Headlines
Loading...
Pesantren dan Jalan Kebangkitan Islam Kaffah

Pesantren dan Jalan Kebangkitan Islam Kaffah

Oleh: Al Dema
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com — Pernyataan Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, dalam ajang Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) 2025 menjadi sorotan penting. Beliau menyebut, ajang ini bisa menjadi anak tangga menuju kembalinya The Golden Age of Islamic Civilization—Zaman Keemasan Peradaban Islam. Ia juga menekankan pentingnya integrasi antara kitab kuning (turats klasik) dan kitab putih (ilmu umum) agar lahir insan kamil, manusia paripurna yang seimbang dalam ilmu dan akhlak (kemenag.go.id, 02/10/2025).

Gagasan ini mengandung harapan besar. Namun di tengah realitas sekularisme-liberal saat ini, arah kebangkitan pesantren harus ditinjau dengan kacamata syariat. Sebab kemajuan yang hanya diukur dari aspek material (ekonomi, teknologi, budaya, dan lain-lain) tanpa kembali pada hukum Allah hanyalah ilusi keemasan tanpa ruh.

Tema Hari Santri 2025: “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia” tampak ideal, namun arah yang diusung perlu dikritisi. Ada upaya menjadikan pesantren sebagai duta budaya dan agen moderasi Islam, padahal ruh sejatinya adalah pencetak ulama dan pemimpin peradaban Islam.

Santri sejati bukan sekadar pembaca kitab, tetapi pembawa risalah kenabian (warosatul anbiya’) yang memikul amanah menegakkan amar makruf nahi mungkar serta memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kaffah.

Jalan Kebangkitan Tak Bisa Ditempuh Jalur Sekuler

Sudah saatnya kita jujur menatap realitas: jalan kebangkitan umat tidak akan pernah lahir dari rahim sekularisme. Sistem ini telah berkali-kali gagal melahirkan masyarakat beradab karena memisahkan wahyu dari kehidupan.

Islam justru telah memberikan peta jalan kebangkitan yang jelas, terukur, dan terbukti berhasil secara historis. Rasulullah saw membangun peradaban Islam bukan dengan wacana kosong atau ritual semata, tetapi melalui tiga tahapan dakwah strategis yang menjadi model perjuangan sepanjang masa.

1. Tahap Pembinaan (Tatsqif)

Rasulullah saw membina sekelompok kecil sahabat di rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam. Di tempat sederhana itulah lahir generasi emas: mereka yang kokoh akidahnya, tajam pemikirannya, dan siap berkorban demi kebenaran. Dari pembinaan yang mendalam itu, muncul pribadi-pribadi ideologis yang menjadi fondasi tegaknya peradaban Islam.

Pesantren hari ini harus berani mengambil peran serupa, menjadi “Darul Arqam modern”, bukan sekadar lembaga akademik, tetapi pusat pembentukan kepribadian yang ideologis dan berorientasi perjuangan. Di lingkungan pesantren, santri semestinya dibina agar berpikir politis, berjiwa dakwah, dan memahami Islam sebagai sistem hidup yang menyeluruh, bukan hanya sebagai akhlak individu atau pelajaran teoretis semata.

Sebab kebangkitan Islam tidak akan lahir dari individu lembek yang puas dengan status quo, tetapi dari insan berprinsip yang sadar akan tanggung jawab perjuangan menegakkan kalimat Allah di muka bumi.

2. Tahap Interaksi dengan Masyarakat (Tafa’ul Ma’al Ummah)

Setelah kuat dalam pemahaman, Rasulullah saw turun ke tengah masyarakat. Beliau menyampaikan Islam secara terbuka, menantang tatanan jahiliyah, membongkar kebatilan sistem yang menindas manusia, dan mengajak publik menuju perubahan total berbasis wahyu.

Pesantren hari ini tidak boleh diam di menara gading. Santri dan ulama harus tampil ke depan, menjadi pelopor penyadaran umat, penyeru perubahan, dan suara kebenaran di tengah sistem sekuler yang menyesatkan.

Jika pesantren hanya berdiam diri dan takut bersuara, maka nilai perjuangan Rasulullah saw akan hilang dari jejak sejarahnya. Kebenaran harus diperjuangkan, bukan sekadar diajarkan.

3. Tahap Penerapan Islam Secara Kaffah (Tathbiq Islam)

Puncak perjuangan Rasulullah saw adalah ketika beliau menerima baiat dari Madinah dan mendirikan Daulah Islam pertama. Dari sanalah hukum Allah Swt. ditegakkan secara kaffah, keadilan diwujudkan, dan ilmu pengetahuan berkembang pesat. Dalam waktu singkat, bangsa kecil di padang pasir menjelma menjadi peradaban besar yang menerangi dunia.

Inilah arah perjuangan yang mesti dituju oleh seluruh komponen umat, termasuk pesantren. Bukan cukup dengan seruan moral, tetapi dengan perjuangan politik Islam yang menegakkan sistem Islam kaffah (khilafah), agar syariat Allah dapat diterapkan secara nyata.

Sebab hanya dalam sistem inilah keilmuan, keadilan, dan kemuliaan manusia benar-benar menemukan rumahnya.

Maka, wahai para santri, kiai, dan pejuang ilmu, kebangkitan Islam tidak akan lahir dari mimpi, melainkan dari gerak sadar dan perjuangan terarah. Bangunlah kembali peradaban sebagaimana Rasulullah saw memulainya, yaitu dari pembinaan akidah, dakwah di tengah umat, hingga penerapan syariat secara kaffah.

Hanya dengan cara inilah pesantren benar-benar menjadi pelopor kebangkitan Islam, bukan sekadar simbol masa lalu, tetapi mercusuar peradaban masa depan.

Solusi Islam

Peradaban Islam bukanlah peradaban sekuler. Sekularisme justru lahir dari kompromi antara agama dan para cendekiawan Barat yang memisahkan iman dari kehidupan.

Sebaliknya, peradaban Islam berdiri kokoh di atas akidah sebagai asas, syariat sebagai pedoman amal, dan khilafah sebagai institusi pelaksana hukum Allah. Dari pondasi inilah dunia menyaksikan kemajuan luar biasa di bidang ilmu pengetahuan, sosial, dan politik tanpa kehilangan arah spiritual.

Maka pesantren hari ini harus kembali pada misi sucinya, yaitu:

  1. Mendidik santri ideologis, bukan pragmatis.

  2. Menjadi pusat dakwah perubahan, bukan sekadar lembaga pendidikan.

  3. Menghidupkan ilmu turats, bukan hanya untuk dibaca, tetapi untuk diterapkan.

  4. Mengarahkan perjuangan menuju sistem Islam kaffah, bukan sekadar “Islam moderat”.

Kini, pesantren kembali dipanggil sejarah.
Bukan sekadar mencetak lulusan unggul, tetapi melahirkan peradaban unggul.
Bukan sekadar memahami kitab, tetapi menegakkan nilai-nilai kitab itu dalam kehidupan nyata.

Karena The Golden Age sejati bukan nostalgia masa lalu, melainkan seruan untuk menegakkan Islam secara kaffah di bawah ridha Allah Swt., sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah saw dan para sahabatnya. []

Baca juga:

0 Comments: