajar sendiri?" tanyanya kepo.

"Caranya, Bunda waktu itu berpegangan pada tangga di pinggir sungai, Bang. Lalu kakinya digerakkan seperti sedang berenang," kata Bunda Isna menjelaskan. 

"Bunda melakukan hal itu, rajin belajar. Terus memberanikan diri berenang tanpa pegangan tangga, lama-lama bisa," kata Bunda lagi.

"Bunda juga jadi termotivasi karena teman seusia bunda waktu itu rata-rata sudah bisa berenang, Bang," kata Bunda Isna yang kini menaruh mangkuk kotor ke tempat cuci piring lalu langsung mencucinya.

"Abidzar mau belajar renang kayak Bunda ah," kata Abidzar bersemangat.

Tapi Abidzar belajarnya di kolam renang aja ya minta diajarin Mas Haikal," katanya lagi.

"Boleh Mas?" tanyanya lagi pada Mas Haikalnya. Haikal hanya mengangguk sambil memberikan senyum termanisnya pada adiknya itu.

"Bun, kok bisa samaan ya anak sama orang tuanya?" tanya Abidzar penasaran.

"Iya Abang Abidzar, biasanya anak itu akan mirip orang tuanya, bukan hanya wajah dan tubuhnya, biasanya hobi dan makanan kesukaannya juga hampir sama," kata Bunda Isna perlahan.

"Nah, Bang. ada namanya Nasab atau garis keturunan. Nasab dalam Islam sangatlah penting, Bang. Jadi dengan nasab yang jelas melalui pernikahan sah maka dengan mudah dan sederhana bisa  memetakan potensi diri anak-anak atau keturunannya. kayak Bunda suka menulis buku itu seperti Kakek, Bang. Kalau Ummi Vania-adiknya Bunda yang telaten buat kerajinan tangan itu seperti Nenek, Bang," kata Bunda Isna menjelaskan sambil menaruh piring dan mangkuk ke rak piring.

"Taunya kayak gitu ya Bun," kata Abidzar sambil mengangguk.

"Iya Bang, nah gitu juga Abang Abidzar 'kan makanan kesukaannya mirip seperti Bunda, iya kan?" tanya Bunda lagi.

"Iya ya Bun," kata Abidzar sambil mencuci sendiri gelas kotornya.

"Nah, sekarang bakat yang ada dalam diri Abang harus diasah, harus berlatih terus ya Bang. Kalau Abang suka bikin gambar menggunakan shapes di aplikasi Pixellab ya Abang harus latihan terus, agar makin terasah keahliannya," kata Bunda Isna panjang lebar menjelaskan pada anaknya itu.

Seperti pepatah bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya, begitu pula darah daging anak manusia takkan jauh sifatnya orang tuanya.

Begitupun Bunda Isna dan suaminya sangat berharap anak-anak mereka akan menjadi anak-anak yang salih dan saliha, tangguh, serta keahlian dan kepintaran mereka nantinya bisa digunakan untuk menolong Agama Allah, menyiarkan  dakwah Islam.

Tidak ada yang tahu ke depannya masa depan seperti apa, yang pasti sebagai orang tua akan mendukung apapun yang dilakukan anak-anaknya selagi itu kegiatan positif.

"Bun, berangkat  dulu ... Abang mau berangkat salat Asar ke Masjid," kata Abidzar berpamitan pada Bundanya, begitu pula Mas Haikal, anak sulung Bunda Isna juga pamit dan mencium tangan Bundanya dengan takzim.

"Assalamualaikum, Bunda," kata mereka berdua memberi salam lalu pergi ke Masjid di perumahan mereka.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Bunda Isna menjawab salam anak-anaknya lalu Ia menutup pintu rumahnya.

Muara Enim, 20 Desember 2022

Baca juga:

0 Comments: