Headlines
Loading...
Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh!

Perceraian Marak: Keluarga Runtuh, Generasi Rapuh!

Oleh: Ummu Fahhala
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQmedia.com— Angka perceraian di Indonesia terus menanjak, sementara jumlah pernikahan justru menurun. Tercatat ada kenaikan signifikan gugatan cerai dari pihak istri, yang kini mendominasi perceraian di banyak daerah (Kompas.id, 29 Oktober 2025).

Di sisi lain, kemandirian perempuan secara ekonomi turut memicu meningkatnya cerai gugat (voi.id, 9 November 2025).

Fenomena ini tidak hanya terjadi pada pasangan muda. DetikX menunjukkan bahwa pasangan usia senja juga banyak berpisah, menandai tren grey divorce yang mengkhawatirkan (news.detik.com, 4 November 2025). CNBC Indonesia menambahkan bahwa perselingkuhan, masalah ekonomi, hingga KDRT menjadi penyebab utama (cnbcindonesia.com, 30 Oktober 2025).

Pengadilan Agama Bojonegoro bahkan memutus 2.240 perkara perceraian hanya dalam 10 bulan. Angka ini mencerminkan betapa rapuhnya ketahanan keluarga di tingkat lokal (pa-bojonegoro.go.id, 4 November 2025).

Krisis yang Lebih Dalam dari Sekadar Angka

Laju perceraian yang tinggi bukan sekadar statistik. Fenomena ini menunjukkan krisis struktural dalam masyarakat. Aktivis muslimah Qisthi Yetty Handayani menegaskan bahwa persoalan ekonomi kapitalistik menjadi penyebab dominan perceraian. Ia menyatakan bahwa suami kesulitan memperoleh pekerjaan layak, sementara biaya hidup terus melambung (Muslimah News, 18 Mei 2025).

Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar soal kemampuan istri mengelola keuangan, melainkan akibat sistem ekonomi sekuler kapitalis yang menekan keluarga dari segala sisi. Ia menyimpulkan bahwa masalah keluarga membutuhkan solusi mendasar, yaitu mengubah pola hidup sekuler menuju Islam yang diterapkan secara kafah.

Sosiolog dan pakar keluarga juga menyuarakan hal serupa. Mereka menilai bahwa tekanan ekonomi, perubahan peran gender, serta melemahnya nilai agama menciptakan badai besar yang memukul rumah tangga dari berbagai arah.

Kapitalisme Merusak Fondasi Keluarga

Perceraian hari ini dipicu pertengkaran, masalah ekonomi, perselingkuhan, KDRT, hingga judi daring. Namun, semua faktor tersebut hanyalah cabang dari akar yang sama, yaitu lemahnya pemahaman tentang pernikahan dan rapuhnya fondasi spiritual keluarga.

Pendidikan sekuler tidak membekali generasi dengan pemahaman tentang visi pernikahan sebagai ibadah. Banyak pasangan memasuki rumah tangga tanpa bekal mental, spiritual, atau akhlak yang memadai.

Ketika keluarga runtuh, generasi ikut tumbang. Antara News mencatat bahwa perceraian memberikan dampak psikologis serius bagi anak, seperti kecemasan, depresi, kehilangan arah, dan penurunan prestasi (antaranews.com, 25 April 2025). Masyarakat pun kehilangan benteng utamanya.

Sistem kapitalistik menjadikan materi sebagai standar kebahagiaan. Sekularisme menyingkirkan agama dari pusat kehidupan. Liberalisme membebaskan pergaulan tanpa batas. Feminisme modern mendorong perempuan bergerak tanpa fondasi nilai.

Akibatnya, suami mudah lalai, istri mudah putus asa, pergaulan longgar membuka peluang selingkuh, biaya hidup yang mahal menggerus keharmonisan, dan media sosial memperluas jurang konflik. Semua ini merupakan produk dari sistem yang melemahkan keluarga, bukan menopangnya.

Solusi Islam

Islam menanamkan akidah, akhlak, dan kesiapan mental sejak kecil. Pendidikan ini menghasilkan pemuda yang matang secara emosi, kuat akidah, memahami hak dan kewajiban berkeluarga, serta siap membangun keluarga sakinah.

Islam menetapkan batas yang jelas antara laki-laki dan perempuan, seperti aturan menutup aurat, larangan khalwat, adab interaksi, serta penjagaan kehormatan. Batas ini bukan belenggu, melainkan pagar pelindung. Ketika masyarakat patuh pada pagar ini, perselingkuhan dapat dicegah dan rumah tangga tetap terjaga.

Dalam sistem Islam, negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki (QS Al-Baqarah: 233; QS An-Nisa: 34). Negara menjamin pendidikan, keamanan, dan kesehatan melalui baitul mal. Suami yang menelantarkan keluarga diberi sanksi. Istri mendapatkan perlakuan baik dari suami. Konflik rumah tangga diselesaikan dengan mekanisme hakam (QS An-Nisa: 35).

Pada masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin, fungsi negara ini berjalan sangat efektif sehingga masyarakat hidup dalam ketenteraman dan kesejahteraan.

Khatimah

Keluarga adalah benteng terakhir umat. Jika benteng ini hancur, peradaban akan runtuh. Maraknya perceraian hari ini bukan hanya masalah suami dan istri, melainkan masalah umat, masalah bangsa, dan masalah masa depan.

Islam telah memberikan sistem yang lengkap, mulai dari pendidikan, ekonomi, sosial, hingga sanksi, yang seluruhnya melindungi keluarga dari keretakan. Masalah kita bukan kurang solusi, tetapi kurang penerapan.

Selama sekularisme kapitalisme tetap menjadi fondasi negara, keluarga akan terus menjadi korban. Sebaliknya, ketika Islam ditegakkan secara kafah, keluarga akan kembali kokoh, anak-anak terlindungi, dan umat dapat kembali berdiri tegak sebagai khairu ummah. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: