Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
SSCQMedia.Com—Rumah bukan sekadar bangunan, melainkan benteng perlindungan, tempat berteduh dari terik matahari serta kerasnya dunia luar, dan fondasi bagi pertumbuhan personal. Oleh karena itu, kebutuhan akan tempat tinggal yang aman dan layak bagi setiap individu sangatlah mendesak. Namun, realita di Indonesia menunjukkan masih banyak masyarakat yang belum mampu mewujudkannya. Terhalang oleh sistem yang tidak berpihak pada rakyat yaitu sistem kapitalisme sekuler.
Dalam sebuah Rapat Koordinasi Satu Data Perumahan dan Kawasan Permukiman yang dihadiri Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah di Jakarta, Wakil Menteri Sosial (Wamensos), Agus Jabo Priyono, menekankan pentingnya kerja sama lintas kementerian untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, termasuk melalui program perumahan yang tepat sasaran. (news.detik.com/25/04/2025).
Meski begitu, upaya pemerintah melalui program perumahan terhambat oleh realita sistem ekonomi kapitalis. Dalam era kapitalisme, kesenjangan antara orang kaya dan mereka yang hidup dalam kemiskinan semakin melebar, menyebabkan jutaan orang kesulitan untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak. Data BPS terakhir menunjukan bahwa tingkat kemiskinan mencapai 8,57% (24,06 juta jiwa) (Sumber: bps.go.id). Sementara kementerian PUPR (backlog perumahan 12,7 juta unit) (Sumber: bpsdm.pu.go.id). Hal ini tentunya menunjukkan kontras yang mencolok antara upaya pemerintah dan kenyataan di lapangan.
Analisis: Kapitalisme dan Krisis Perumahan di Indonesia
Sistem kapitalisme, yang mendominasi perekonomian global saat ini, mengutamakan profit dan persaingan, sehingga mengakibatkan pemusatan kekayaan hanya pada kelompok ekonomi terkuat. Di Indonesia, ini sangat terlihat jelas dari kesenjangan antara kemewahan yang dinikmati mereka dengan kondisi perumahan kumuh sebagian besar penduduk.
Selain itu, dalam sistem kapitalisme yang mengusung pasar bebas, harga rumah ditetapkan oleh mekanisme pasar yang cenderung meningkat karena spekulasi, ketidakstabilan ekonomi, dan biaya hidup yang tinggi. Hal ini semakin menyulitkan masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengakses perumahan layak, terlebih dengan kenaikan harga tanah dan material bangunan yang terus merangkak naik setiap tahunnya.
Krisis perumahan diperparah oleh paradigma kapitalis dalam pembangunan, yang mengabaikan keberlanjutan, kurangnya tata kelola lingkungan yang baik dalam proyek-proyek perumahan maupun infrastruktur telah menyebabkan kerusakan ekosistem, peningkatan volume sampah, limbah dan pengurangan ruang terbuka hijau. Konsekuensinya, banyak masyarakat harus tinggal di pemukiman kumuh yang tidak layak huni, dengan risiko kesehatan dan keselamatan yang tinggi.
Kondisi ini menciptakan lingkaran setan kemiskinan: tinggal di tempat tidak layak, mengalami masalah kesehatan, dan sulit untuk memperbaiki kondisi ekonomi, hingga kian menyulitkan untuk membeli atau membangun rumah yang lebih baik. Lebih lanjut, peran negara dalam sistem kapitalis cenderung lebih terfokus pada pertumbuhan ekonomi dan memfasilitasi kegiatan bisnis untuk mencapai keuntungan. Sebaliknya negara memberikan kebebasan kepada pasar untuk beroperasi tanpa intervensi yang berarti, dengan mengabaikan kebutuhan sosial dan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Solusi Islam Komprehensif
Dalam menghadapi krisis perumahan dan kemiskinan, Islam menawarkan solusi transformatif, bukan sekadar solusi instan. Melalui sistem ekonomi Islam, yang memiliki regulasi yang adil dan pro-rakyat, menciptakan akses sumber daya yang lebih merata. Sebagai contoh, adanya kebijakan memanfaatkan tanah yang dibiarkan terlantar selama tiga tahun untuk diserahkan kepada masyarakat lain yang bersedia mengelolanya. Hal tersebut tidak hanya bertujuan untuk meratakan kekayaan tetapi juga untuk mencegah monopoli lahan dan eksploitasi.
Berbeda dengan sistem kapitalis yang liberal. Islam menempatkan sumber daya alam yang vital seperti air, api, padang rumput (hutan) dicegah untuk di privatisasi. Sebab terkategori kepemilikan umum yang selanjutnya wajib di kelola oleh negara. Namun hasilnya untuk kesejahteraan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasar, seperti kesehatan, pendidikan. Hal tersebut juga menjadikan bahan baku pembangunan perumahan lebih terjangkau. Dengan kata lain negara Khilafah menjamin setiap warga negara mendapatkan perumahan layak, mengurangi kemiskinan ekstrem dan memastikan keadilan.
Dalam pembangunan, Islam juga sangat mendorong pembangunan perumahan yang berkelanjutan sesuai prinsip-prinsip syariat Islam dalam menjaga alam. Dengan demikian, risiko pencemaran maupun kerusakan lingkungan dapat diminimalisir. Sehingga terbebas dari hal-hal yang berbahaya, semisal limbah dan sampah.
Dengan demikian mengatasi krisis perumahan di Indonesia membutuhkan lebih dari sekadar program program tepat sasaran. Sebab akar masalahnya terletak pada sistem ekonomi yang timpang dan ketidakadilan sosial. Oleh karenanya penerapan syariat Islam secara kaffah dapat menjadi solusi yang komprehensif dan sistemik. Dengan melakukan pemerataan di segi ekonomi namun tetap menjaga kelestarian alam. Islam telah menyelesaikan krisis perumahan. Dan sistem islam bukanlah utopia, tetapi sebuah sistem yang telah terbukti efektif dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan di masa lalu. Dan dengan izin Allah akan segera terwujud kembali di masa depan.
Wallahu a'lam bisshawab. []
Baca juga:

0 Comments: